Keberuntungan di Paris: Debut Alwi Farhan di Kejuaraan Dunia BWF 2025 Usai Mundurnya Viktor Axelsen, Misi Mengulang Emas Tunggal Putra Indonesia
Ludus01

LUDUS - Kabar itu datang dari Denmark, dari seorang juara dunia yang sudah terbiasa berdiri di puncak podium. Viktor Axelsen, peraih emas Olimpiade Tokyo 2020, raksasa bulutangkis tunggal putra, mengumumkan bahwa ia tak akan ikut bertarung di Kejuaraan Dunia Bulutangkis 2025 yang digelar 25–31 Agustus di Paris, Prancis. Lewat unggahan singkat di media sosial, juara dunia 2017 dan 2022 ini, mengakui tubuhnya masih butuh waktu untuk pulih, punggungnya baru saja dioperasi pada April lalu. Satu kalimat ringkas dari sang juara, cukup untuk menutup pintu ke ajang terbesar musim ini.

Foto/olympic.com
Keputusan itu membuka jalan bagi satu nama muda dari Indonesia. Alwi Farhan, yang selama ini menempati urutan pertama daftar tunggu, menerima kabar gembira pada Jumat (8/8) siang. Undangan resmi pun mendarat, memastikan ia akan mengawali debut di panggung Kejuaraan Dunia, sebuah kesempatan yang datang cepat, mungkin lebih cepat dari yang ia bayangkan.
“Alhamdulillah bersyukur dan sangat senang, tidak menyangka bisa bermain di Kejuaraan Dunia,” kata Alwi, nada suaranya diwarnai antara tak percaya dan bersemangat. “Excited karena pertama kali, tapi tetap semua perasaannya harus dikontrol. Saya akan memaksimalkan kesempatan ini, mengambil pengalaman sebanyak-banyaknya.”

Foto/Dok. PB PBSI
Hanya satu setengah minggu tersisa sebelum Paris. Alwi menyebutnya “waktu yang cukup” untuk mempersiapkan diri. Ia tahu bahwa ketidakpastian sebelumnya, main atau tidak, sudah selesai. “Sekarang set pikirannya lebih jelas. Kemarin-kemarin masih mengambang, sekarang sudah diputuskan. Jadi fokusnya harus ditingkatkan,” ujarnya.
Sebelum kedatangan Alwi, Indonesia telah memiliki 11 wakil di Paris. Dua tunggal putra, Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie. Dua tunggal putri, Gregoria Mariska Tunjung dan Putri Kusuma Wardani. Tiga pasangan ganda putra, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, Sabar Karyaman Gutama/Moh Reza Pahlevi Isfahani, dan Leo Rolly Carnando/Bagas Maulana. Dua ganda putri, Febriana Dwipuji Kusuma/Amallia Cahaya Pratiwi dan Lanny Tria Mayasari/Siti Fadia Silva Ramadhanti. Serta dua pasangan ganda campuran, Jafar Hidayatullah/Felisha Alberta Nathaniel Pasaribu dan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari.
Rekor terakhir di panggung ini masih hangat dalam ingatan. Di Kejuaraan Dunia 2023, Merah-Putih membawa pulang satu medali perak lewat duet Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti. Tahun ini, dengan wajah-wajah lama dan satu debutan muda, cerita itu siap ditulis ulang.
Kejuaraan Dunia Bulutangkis bukanlah turnamen biasa. Sejak pertama kali digelar pada 1977 di Malmo, Swedia, ajang ini menjadi titik puncak tahunan (dan di era awal, dua tahunan) yang mempertemukan para juara dari tiap benua. Bagi banyak pemain, memenangi Kejuaraan Dunia berarti menorehkan mahkota karier yang sejajar, bahkan kadang lebih prestisius, dari medali emas Olimpiade.
Sejarah panjang nomor tunggal putra Indonesia di Kejuaraan Dunia BWF menyimpan deretan nama yang pernah menggetarkan panggung bulu tangkis dunia. Sejak kejuaraan ini digelar pada 1977, enam kali bendera Merah Putih berkibar tertinggi di sektor ini. Rudy Hartono menjadi pelopor, meraih gelar juara dunia pada 1980 di Jakarta, sebuah momen istimewa yang berlangsung di tanah kelahirannya. Tiga tahun kemudian, 1983 di Kopenhagen, giliran Icuk Sugiarto yang naik podium tertinggi, setelah di final menundukkan kompatriotnya sendiri, Liem Swie King.
Satu dekade berselang, 1993, Joko Suprianto menyusul, lagi-lagi lewat final sesama Indonesia melawan Hermawan Susanto. Dua tahun berikutnya, 1995 di Lausanne, Harianto Arbi mengatasi Park Sung-woo dari Korea Selatan untuk memastikan gelar keempat bagi negeri ini. Lalu di 2001, Hendrawan menambah daftar juara setelah menaklukkan Peter Gade di Seville.

