Catatan Indonesia di Asian Individual Chess Championship 2025: Babak Terakhir Tanpa Kekalahan
Ludus01


LUDUS - Di ujung turnamen yang berlangsung di Danat Hotel Resort, Al Ain, Uni Emirat Arab, Kamis (15/5), kontingen catur Indonesia menutup babak kesembilan Asian Individual Chess Championship 2025 dengan catatan manis: tak satu pun pecatur kita yang kalah.
Enam pecatur putra dan lima pecatur putri Indonesia semuanya menampilkan perlawanan sengit—empat di antaranya bahkan menutup laga dengan kemenangan. Sisanya, bertahan dalam pertarungan panjang yang berujung remis. Barangkali ini bukan klimaks yang penuh sorak-sorai medali, namun jelas ini bukan akhir yang layak dicibir.

Di sektor putra, Grandmaster (GM) Susanto Megaranto menjadi penampil terbaik Indonesia. Di babak penutup, ia mengalahkan FM Chinguun Sumiya dan menyelesaikan turnamen dengan 5,5 poin dari 9 babak, cukup untuk bertengger di peringkat 29 dari 154 peserta. Sungguh performa impresif, terutama jika kita ingat bahwa ia memenangi tiga babak terakhir secara beruntun.
Namun sebagaimana diakui oleh manajer tim Kristianus Liem, performa Susanto menyimpan satu noktah yang mungkin akan menghantui: kekalahan di babak keenam dari IM Bai Adelard dari Taiwan, padahal dalam posisi unggul. Kesalahan itu datang bukan dari strategi lawan, melainkan dari ambisi Susanto sendiri untuk menang cepat, karena melihat waktu berpikir lawannya tersisa dua detik. Ia lupa bahwa setiap langkah mendapatkan tambahan 30 detik. Fatal. Di papan catur, kesabaran adalah separuh kemenangan.

Andai saja Susanto menang di babak keenam, total 6,5 poinnya bisa mengantarnya ke 10 besar dan tiket ke Piala Dunia Catur. Namun seperti yang dituturkan Kristianus dengan getir, “Kalau posisi unggul ya harus tenang dan main sabar. Bukan malah jadi kalap.”

Sementara itu, IM Arfan Aditya Bagus mencatat kemenangan penting atas IM Muthaiah Al (2487) dan finis dengan 5 poin di peringkat 64, disusul oleh IM Gilbert Elroy Tarigan yang menekuk CM Matyakubov Miraziz dan menutup turnamen dengan 4,5 poin di posisi 70.
Dua hasil remis datang dari IM Setyaki Azarya Jodi dan IM Firman Syah Farid, masing-masing bermain imbang melawan GM Siddharth Jagadeesh dan IM Audi Ameya. Adapun GM Novendra Priasmoro menang atas FM Nikookar Mahdi, walau total poinnya hanya 4 dan peringkatnya pun harus puas di posisi 106.
Secara keseluruhan, performa rating menunjukkan bahwa tiga dari enam pecatur putra mengalami kenaikan: Susanto (+6,4), Arfan (+2,3), dan Farid (+1,6). Sebaliknya, Jodi (-5,1), Gilbert (-0,6), dan Novendra (-11,7) harus rela kehilangan angka. Dalam kata-kata tajam manajer tim: “Yang naik rating-nya, artinya main di atas levelnya. Yang turun, main di bawah. Gitu aja,” beber Kristianus.

Di sektor putri, semua laga berakhir remis, namun tak berarti tanpa makna. WIM Ummi Fisabilillah mencatat hasil imbang kontra WIM Chitlange Sakshi, dan dengan 5 poin dari 9 babak, ia finis sebagai pecatur Indonesia terbaik di nomor putri, ranking ke-28 dari 100 peserta. Pencapaian yang lebih impresif lagi: Ummi satu-satunya pecatur putri Indonesia yang menaikkan rating—dan langsung sebesar 38 poin!
Empat rekannya harus puas dengan hasil kurang menguntungkan di sisi rating. IM Medina Warda Aulia (peringkat 48, -21,6 poin), WIM Chelsie Monica Sihite (49, -15,6 poin), WGM Citra Dewi Ardhiani Anastasia (70, -43,8 poin), dan WIM Laysa Latifah (71, -61,4 poin) semua kehilangan pijakan atas standar yang mereka punya.
Dari sini terlihat ironi: tak ada yang kalah, tetapi tak semua bisa disebut menang. Apalagi bila dibandingkan dengan harapan dan reputasi.

WIM Ummi Fisabilillah dan WIM Laysa Latifah bersama manajer tim Kristianus Liem (Foto: Kristianus Liem)
Kristianus Liem, dengan gaya lugas, mencatat kekeliruan mendasar para pemain. “Itu kan Susanto yang salah konyol. Ummi juga salah konyol lupa. Itu karena pada maunya kebut semalam. Padahal catur ya seperti olahraga lain: harus latihan tiap hari. Ketika mau tanding tinggal persiapan ringan. Tapi anak-anak kita justru pas mau tanding baru pontang-panting minta latihan. Di papan malah kacau,” katanya.
Evaluasinya tak berhenti di situ. Ia menyatakan bahwa Percasi tak akan ragu menyegarkan tim bila para senior enggan bercermin. “Kalau gak mau bercermin ya nanti Percasi gak pake lagi. Ganti yang muda-muda. Pecatur junior kita kan udah mulai unjuk gigi. Shafira itu lho, juara zona 3.3 kemarin.”
Dari Al Ain, pesan paling keras justru datang dari papan: bahwa disiplin dan konsistensi lebih menentukan daripada bakat dan nama besar semata. Catur tak mengenal ampun bagi yang lengah. Turnamen ini menjadi cermin besar, dan setiap pemain harus berani menatapnya.
Asian Individual Chess Championship 2025 telah selesai. Tiket Piala Dunia memang tak berhasil diraih, tapi pelajaran besar telah dituliskan. Tinggal kini, siapa yang bersedia membacanya—dan belajar.
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!