Jakarta Menari di Udara: Dunia Datang ke Indonesia Arena dalam 53rd FIG Artistic Gymnastics World Championships 2025

Ludus01

Foto/JAGOC

LUDUS - Jakarta bersiap menjadi panggung di mana tubuh-tubuh manusia melayang, berputar, lalu berhenti di udara, menantang gravitasi, menantang dirinya sendiri. Hari ini, Minggu, 19 Oktober 2025, cahaya lampu di Indonesia Arena akan menyala bukan untuk konser musik atau laga basket, melainkan untuk sebuah pertunjukan yang lebih halus dan menegangkan: 53rd FIG Artistic Gymnastics World Championships.

Foto/JAGOC

Foto/JAGOC

Untuk kali pertama dalam sejarah, kejuaraan dunia gimnastik artistik digelar di Asia Tenggara. Lebih dari 400 atlet dari 73 negara akan bertarung di udara, sementara 1.200 orang terakreditasi, pelatih, ofisial, dan relawan, akan mengisi ruang di belakang panggung, memastikan segalanya berjalan dengan presisi nyaris matematis.

Namun di antara mereka semua, delapan nama dari Indonesia berdiri dengan dada yang tak sepenuhnya tenang. Delapan atlet Merah Putih akan menjadi saksi sekaligus pelaku dari momen bersejarah itu. Ada Abiyu Raffi, Muhammad Aprizal, Satria Tri Wira Yudha, Agung Suci Tantio Akbar, Joseph Judah Hatoguan, serta tiga atlet putri: Alarice Mallica Prakoso, Salsabilla Hadi Pamungkas, dan Larasati Rengganis. Delapan tubuh muda yang telah berbulan-bulan hidup di antara busa dan besi, menimbang ulang setiap gerakan, menata napas dan keberanian.

Foto/JAGOC

Foto/JAGOC

“Sejauh ini, saya sudah cukup siap karena kami persiapan dari tahun lalu. Sudah ke Jepang, Rusia, habis dari training camp juga langsung kompetisi. Di situlah kami mendapatkan mental bertanding,” ucap Abiyu Raffi, suaranya tenang namun matanya menyimpan ketegangan yang hanya dimiliki mereka yang tahu betul artinya jatuh dari ketinggian.

Foto/JAGOC

Foto/JAGOC

Bagi Satria Tri Wira Yudha, latihan bukan hanya soal mengulang gerakan. Ada banyak pengalaman yang ia bawa pulang dari pelatnas dan training camp di luar negeri, terutama mengenal alat. “Salah satunya bisa coba alat baru karena di gimnastik itu banyak alatnya. Beda merek, beda tipenya. Saya juga sangat termotivasi karena ini pertandingan bergengsi dan Indonesia jadi tuan rumah,” ujarnya.
Foto/JAGOC

Foto/JAGOC

Sementara itu, Joseph Judah Hatoguan, yang sempat absen karena alasan kesehatan, menyebut kejuaraan dunia ini sebagai mimpi yang kembali hidup. “Sebenarnya ada sedihnya juga. Saya mau melakukan yang terbaik, tapi enggak bisa karena ada peraturan kode poin baru. Sedangkan saya masih rangkaian enam bulan lalu,” katanya, jujur. Di balik kekuatan otot dan keindahan gerak, ada juga kisah kecil tentang manusia yang berjuang menyesuaikan diri dengan dunia yang terus berubah, bahkan di dalam sistem penilaian olahraga.

Foto/JAGOC

Foto/JAGOC

Agung Suci Tantio Akbar melihat ajang ini dengan semangat nostalgia. “Persiapan sudah maksimal, apalagi WCH (world championship) ajang besar pertama saya setelah Asian Games 2018. Soal motivasi, kami sudah beberapa kali bertemu sama atlet-atlet hebatnya,” ucapnya.

Foto/JAGOC

Foto/JAGOC

Muhammad Aprizal, yang baru pulang dari training camp di Rusia selama tiga minggu, lebih tenang menatap tantangan. “Secara teknik, cara pengambilan gerakan sih sama. Tapi (bedanya) lebih pada jam terbang. Sekarang sudah tahapan akhir, tinggal matangkan gerakan,” ujarnya.

Di balik sorotan dunia, Bidang Pembinaan dan Prestasi FGI, Hesti Diwayanti, bekerja dalam diam namun tegas. Mantan pesenam nasional itu tahu betul betapa rumitnya menimbang tubuh dan kesiapan mental seorang atlet. “Atlet-atlet yang akan tampil merupakan hasil review komprehensif dan keputusan kolektif Tim Binpres, terdiri dari Tim Analisis, Komite Teknis MAG dan WAG, serta Tim Dokter dan Medis Pelatnas,” ujarnya.

