Laga dan Bara di Djarum Arena: Berburu Medali Karate, Ju-jitsu, dan Wushu Demi Asa Juara Umum di PON Bela Diri Kudus 2025

Ludus01

Foto/PON Bela Diri 2025

LUDUS - Pekan Olahraga Nasional (PON) Bela Diri Kudus 2025 telah memasuki babak paling menentukan, tiga cabang olahraga terakhir: karate, ju-jitsu, dan wushu, menjadi gelanggang perebutan terakhir menuju gelar juara umum. Di antara sorak penonton dan denting logam medali yang menggantung di dada, tersimpan kisah yang lebih dari sekadar angka di klasemen: kisah tentang daya juang, kesetiaan pada tim, dan ketegangan yang membuat setiap detik di arena itu terasa seperti ujian terakhir.

Foto/PON Bela Diri 2025

Foto/PON Bela Diri 2025

Ryan Gozali, Ketua Panitia PON Bela Diri Kudus 2025, tahu betul betapa rapatnya jarak antarkontingen. Ia menatap layar klasemen dengan nada yang setengah lega, setengah waspada.

“Jaraknya rapat sekali,” ujarnya di tengah jumpa pers Sabtu (25/10). “Khususnya di wushu, juara umum masih sangat terbuka. Satu kesalahan kecil saja bisa mengubah peta medali.” Di balik nada datarnya, tersimpan ketegangan yang nyata. Dari kursi penonton hingga ruang pelatih, semua mata menatap papan skor yang terus bergerak.

Sejak Jumat (24/10), kontingen Jawa Timur menyalakan bara persaingan. Dari delapan medali emas wushu nomor taolu–kung fu, setengah lusin berpindah ke tangan atlet-atletnya. Sehari berselang, dua nama kembali bergema di Djarum Arena: Muhammad Daffa “Golden Boy” Hidayatullah dan Jennifer Tjahyadi. Daffa menaklukkan lawannya di nomor jian shu putra, Jennifer menari dengan tongkat panjangnya di nomor gun shu putri. Dua medali emas lagi melayang ke arah Jawa Timur, menambah catatan mereka menjadi delapan emas, tiga perak, dan satu perunggu, sementara para pesaing hanya bisa mengejar dari bayangan.

Foto/PON Bela Diri 2025

Foto/PON Bela Diri 2025

Jennifer, masih terengah di tepi arena, memeluk pelatihnya dengan mata berkaca. “Saya bangga bisa menyumbangkan dua medali emas untuk Jawa Timur,” ujarnya, dengan suara yang masih bergetar antara lega dan haru. “Tapi perjuangan belum selesai. Masih ada satu pertandingan lagi. Semoga saya bisa tetap tampil maksimal.” Daffa, sang Golden Boy, mengangguk di dekatnya. Ia tahu kemenangan tidak pernah sepenuhnya miliknya. “Tim yang tidak terlihat di lapangan,” katanya pelan, “justru itulah kekuatan sebenarnya.”

Foto/PON Bela Diri 2025

Foto/PON Bela Diri 2025

Dari tribun, HM Ali Affandi La Nyalla Mahmud Mattalitti, Ketua Pengprov Wushu Jatim, menatap para atletnya dengan senyum yang tak disembunyikan. Target delapan emas yang ia canangkan sejak awal akhirnya terwujud. Tapi ia memilih menenangkan euforia. “Saya bilang ke mereka, jangan jadikan target ini beban. Main saja lepas. Kemenangan datang dari hati yang ringan.”

Tak jauh dari sana, Ngatino, Sekretaris Jenderal PB Wushu Indonesia, mengangguk pelan. Bagi federasi, ajang yang berlangsung sejak 11 hingga 26 Oktober itu bukan hanya lomba, tapi observatorium: tempat menilai, mengukur, dan memanggil masa depan ke pelatnas. “PON Bela Diri Kudus 2025 menjadi bagian pengamatan kami,” katanya. “Dari catatan inilah pelatnas dibangun.”

Foto/PON Bela Diri 2025

Foto/PON Bela Diri 2025

Di cabang lain, gemuruh tak kalah terasa. Karate mempertemukan 242 petarung dari seluruh Indonesia. Mereka datang dengan harapan yang sama: pulang membawa medali dan nama. Salah satunya Muhammad Dzaka Hibatullah, anak muda Kudus yang tampil di rumah sendiri. Ia melangkah mantap di nomor kumite -75 kg putra, mengalahkan lawan-lawan tangguh sebelum akhirnya terhenti di semifinal oleh Ignatius Joshua Kandou, atlet pelatnas asal Jawa Timur. Bagi Dzaka, perunggu yang digenggamnya bukan sekadar logam. “Walaupun cuma perunggu,” ujarnya sambil tersenyum kecil, “tapi ini sudah hasil terbaik.”

Foto/PON Bela Diri 2025

Foto/PON Bela Diri 2025

Umar Syarief, legenda karate Indonesia yang duduk di tribun penonton, menatap Dzaka dan para juniornya dengan tatapan hangat. “Kompetisi seperti ini luar biasa,” katanya, “karena semua prestasi datang dari bawah. Kalau mau membangun, beri mereka ruang bertanding.” Ia percaya, dari gelanggang di Kudus inilah masa depan karate Indonesia akan tumbuh.
Foto/PON Bela Diri 2025

Foto/PON Bela Diri 2025

Hasil akhir cabang karate akhirnya menunjukkan peta kekuatan lama dan baru. DKI Jakarta menutup hari dengan tiga emas, satu perak, dan dua perunggu. Jawa Barat menyusul dengan dua emas, dua perak, dan tiga perunggu, sementara Sulawesi Selatan melengkapi tiga besar lewat enam medali.

Foto/PON Bela Diri 2025

Foto/PON Bela Diri 2025

Di ju-jitsu, dominasi kembali milik Jawa Timur, delapan medali, lima di antaranya emas. Jawa Barat mengejar dengan empat emas dan tiga perak, sementara DKI Jakarta menahan laju di tempat ketiga.

Sore itu, di antara tepuk tangan dan pelukan, Kudus menjadi semacam panggung yang tak hanya menampilkan pemenang, tapi juga perjalanan. Dari taekwondo hingga wushu, dari tarung derajat hingga shorinji kempo, setiap cabang telah menyelesaikan ceritanya sendiri.

Foto/PON Bela Diri 2025

Foto/PON Bela Diri 2025

Dan di balik semua angka dan klasemen, Pekan Olahraga Nasional Bela Diri Kudus 2025 telah menulis kisah lain: bahwa kemenangan bukan hanya tentang podium tertinggi, tetapi tentang keberanian melangkah, bahkan saat tubuh gemetar dan napas nyaris habis. Kudus, setidaknya sore ini, menjadi saksi bahwa bela diri bukan sekadar olahraga, melainkan seni bertahan dan percaya pada diri sendiri.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!