Lenyapnya Harapan Ummi Fisabilillah: Drama Tragis di Asian Individual Chess Championship 2025

Ludus01

WIM Ummi Fisabilillah (kanan) vs WFM Mariya Yakimova dari Rusia (Foto: Percasi)
1
0

“Terlalu banyak variasi yang dipersiapkan, yang keluar malah kelupaan.”

WIM Ummi Fisabilillah (kanan) vs WFM Mariya Yakimova dari Rusia (Foto: Percasi)

WIM Ummi Fisabilillah (kanan) vs WFM Mariya Yakimova dari Rusia (Foto: Percasi)

Kalimat itu meluncur pelan dari bibir Ummi Fisabilillah, tak lama setelah ia meninggalkan papan catur di babak kedelapan Asian Individual Chess Championship 2025 di Al Ain, Uni Emirat Arab, Rabu (14/5). Tak ada nada marah, hanya nada kecewa yang nyaris tak terdengar. Satu kekalahan dari WFM Mariya Yakimova (2260), pecatur Rusia, telah cukup untuk menggugurkan mimpinya: meraih norma Woman Grandmaster dan menjadi WGM keempat Indonesia.

Kalkulasi rating kini tak berpihak padanya. Lawan terakhir di babak kesembilan, WIM Sakshi Chitlange dari India, memiliki rating terlalu rendah untuk mengangkat rerata yang dibutuhkan. Meski Ummi menang esok hari, norma itu tetap tak akan datang. Harapan yang begitu dekat kini sirna—bukan karena lawan terlalu kuat, tapi karena dirinya sendiri tak menemukan jalur yang telah ia hafal.

Di catur, seperti dalam hidup, kadang yang paling menyakitkan bukan kekalahan karena kalah kuat, tapi kalah oleh ketidaktepatan yang datang dari dalam.

Kekalahan itu bukan hanya kehilangan satu poin. Ia adalah benturan langsung dengan batas akhir dari impian yang tengah tumbuh: gelar Woman Grandmaster (WGM) yang selama ini ia kejar dengan penuh dedikasi. Ummi sudah mengoleksi 4½ poin—jalur menuju norma WGM terbuka lebar jika ia mampu mencetak 5½ poin, dengan catatan rata-rata rating lawan tak kurang dari 2320.

Namun kekalahan dari Yakimova membuat perhitungan itu tak lagi mungkin. Lawannya di babak kesembilan, WIM Sakshi Chitlange dari India, hanya memiliki rating 2215—terlalu rendah untuk mengangkat rerata rating keseluruhan ke batas minimum yang ditentukan. Dengan begitu, meski Ummi menang di babak terakhir, norma WGM tetap tidak bisa dicapai.

“Aku main jelek sekali. Variasi yang kupersiapkan malah kelupaan. Terlalu banyak variasi yang kupelajari… tapi yang keluar justru yang tak kuingat.”

SuaraUmmi pelan, nyaris seperti bicara pada dirinya sendiri. Di balik kata-katanya yang jujur itu, tersimpan kelelahan seorang atlet intelektual yang jatuh bukan karena kurang usaha, melainkan karena upayanya justru membelokkan fokus. Dalam dunia catur tingkat tinggi, kesalahan bukan selalu karena lawan lebih kuat—kadang karena benak sendiri yang tak bisa menyaring antara strategi dan kebisingan.

Baca Juga: AICC 2025, Satu Langkah Menuju Sejarah: Ummi Fisabilillah dan Jalan Menuju Gelar WGM

Meski norma WGM kandas di Al Ain, Ummi belum kehabisan harapan. Jalan menuju gelar itu tak hanya lewat norma—salah satu syarat penting lainnya adalah pernah mencapai rating 2300. Hingga babak kedelapan, ia telah menambah 35,2 poin rating, dan kemenangan di babak terakhir masih berarti besar untuk mengejar angka tersebut.