Foto/JAGOC

Foto/JAGOC

Hasil akhirnya melibatkan penyesuaian penting di bagian putri: Larasati Rengganis menggantikan Ameera Rahmajanni Hariadi di sektor putri, sementara Joseph Judah Hatoguan menempati posisi baru di sektor putra. Semua berdasarkan data performa, kondisi fisik, dan kesiapan mental.

“Berdasarkan pemeriksaan terakhir, memang ada atlet yang masih direkomendasikan menjalani proses rehabilitasi agar pulih optimal dan dapat kembali berkompetisi. Ketika atlet tampil, ia harus menyiapkan diri secara holistik,” tambah tim medis Gimnastik Indonesia.

Di luar arena latihan, Indonesia tengah berpesta dalam kesibukan yang megah. FIG, federasi senam dunia, menyebut persiapan Jakarta sebagai salah satu yang terbaik dalam sejarah penyelenggaraan kejuaraan dunia.

“Kejuaraan ini menjadi tonggak sejarah penting karena ini adalah Kejuaraan Dunia Gimnastik Artistik pertama yang digelar di Asia Tenggara,” kata Morinari Watanabe, Presiden FIG. “Kejuaraan ini tak hanya akan memberikan warisan bagi perkembangan olahraga gimnastik, namun juga menjadi upaya untuk mengurangi potensi masalah terkait biaya jaminan kesehatan di kalangan lansia.”

Foto/JAGOC

Foto/JAGOC

Ada nada filosofi dalam pernyataan Watanabe, bahwa tubuh yang lentur dan kuat sejak muda adalah investasi panjang bagi bangsa. Tubuh-tubuh muda di atas palang kuda atau gelang-gelang besi itu bukan sekadar atlet, mereka metafora tentang ketahanan.

Sementara Nicolas Boumpane, Sekretaris Jenderal FIG, berbicara lebih konkret: “Kualitas penyelenggaraan yang diberikan Indonesia luar biasa. Ada 1.200 orang yang terakreditasi dan 73 negara yang berpartisipasi dalam event ini. LOC telah bekerja keras. Lihat saja kondisi saat ini. Luar biasa apa yang telah dikerjakan Indonesia, Federasi Gimnastik, dan LOC. Kami sangat senang sekali.”

Di ruang yang sama, Ita Yuliati, Ketua Umum Federasi Gimnastik Indonesia (FGI), berbicara dengan nada penuh kebanggaan.
“Kami bangga dan terhormat dipercaya menjadi tuan rumah Kejuaraan Dunia Gimnastik Artistik ke-53. Ini momentum berharga untuk menunjukkan bahwa Indonesia mampu menyelenggarakan event kelas dunia, sekaligus mendorong kemajuan olahraga gimnastik nasional,” ujarnya.

Ia paham benar, sejarah tak hanya tercipta dari podium, tetapi juga dari kesiapan menyambut dunia. FGI memastikan setiap detail, dari sistem kompetisi, fasilitas arena, hingga protokol keselamatan, berjalan sesuai standar FIG. “Kami ingin seluruh atlet, ofisial, dan undangan lainnya merasa aman dan nyaman selama berada di Indonesia. Tujuannya agar atlet bisa fokus memberikan yang terbaik dan menciptakan prestasi luar biasa,” katanya.

Lebih jauh, Ita berharap kejuaraan dunia ini tak berhenti di gegap gempita seremoni. “Kejuaraan ini akan menjadi warisan positif bagi perkembangan gimnastik di Indonesia. Tidak hanya untuk prestasi, tetapi juga untuk menumbuhkan budaya sportivitas, kerja keras, dan kebanggaan bangsa.”

Jakarta Gymnastics 2025 bukan sekadar kejuaraan dunia. Ia adalah ujian bagi generasi baru Indonesia untuk memperlihatkan sesuatu yang selama ini hanya bisa mereka lihat di layar kaca, tubuh-tubuh dari Amerika, Jepang, atau Rusia yang melayang sempurna, berhenti seolah waktu tunduk di udara.

Foto/JAGOC

Foto/JAGOC

Kini giliran Indonesia menjadi pusat dunia. Dan delapan nama itu, dengan keringat, luka, dan mimpi mereka sendiri, akan melompat, berputar, lalu mendarat, semoga dengan senyum.

Karena dalam senam artistik, seperti halnya dalam hidup, keindahan bukan hanya soal bagaimana seseorang melayang. Tapi juga tentang bagaimana ia mampu berdiri tegak kembali setelah jatuh.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!