Pelatih Renang Muda China Viral: Magnet Baru Renang Dunia, Inspirasi untuk Indonesia
Ludus01

LUDUS - Di Hangzhou, sebuah kota yang kian menjelma poros olahraga di Tiongkok, dunia maya mendadak riuh oleh sosok seorang pelatih renang remaja. Berhari-hari media sosial dipenuhi potongan video yang sama: seorang remaja berseragam sederhana, berdiri di tepi kolam renang, memberi aba-aba pada anak-anak yang belajar berenang. Gerakannya biasa saja, tapi wajahnya membuat dunia berhenti sejenak.
Siapa dia? Pertanyaan itu bergema dari kolom komentar Weibo di Tiongkok, merambat ke X, hingga TikTok dan Instagram di luar Tiongkok. Rasa penasaran itu akhirnya terjawab. Terkuak teka-teki itu.
Namanya Chen, pelatih muda yang baru lulus sekolah menengah musim panas ini dan bersiap melanjutkan pendidikan di Institut Olahraga Nanjing, Provinsi Jiangsu. Ia tidak dikenal sebagai juara dunia, bukan pula peraih medali Olimpiade. Namun, paras rupawannya, fisik atletisnya, serta caranya mengajar anak-anak kecil di kolam renang dan kesabarannya, membuat dirinya viral di platform media sosial.

Video-video Chen yang beredar menampilkan dirinya di tepi kolam, mengoreksi gerakan anak-anak usia 4–5 tahun, terkadang mengenakan jaket renang tipis, kadang tanpa baju. Para ibu murid merekam, membagikan, dan bercanda di kolom komentar: “Can a 300-month-old baby still sign up?” atau “Does he teach moms too?” Dari sana, gelombang besar ketertarikan muncul.
Tak sedikit ibu-ibu yang memilih datang lebih awal ke kolam renang, semata-mata agar bisa menyaksikan langsung sosok sang pelatih muda. Bahkan, ada pula orang tua yang rela mendaftarkan anaknya hanya karena ingin si kecil dilatih olehnya.

Hanya dalam hitungan minggu, program renang musim panas di Hangzhou Chenjinglun Sports School, tempat Chen bekerja paruh waktu, menerima hampir 800 anak dari 100 taman kanak-kanak. Dari jumlah itu, 30–40 persen akan disaring menjadi kelompok berbakat untuk dilatih lebih intensif. Sekolah ini bukan sembarangan: di sinilah lahir juara-juara dunia seperti Sun Yang, Ye Shiwen, hingga Chen Yufei.

Sun Yang. Foto/Instagram/sunyangintlfans
Menurut laporan South China Morning Post (Juli 2025), Chen kemudian memberikan pernyataan singkat setelah namanya viral. Ia menyampaikan terima kasih atas perhatian publik, tetapi juga meminta agar privasinya dihormati. “Jika perhatian berlebihan ini terus mengganggu kehidupan sehari-hari saya, mungkin saya akan menonaktifkan akun media sosial,” ujarnya seperti dikutip SCMP.
Namun hingga kini, sebagaimana dicatat South China Morning Post, Livemint, MustShareNews, hingga media gaya hidup, identitas Chen tetap dijaga: publik hanya mengetahui bahwa ia bermarga Chen dan baru lulus SMA. Nama lengkapnya tidak pernah diungkap. Ada kemungkinan media sengaja menahan informasi ini untuk melindungi privasi, mengingat usianya yang masih sangat muda. Fenomena yang viral ini pun lebih menyoroti persona dan daya tarik Chen sebagai figur pelatih muda, bukan sebagai individu dengan detail biografis yang terpublikasi luas.

Fenomena ini mungkin terdengar sepele, sekadar viral di dunia maya. Tetapi sesungguhnya, inilah pintu awal pembibitan atlet: rasa ingin tahu. Anak-anak datang ke klub renang bukan karena mimpi Olimpiade, melainkan karena ketertarikan sederhana, kadang karena pelatihnya ramah, karena kolamnya menyenangkan, atau, seperti di Hangzhou, karena ada figur yang membuat orang tua antusias. Dari ketertarikan itu, jalan panjang prestasi bisa dimulai.

Indonesia bisa bercermin. Kita tak kekurangan atlet-atlet rupawan dan karismatik seperti Chen, yang bisa menjadi daya tarik anak-anak untuk ikut berlatih. Sosok semacam itu bukan sekadar mengajarkan teknik, melainkan juga menghadirkan magnet sosial, budaya, bahkan emosional, membuat renang tampak keren, menyenangkan, dan pada akhirnya melahirkan perenang-perenang hebat.
Hangzhou memberi pelajaran sederhana: talenta bisa dipancing dari gairah publik. Saat klub renang dipenuhi anak-anak yang awalnya hanya "ikut-ikutan", di sanalah peluang besar lahirnya juara dunia. Sebab, bakat sejati seringkali ditemukan di antara mereka yang awalnya tak sengaja masuk kolam.

Tiongkok sudah membuktikan pola ini lewat sistem sekolah olahraga mereka. Tetapi di Indonesia, klub-klub lokal, komunitas renang sekolah, atau bahkan kolam renang kota bisa menjadi titik awal. Bayangkan jika ada sosok pelatih muda, enerjik, menular semangatnya, maka klub renang bukan hanya sekadar tempat belajar gaya bebas, tetapi ruang penemuan talenta.

Chen di Hangzhou mungkin hanya contoh viral. Tetapi viralitas itu punya daya: ia menggerakkan ratusan keluarga, melahirkan ribuan jam latihan baru, dan mungkin, beberapa tahun ke depan, seorang juara Olimpiade akan berkata, “Saya dulu ikut renang karena pelatih itu.”
Indonesia butuh cerita serupa. Butuh figur yang mampu menjadikan renang lebih dari sekadar olahraga di kolam, tetapi sebuah magnet budaya. Sebab dari magnet itulah, juara lahir. (*)
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!