Enam Medali dari Nakhon Ratchasima: Cerita Indonesia di Kejuaraan Dunia Para Tenis Meja

Ludus01

LUDUS - Di kota yang kerap diselimuti panas tropis dan debu tipis dari dataran tinggi Korat, enam keping medali dibawa pulang tim para tenis meja Indonesia dari ajang dunia. Mereka datang sebagai peserta try out, dan pulang sebagai pembawa harapan.

Tim Indonesia. Foto/NPC Indonesia

Tim Indonesia. Foto/NPC Indonesia

ITTF World Para Elite 2025 yang digelar pada 18–22 Juli di Nakhon Ratchasima, Thailand, bukanlah turnamen biasa. Di sini berkumpul para atlet terbaik dunia, termasuk peraih medali emas Paralimpiade Paris 2024. Tapi justru di panggung megah itulah, nama-nama Indonesia kembali bergema.

Satu medali emas, satu perak, dan empat perunggu menjadi hasil yang tak bisa dianggap remeh. “Ini progres yang signifikan dibandingkan tahun lalu,” ujar Andre Gunaya, pelatih para tenis meja Indonesia, Kamis (24/7). Ia tak menyembunyikan kebanggaannya, terlebih karena beberapa hasil datang dari kejutan manis.

Adyos Astan/Yayang Gunaya, pasangan ganda putra kelas 8 ini membuat kejutan dengan menyingkirkan Kim Jung Gil/Kim Young Gun, peraih medali emas Paralimpiade Paris, di babak semifinal. Foto/NPC Indonesia

Adyos Astan/Yayang Gunaya, pasangan ganda putra kelas 8 ini membuat kejutan dengan menyingkirkan Kim Jung Gil/Kim Young Gun, peraih medali emas Paralimpiade Paris, di babak semifinal. Foto/NPC Indonesia

Kejutan terbesar? Barangkali kemenangan Adyos Astan/Yayang Gunaya. Pasangan ganda putra kelas 8 ini membuat kejutan dengan menyingkirkan Kim Jung Gil/Kim Young Gun, peraih medali emas Paralimpiade Paris, di babak semifinal. Hasil itu mengantar Adyos/Yayang meraih medali perak, yang terasa seperti emas, jika melihat bobot lawan yang mereka singkirkan.

Medali emas datang dari nomor ganda campuran kelas 20. Komet Akbar, yang berpasangan dengan Olga Gorshkaleva dari Rusia, tampil bak angin deras yang melibas segala hambatan. Pasangan lintas negara ini menjadi duet maut yang tak terbendung hingga partai puncak.

Foto/NPC Indonesia

Foto/NPC Indonesia

Komet sendiri menegaskan kiprahnya bukan hanya dalam satu nomor. Ia meraih dua medali perunggu lainnya, satu dari nomor tunggal putra kelas 10, satu lagi dari ganda putra kelas 18, bersama Banyu Tri Mulyo. Banyu pun tak kalah gemilang. Selain bersama Komet di nomor ganda, ia juga menggenggam medali perunggu dari tunggal putra kelas 8.

Banyu Tri Mulyo meraih medali perunggu di nomor tunggal putra kelas 8. Foto/NPC Indonesia

Banyu Tri Mulyo meraih medali perunggu di nomor tunggal putra kelas 8. Foto/NPC Indonesi

Tambahan satu perunggu lagi datang dari pasangan Muhammad Alfigo Dwi Putra yang berduet dengan Kim Bogyeom dari Korea Selatan, di nomor ganda putra kelas 22. Bagi Indonesia, kombinasi duet lokal dan lintas negara ini membuka kemungkinan strategi baru.

Muhammad Alfigo Dwi Putra yang berduet dengan Kim Bogyeom dari Korea Selatan berhasil meraih medali perunggu di nomor ganda putra kelas 22. Foto/NPC Indonesia

Muhammad Alfigo Dwi Putra yang berduet dengan Kim Bogyeom dari Korea Selatan berhasil meraih medali perunggu di nomor ganda putra kelas 22. Foto/NPC Indonesia

Di balik raihan medali, tersimpan cerita kerja keras dan evaluasi. "Keberhasilan Adyos/Yayang mengalahkan peraih emas Paralimpiade Paris adalah progres di luar dugaan," ujar Andre Gunaya lagi. Ia juga menyebut capaian Komet dan Banyu ke semifinal sebagai bukti kemajuan teknik dan mental.

Leli Marlina, meski belum meraih medali, disebutkan sang pelatih berhasil menumbangkan atlet peringkat delapan dunia, Kang Oejeong, di tunggal putri kelas 5. “Semuanya punya kans ke Asian Para Games 2026 di Nagoya,” kata Andre. Ia menyebut nomor ganda putra kelas 8 dan 18 sebagai sektor yang paling menjanjikan. “Karena persaingannya merata, dan kita sering juara di single event juga.”

Leni Marlina. Foto/NPC Indonesia

Leni Marlina. Foto/NPC Indonesia

Kepada wartawan, Adyos Astan mengakui atmosfer kejuaraan kali ini sangat ketat. “Ada dari Brasil dan Rusia yang bagus-bagus. Kita cukup kaget, beberapa yang dulunya di bawah kita, sekarang sudah bisa bersaing,” ucapnya.

Ia bersyukur dengan medali perak di nomor ganda, tapi tak menutup evaluasi untuk tunggal. “Kalau bicara target, saya harus katakan di single belum tercapai. Tapi di double, kita malah melampaui, apalagi bisa kalahkan finalis Paralimpiade Paris,” kata Adyos, suaranya mengandung semangat dan sedikit getir.

Foto/NPC Indonesia

Foto/NPC Indonesia

Komet Akbar dan kawan-kawan belum selesai. Di depan mata, sudah menanti panggung Asia di Beijing, Cina, 14–18 Oktober mendatang. Di sana, mereka akan melakukan uji tanding. Dan dari Nakhon Ratchasima, para atlet ini telah membawa pulang lebih dari sekadar enam keping logam. Mereka membawa pulang kemungkinan.

Foto/NPC Indonesia

Foto/NPC Indonesia

Hasil Tim Indonesia di ITTF World Para Elite 2025:

1 Medali Emas

  • Komet Akbar/Olga Gorshkaleva (Nomor Ganda Campuran Kelas 20)

1 Medali Perak

  • Adyos Astan/Yayang Gunaya (Ganda Putra Kelas 8)

4 Medali Perunggu

  • Komet Akbar (Nomor Tunggal Putra Kelas 10)
  • Banyu Tri Mulyo (Tunggal Putra kelas 8)
  • Komet/Banyu Tri (Nomor Ganda Putra Kelas 18)
  • Muhammad Alfigo Dwi Putra/Kim Bogyeom (Nomor Ganda Putra Kelas 22)

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!