Obat Hati Empat Sekawan EMCO Paint di Punggung Rinjani

Ludus01

Perjalanan empat sekawan EMCO Paint menaklukkan atap Nusa Tenggara Barat

LUDUS - Ada kalanya gunung tidak hanya dipanjat karena rindu ketinggian. Ada kalanya gunung dipilih karena hati sedang butuh obat. Gunung Rinjani, dengan segala kemegahannya, menjadi jawaban itu. Ia bukan sekadar destinasi FOMO pendaki yang ingin pamer foto di media sosial. Ia adalah ruang untuk menenangkan dada, menumpahkan isi kepala, sekaligus menguji daya tahan manusia di hadapan bentang alam yang menakjubkan.

Tak heran, Rinjani yang menjulang 3.726 meter di atas permukaan laut di Nusa Tenggara Barat selalu jadi magnet. Pendaki dari seluruh Indonesia datang, bahkan bule dari berbagai negara menaruhnya dalam daftar “to conquer”. Ketinggian itu sendiri sudah menjadi semacam seleksi alam: ia adalah gunung tertinggi ketiga di Indonesia, hanya kalah dari Puncak Jayawijaya di Papua (4.884 mdpl) dan Gunung Kerinci di Sumatera Barat (3.805 mdpl). Menaklukkan Rinjani ibarat menambahkan satu bintang di dada para pendaki—semacam tiket untuk berani menghadapi gunung-gunung raksasa lain.

Bagi Moch. Ridwan (33 tahun), Amy Priyono (44), Sigit Armadani (35) dan Sandy Prakoso (30), empat sekawan dari PT Mataram Paint (EMCO Paint), pendakian ini adalah penantian. Dari hasil menabung berbulan-bulan, tanggal 29–31 Mei 2025 mereka akhirnya menjejakkan kaki di jalur yang sejak lama dibicarakan: Rute Sembalun. Rute ini terkenal dengan “Bukit Penyesalan”, sebuah nama yang bikin gentar bahkan sebelum kaki benar-benar melangkah. Tapi bagi para pendaki ulung, justru tantangan itu yang membuat perjalanan terasa bermakna.

Menyusuri Jalur, Melawan Takut

Dini hari. Gelap. Suhu menusuk hingga 6°C. Empat sekawan itu memulai perjalanan dari Pelawangan Sembalun menuju Punggunggan. Jalur sempit dan curam terbentang dengan jurang menganga di kiri-kanan. Satu langkah salah saja, bayangan buruk menanti. Ada dorongan untuk menyerah, tapi motivasi menaklukkan Rinjani jauh lebih keras berdentum di dada mereka.

“Bukan hanya sunrise, dari atas sana akan terlihat danau yang cantik, dan di atas sana juga ada kemenangan kita,” begitu isi benak mereka.

Setiap langkah di pasir berdebu yang licin terasa seperti adegan film petualangan. Mereka adalah Indiana Jones yang berburu Hidden Gem, dan gem itu tak lain adalah Danau Segara Anak. Air biru jernih danau itu, yang memantulkan langit dengan tenang, hanya bisa dilihat dalam kemegahan puncak Rinjani.

Segara Anak bukan sekadar panorama. Bagi masyarakat Sasak, ia adalah tempat suci. Karena itu aturan Zero Waste diterapkan ketat di Rinjani: pendaki dilarang membawa makanan dalam kemasan sekali pakai, semua logistik harus dicatat jenis dan jumlahnya, lalu diperiksa kembali saat turun. Aturan ini membuat perjalanan kian menantang, tapi tak seorang pun peduli, karena Segara Anak terlalu indah untuk dilewatkan. Di sekitar danau, pendaki biasanya beristirahat, memancing, atau berendam di sumber air panas alami Air Kalak, sebelum melanjutkan perjalanan pulang lewat Rute Torean.

Puncak: Tangis, Tawa, dan Bendera

Berjam-jam kaki melangkah, akhirnya titik tertinggi Rinjani disambut. Dari puncak, pemandangan Danau Segara Anak tampak seperti lukisan yang tak bisa ditiru. Langit terbentang luas, dan di bawah sana, hamparan alam membuat manusia merasa kecil.

Di situlah selebrasi dimulai. Ada foto dengan bendera, ada catatan kecil yang dibentangkan untuk memori, ada pose-pose penuh simbol. Ridwan, Amy, Sigit, dan Sandy tak ketinggalan mengibarkan bendera EMCO Paint.

Air mata pun tak bisa ditahan.“Mimpi tidak pernah saya kubur. Saat ini, Rinjani berhasil saya pinang setelah 4 tahun mendambanya,” ucap Amy. “Rasanya sulit menahan tangis di sini, karena sulit sekali menaklukkan Rinjani,” tambah Ridwan.

Sandy tersenyum, “Syukur kita bisa bekerja sama sebagai tim pendaki. Ternyata ketahanan fisik dan mental kita bisa lebih kuat dan lebih kompak, ya.” Lalu Sigit menimpali sambil bercanda, “Hehe, kalau saya sih puas karena berhasil membuktikan diri kalau kita tidak kalah dengan porter Rinjani!”

Tawa pun pecah. Suara itu berpadu dengan hembusan angin di ketinggian, menjadi harmoni kebahagiaan. Di titik itu, semua lelah hilang. Yang tersisa hanyalah rasa syukur, bangga, dan ketenangan hati.

Gunung Rinjani, pada akhirnya, bukan sekadar tempat wisata pendakian. Ia adalah ruang untuk meluapkan isi hati, menemukan diri, dan belajar bahwa dalam perjuangan bersama, beban seberat apa pun bisa terasa ringan.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!