Namun Rabu kemarin itu bukan hanya milik Ummi. Ia bagian dari gambaran yang lebih besar—sebuah hari yang kelam bagi tim putri Indonesia. IM Medina Warda Aulia (2377), pecatur paling senior di skuad, dikalahkan WGM Uurtsaikh Uuriituya (2187) dari Mongolia. WGM Dewi AA Citra (2202) malah tumbang dari Zorigoo Naransolongo (1815), juga dari Mongolia—hasil yang membuat kening berkerut jika menilik selisih rating. WIM Laysa Latifah (2262) juga harus mengakui keunggulan WCM Asal Salimova (2003) dari Uzbekistan. Hanya WIM Chelsie Monica Sihite (2239) yang mencatat hasil remis melawan WFM Enkh-Amgalan Enkhrii (2142), pecatur Mongolia lainnya.

GM Susanto Megaranto (kiri) sejak pembukaan berhasil meredam permainan FM Asrorjon Omonov dari Uzbekistan dan akhirnya menang pada langkah 46 (Foto: Percasi)

GM Susanto Megaranto (kiri) sejak pembukaan berhasil meredam permainan FM Asrorjon Omonov dari Uzbekistan dan akhirnya menang pada langkah 46 (Foto: Percasi)

Di sektor putra, catatan sedikit lebih menggembirakan. GM Susanto Megaranto (2477) dan IM Azarya Jodi Setyaki (2364) menang atas FM Asrorjon Omonov (2387) dari Uzbekistan) dan FM Mahdi Nikookar (2202) dari Iran. Sementara IM Aditya Bagus Arfan (2402) dan IM Farid Firman Syah (2369) bermain remis melawan IM Chen Qi B (2482) dari Cina dan FM Miras Assylov (2249), pecatur Kazakhstan.

Namun dua kekalahan mencolok juga menghiasi: IM Gilbert Elroy Tarigan (2415) ditumbangkan pecatur India GM Pranav V (2621), sedangkan GM Novendra Priasmoro (2437) secara mengejutkan kalah dari FM Shou Otsuka (2339) asal Jepang.

Pecatur putra Indoneia IM Azarya Jodi Setyaki (kiri) mengalahkan FM Mahdi Nikookar dari Iran (Foto: Percasi)

Pecatur putra Indoneia IM Azarya Jodi Setyaki (kiri) mengalahkan FM Mahdi Nikookar dari Iran (Foto: Percasi)

Di papan klasemen sementara setelah delapan babak, GM Susanto Megaranto memimpin kontingen putra Indonesia dengan 4½ poin. Di belakangnya, IM Azarya Jodi Setyaki dan IM Aditya Bagus Arfan membuntuti dengan empat poin. Sementara IM Gilbert Elroy Tarigan dan IM Farid Firman Syah mengantongi 3½ poin, dan GM Novendra Priasmoro mencatatkan tiga poin.

Dari sektor putri, Ummi Fisabilillah juga menjadi yang tertinggi dengan torehan 4½ poin, diikuti Medina Warda Aulia dan Chelsie Monica Sihite yang sama-sama mengoleksi empat poin. WGM Dewi AA Citra dan WIM Laysa Latifah menyusul dengan perolehan 3½ poin.

Satu babak tersisa. Bagi sebagian pemain, ini bukan lagi soal gelar juara, melainkan soal harga diri, peringkat, dan masa depan. Dalam catur, setiap kemenangan bukan sekadar angka, tetapi batu loncatan menuju legitimasi dan impian.

Untuk Ummi Fisabilillah, Al Ain mungkin bukan tempat ia memetik gelar, tetapi bisa jadi tempat ia memupuk ulang ambisi yang sempat patah. Karena kadang, jalan menuju Grandmaster bukan dilalui dengan kemenangan berturut-turut, melainkan dengan kekalahan yang menyadarkan, menguatkan, dan akhirnya membentuknya kembali. (*)

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!