Foto/bwfbadminton.com
Puncak kejayaan terakhir datang pada 2005 di Anaheim, kala Taufik Hidayat, dalam permainan yang nyaris tanpa cela, menaklukkan Lin Dan. Sejak itu, gelar emas tunggal putra tak lagi mampir ke Indonesia. Namun jejak prestasi tetap terjaga: Tommy Sugiarto meraih perunggu di 2014, disusul kiprah Anthony Ginting dan Jonatan Christie yang terus mengibarkan asa, meski belum menembus puncak podium.
Dalam peta itulah, Alwi Farhan kini melangkah. Anak muda kelahiran 2005 ini baru dua tahun lalu menjadi juara dunia junior, Macao Open 2025, sebuah gelar yang dulu juga pernah disandang Taufik Hidayat pada 1997. Bedanya, Alwi harus melangkah di era yang lebih padat persaingan, di mana jarak peringkat dunia makin tipis dan teknologi analisis pertandingan membuat nyaris tak ada rahasia di antara pemain papan atas.

Foto/Dok. PB PBSI
Melawan para pemain papan atas dunia di Paris bukan sekadar urusan fisik. Ini adalah ujian mental, teknik, dan keberanian. Di hadapan lawan yang nyaris tak memiliki celah, mulai dari juara dunia bertahan hingga peraih gelar-gelar besar, Alwi akan dipaksa keluar dari zona nyamannya. Setiap pukulan yang terlalu datar bisa menjadi santapan smash mematikan. Setiap jeda konsentrasi bisa mengubah arah sebuah gim.
Paris 2025, edisi ke-29 Kejuaraan Dunia, datang sebagai kesempatan serta pengingat: sejarah menunggu penulis barunya. Alwi Farhan, yang kini melangkah lewat pintu yang dibuka oleh mundurnya seorang pemain besar, memasuki peta itu dengan tekanan dan harapan sekaligus, sebuah titik mula yang, jika ditunaikan dengan matang, bisa menjadi cikal bakal bab berikutnya dalam saga tunggal putra Indonesia.

Grafis/Pipis Fahrurizal/LUDUS.id
Di dunia olahraga, kesempatan sering datang tanpa pemberitahuan panjang. Alwi menerima undangan pada Jumat (8/8) ini; ia punya satu setengah minggu untuk mengubah rasa terkejut menjadi kesiapan. Paris, bagi Alwi Farhan, bisa jadi akan mengubah yang tak mungkin akan menjadi mungkin.
Dan, di situlah saatnya Alwi Farhan akan naik podium. Karena seperti halnya setiap juara sebelumnya, semua dimulai dari satu pertandingan, satu keberanian, dan satu keyakinan bahwa sejarah selalu menunggu penulis barunya.

Foto/Dok. PB PBSI
Juara Tunggal Putra Indonesia di Kejuaraan Dunia Bulutangkis dari Tahun ke Tahun
- 1980 (Jakarta, Indonesia): Rudy Hartono
- 1983 (Kopenhagen, Denmark): Icuk Sugiarto
- 1993 (Birmingham, Inggris): Joko Suprianto
- 1995 (Lausanne, Swiss): Hariyanto Arbi
- 2001 (Sevilla, Spanyol): Hendrawan
- 2005 (Anaheim, Amerika Serikat): Taufik Hidayat
- 2025 (Paris, Prancis): ?
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!