Erick Thohir Kirim Pesan Tegas Jelang Duel Lawan China: Ini Martabat Bangsa!

Ludus01

Foto: PSSI
Foto: PSSI

Foto: PSSI

LUDUS - Ada yang lebih besar dari sekadar sepak bola. Dan itu terasa betul ketika Erick Thohir, Ketua Umum PSSI, menerima kabar bahwa wakil pemerintahan China akan hadir langsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (5/6).

Pertandingan lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia ini bukan hanya soal tiga poin atau klasemen. Ini tentang martabat. Tentang bagaimana negara lain, bahkan sebesar China, memandang pertandingan melawan Indonesia bukan sebagai laga biasa, melainkan sebagai agenda penting kenegaraan.

"Ya, saya sudah dikabarkan, China secara resmi sudah mengajukan surat akan mengirim wakil pemerintahannya. Mereka nilai pertandingan lawan Timnas merupakan laga serius, jadi kita sendiri juga harus lebih serius dengan target menang. Sepak bola sudah menjadi bagian dari martabat bangsa," ujar Erick dengan nada tegas selepas jumpa media di Stadion Madya, Senayan, Senin (2/6).

"Kalau mereka serius, maka kita harus lebih serius lagi. Ini soal kehormatan. Sepakbola sudah jadi bagian dari martabat bangsa, maka kita pasti serius untuk menjaga kehormatan dan martabat bangsa kita"
Foto: PSSI

Foto: PSSI

Tak ada yang sepele saat ribuan pasang mata—termasuk perwakilan pemerintah negara adidaya—menyaksikan perjuangan sebelas anak bangsa di lapangan hijau. Dan sejarah mengajarkan, kehormatan bukan sesuatu yang bisa dijaga dengan setengah hati.

Erick mengenang momen sulit Maret lalu, ketika Indonesia harus menelan kekalahan dari Australia. Kala itu, tekanan datang dari segala arah. Tapi lima hari kemudian, tim nasional bangkit. Menang atas Bahrain. Membuktikan bahwa kekalahan bukan akhir, melainkan peringatan.

“Kalau dulu kita bisa, sekarang kita harus lebih bisa. Lawan China, target kita jelas: menang,” katanya lugas.

Foto: PSSI

Foto: PSSI

Namun sepak bola bukan hanya milik para pemain. Ia juga milik para suporter—para penjaga semangat yang tak pernah absen memberi nyawa pada tribun stadion. Dan suporter Indonesia, dalam banyak kesempatan, telah menjelma menjadi daya tarik dunia.

Lihatlah bagaimana tribun GBK berubah jadi panggung seni kolektif. Ada Gundala versus Godzilla saat menjamu Jepang. Ada Garuda raksasa mengepakkan sayapnya saat menghadapi Bahrain. Kreativitas dan cinta pada negeri tumpah ruah jadi sorak dan koreografi.

Namun cinta juga harus tahu batas. Dalam pertandingan melawan Bahrain lalu, sempat muncul noda: tindakan rasisme yang tak sepatutnya terjadi. FIFA tak tinggal diam. Sanksi dijatuhkan—denda 400 ratus juta rupiah, juga pengurangan kuota penonton hingga 15 persen.

Itu pelajaran. Dan Erick tak ingin kita mengulang kesalahan yang sama.

"Kita harus jadi tuan rumah yang baik," ujarnya. "Kalau kita bisa menyambut supporter dari Arab Saudi, Jepang, Australia, dan Bahrain, maka untuk China pun kita harus sambut dengan cara yang sama—dengan hormat."

Sebanyak 3.000 pendukung China diperkirakan akan hadir langsung ke SUGBK. Angka itu bukan ancaman, melainkan tanggung jawab. Tanggung jawab kita semua—bahwa di tengah gegap gempita dan semangat membara, masih ada ruang besar untuk menghargai, menghormati, dan menunjukkan jati diri bangsa yang beradab.

Foto: PSSI

Foto: PSSI

"Sepak bola tidak boleh ada diskriminasi," kata Erick lagi, kali ini dengan penekanan lebih kuat. "Baik itu lawan tim luar negeri, tim nasional, ataupun antar kita sendiri di Liga. Tak boleh ada acara yang menjatuhkan sesama anak bangsa."

Di atas lapangan, para pemain akan bertarung menjaga harga diri negeri. Di tribun, ribuan suporter akan menyanyikan lagu-lagu cinta pada Merah Putih. Dan di antara semuanya, ada satu harapan: bahwa malam itu di Jakarta bukan hanya soal siapa yang menang, tapi soal siapa yang menunjukkan bahwa bangsa ini besar bukan karena teriakannya paling lantang, tapi karena hormatnya paling dalam.

Karena sepak bola, seperti kata Erick, bukan sekadar pertandingan. Ia adalah martabat bangsa. Dan kita semua penjaganya. (*)

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!