
Dari Indonesia Raya hingga Tanah Airku, nyanyian di stadion bukan sekadar hiburan. Tapi apakah ia juga harus dihitung sebagai komoditas hak cipta?

Foto/PSSI
LUDUS - Keriuhan soal royalti lagu kebangsaan di stadion membuat publik gaduh. Ketua Umum PSSI Erick Thohir bersama Menteri Hukum Supratman Andi Agtas memastikan regulasi jalan, tanpa mengurangi makna persatuan lewat nyanyian Indonesia Raya hingga Tanah Airku di tribun sepak bola.
Keriuhan sempat menggema bukan hanya di stadion, tetapi juga di ruang publik. Bukan karena sorakan gol atau protes wasit, melainkan akibat sebuah pernyataan: lagu-lagu yang biasa dinyanyikan di pertandingan sepak bola, mulai dari Indonesia Raya, Tanah Airku, hingga lagu perjuangan lain, disebut masuk dalam aturan hak cipta dan karenanya harus dibayar royalti.
Bagi banyak orang, wacana itu terdengar janggal. Bagaimana mungkin nyanyian yang lahir dari rahim perjuangan bangsa, yang puluhan tahun menjadi gema di tribun, kini diperlakukan sebagai komoditas berbayar?

Di Stadion Gelora Bung Karno, misalnya, ada momen yang tak ternilai. Puluhan ribu suporter berdiri, dada membusung, menyanyikan Indonesia Raya. Ada yang merinding, ada yang meneteskan air mata. Lagu di stadion bukan sekadar hiburan. Ia adalah perekat, pemantik, sekaligus gema persatuan.
Di tengah riuh debat itu, Erick Thohir melangkah cepat. Senin, 18 Agustus 2025, ia menemui Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Jakarta.
“Dalam bernegara, semua ada aturannya,” ujar Erick setelah pertemuan. “Saya tegaskan, PSSI mendukung penuh kebijakan pemerintah. Pak Menteri juga menyampaikan bahwa lagu-lagu kebangsaan jelas sudah menjadi domain publik, sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi.”

Foto/PSSI
Erick menegaskan, koordinasi dengan pemerintah penting agar sepak bola nasional tidak salah langkah. Ia ingin euforia di stadion tetap berjalan, tapi dengan tata kelola yang menghargai musisi. “Contohnya, saat PSSI berkolaborasi dengan God Bless membawakan Rumah Kita. Itu semua dilakukan dengan proses yang jelas, kami libatkan langsung pemilik karya. Karena saya percaya, para pencipta lagu harus mendapatkan apresiasi yang layak,” katanya.
Sebagai bentuk nyata apresiasi, Erick berencana menemui keluarga almarhumah Ibu Sud, pencipta lagu Tanah Airku, yang kerap dinyanyikan suporter maupun pemain timnas.

Foto/PSSI
”Insya Allah beberapa saat ke depan kami bersama Menteri Hukum akan menemui keluarga Ibu Sud. Kita ingin memberikan penghormatan atas karya beliau yang begitu abadi, sekaligus mengingatkan bahwa para pahlawan pencipta lagu juga punya kontribusi besar yang tidak boleh dilupakan,” tegas Erick.
Baginya, lagu perjuangan dan kebangsaan adalah sumber energi kolektif. “Ketika pemain menyanyikan Tanah Airku di lapangan, euforianya luar biasa. Bahkan ada yang sampai meneteskan air mata. Lagu-lagu seperti ini bukan sekadar hiburan, tetapi menjadi pemersatu bangsa. Karena itu, mekanisme penggunaannya harus kita jalani secara benar dan proporsional.”
Suasana itu bukan isapan jempol. Setiap kali timnas berlaga, “Indonesia Raya” dan “Tanah Pusaka” pasti bergema. Suporter menjawab dengan suara lantang, menciptakan harmoni antara lapangan dan tribune.

Sekretaris Jenderal PSSI, Yunus Nusi, menegaskan nilai emosional itu. “Lagu-lagu kebangsaan ini menjadi perekat dan pembangkit nasionalisme, sekaligus memicu rasa patriotisme bagi anak bangsa ketika menyanyikannya. Menggema di Stadion GBK dengan puluhan ribu suporter, ada yang merinding bahkan ada yang menangis. Itulah nilai-nilai yang terkandung dalam lagu kebangsaan ini,” ujarnya.
Ia mengingatkan, para pencipta lagu kebangsaan menulis bukan untuk royalti, melainkan untuk perjuangan. “Sang pencipta lagu ini dengan ikhlas mempersembahkan dan menciptakannya di tengah perjuangan bangsa untuk memerdekakan diri dari belenggu penjajah. Kami yakin tidak pernah terbersit di benak sang pencipta bahwa lagu ini kelak harus dibayar bila setiap individu atau elemen mana pun menyanyikannya. Mereka menciptakan lagu ini dengan tulus, sebagai lagu perjuangan yang ditujukan untuk anak bangsa, tanpa mengharapkan imbalan.”

Foto/PSSI
Yunus bahkan menilai aturan royalti untuk lagu kebangsaan hanya akan menimbulkan kebingungan. “Sebaiknya aturan ini segera dihapus karena berisik, membuat gaduh, dan tidak produktif,” tegasnya.
Dan, pertemuan Erick Thohir dengan Menteri Hukum menegaskan satu hal: stadion bukan hanya panggung sepak bola, melainkan juga panggung penghormatan karya seni. Dari Indonesia Raya hingga Tanah Airku, dari Rumah Kita hingga yel-yel suporter, setiap nada membawa makna.

Foto/PSSI
Sepak bola bisa melahirkan pahlawan di lapangan. Lagu-lagu bisa melahirkan air mata dan semangat di tribun. Erick seolah ingin memastikan: di balik semua euforia itu, ada aturan yang dijaga, ada musisi yang dihormati, dan ada bangsa yang tetap bersatu lewat nyanyian. (*)
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!