Raja Sapta Oktohari, Penjaga Merah Putih yang Mengukir Sejarah di Dunia Balap Sepeda
Ludus01


LUDUS - Ada momen dalam sejarah olahraga ketika nama seorang tokoh tiba-tiba melampaui arena. Ia bukan sekadar hadir di podium atau berpose di depan kamera, melainkan menjadi penanda zaman. Di Kigali, Rwanda, pekan ini, nama itu adalah Raja Sapta Oktohari. Dunia balap sepeda menyebutnya dengan akrab: Okto.

Foto/Dok.NOC Indonesia
Di Kongres Union Cycliste Internationale (UCI), dunia memberi penghormatan. Presiden UCI, David Lappartient, berdiri dan menyebut namanya dengan penuh keyakinan. “Sejak saya mengenal Okto, semangatnya tidak pernah padam. Ia selalu ingin tahu, berkembang, dan konsisten membawa kemajuan balap sepeda tidak hanya di Indonesia, tapi juga Asia dan dunia. Tidak semua orang bisa melakukannya.” Dan setelah kalimat itu, sebuah penghargaan bergengsi pun disematkan: UCI Merit Award 2025.
Sejarah mencatat: inilah kali pertama seorang Indonesia menerima penghargaan itu. Dunia, dengan segala hiruk pikuknya, berhenti sejenak untuk menaruh hormat pada seorang putra bangsa.

Foto/NOC Indonesia
Pujian pun datang hampir dari perwakilan 115 negara federasi balap sepeda dunia serta seluruh tamu yang hadir di UCI Congress 2025. Fabrizio D’Amico dari Abu Dhabi Sports Council menilai Okto sebagai tokoh penting dalam perkembangan balap sepeda Asia.
“Okto adalah cahaya terang dalam balap sepeda Asia dan juara sejati. Bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga seluruh benua. Penghargaan ini benar-benar pantas diterimanya, dan saya bangga prestasi serta kontribusinya bisa mendapat sorotan pada Kongres UCI 2025 di Kigali, Rwanda. Selamat sekali lagi, President Oktohari,” ungkap D’Amico.
BACA JUGA: Raja Sapta Oktohari Ukir Sejarah di Kigali, Raih UCI Merit Award di Kongres Balap Sepeda Dunia

Foto/NOC Indonesia
Hal senada disampaikan Kristof Bruyneel, CEO City Mountainbike, yang menekankan visi kepemimpinan Okto. “Okto selalu menjadi sosok visioner, seorang pemimpin yang bukan hanya memberi teladan, tapi juga membuka jalan bagi negara lain yang membutuhkan bantuan darinya maupun Indonesia,” ujarnya.
“Kami juga bangga bisa dua kali menyelenggarakan UCI Mountainbike XCE World Cup dan Kejuaraan Dunia di Indonesia dalam empat tahun terakhir. Kami mengapresiasi penuh penghargaan UCI Merit ini, karena memang sudah sepantasnya diberikan kepada President Oktohari,” imbuhnya.

Okto, dengan mata berkaca, berkata lirih: “Saya benar-benar kaget, terharu, sekaligus bangga. Ini adalah pertamakalinya saya datang ke Afrika, dan ternyata mendapat kehormatan luar biasa dari UCI. Saya ingin menegaskan, ini bukan pencapaian pribadi saya, melainkan hasil kerja keras tim yang selalu mencintai balap sepeda, khususnya di Indonesia.”
Kalimat itu mengingatkan kita pada sebuah kutipan Albert Schweitzer: “Contoh bukanlah hal utama dalam memengaruhi orang lain. Ia adalah satu-satunya.” Okto menjadi contoh itu, sebuah teladan yang menyalakan obor Merah Putih di gelanggang dunia.
Kecintaan Okto pada sepeda bermula jauh sebelum panggung internasional mengenalnya. Sejak SMP, ia sudah terpikat oleh roda dua yang berputar tanpa henti. Namun perjalanannya menjadi resmi saat ia menjabat Ketua Pengurus Provinsi Ikatan Sport Sepeda Indonesia (Pengprov ISSI) DKI Jakarta pada 2011.

Foto/Istimewa
Empat tahun kemudian, ia melangkah lebih jauh: menjadi Presiden Federasi Nasional. Dari kursi itu, ia menaikkan standar pelatihan atlet, memperbaiki kualitas pendidikan pelatih, mengamankan event UCI di Indonesia, hingga meningkatkan kualitas arena pertandingan.
Ia tidak berhenti di situ. Okto membuka jalan bagi atlet-atlet Indonesia menuju mimpi tertinggi: berlatih di UCI World Cycling Centre, Aigle, Swiss. Dari sana lahir kisah Toni Syarifudin, yang menjadi pesepeda BMX pertama Indonesia di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Saat itu, Okto sendiri menjabat sebagai Chef de Mission kontingen Merah Putih.
Di Asian Games 2018, perannya kembali teruji. Balap sepeda tampil dengan sukses, begitu pula saat ia memimpin Asian Para Games di tahun yang sama. Di balik gegap gempita stadion, ada kerja keras yang memastikan Merah Putih berkibar.

Foto/Istimewa
Namun, sejarah besar bukan hanya ditulis dari kemenangan. Ia juga ditulis dari badai masalah. Tahun 2021, Indonesia terguncang sanksi Lembaga Anti-Doping Dunia (WADA). Merah Putih tak boleh dikibarkan. Sebuah luka simbolik bagi bangsa yang menjadikan bendera sebagai napas perjuangan.
Okto, yang Ketua NOC Indonesia, ditunjuk sebagai Ketua Tim Gugus Tugas. Hanya tiga bulan, ia berhasil merajut kembali kehormatan itu. Merah Putih kembali berkibar.
Badai belum reda. Pada periode kepemimpinannya berikutnya (2023-2027), ancaman lain datang: dari federasi internasional cabang olahraga. Tenis meja, anggar, tinju amatir, semuanya berada di ujung jurang. Namun tangan dingin diplomasi Okto membuat Indonesia tetap tercatat. PB IKASI bertahan di Federasi Anggar Internasional (FIE), Indonesia Pingpong League (IPL) diterima di Federasi Tenis Meja Internasional (ITTF), dan PERBATI sah di World Boxing (WB).

Foto/Istimewa
Diplomasinya tak berhenti di sana. Bersama PB IPSI, ia berhasil mendorong pencak silat dipertandingkan pada Asian Youth Games (AYG) di Bahrain, Oktober 2025 mendatang. Sebuah kemenangan kultural, bukan hanya olahraga.
Kini, di tengah tantangan regulasi, Okto kembali berdiri dengan Menpora Erick Thohir, mengawal Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022: federasi nasional wajib menjadi anggota federasi internasional. Dengan itu, jalan bagi olahraga Indonesia tetap terbuka, atlet tidak lagi menjadi korban permainan politik olahraga global.
Kisah Okto adalah kisah seorang penjaga. Penjaga Merah Putih yang tidak pernah lelah memastikan bendera itu berkibar di tiang tertinggi. Dari roda sepeda di jalanan masa remaja, hingga mimbar kehormatan UCI di Rwanda, ia konsisten menenun satu hal: eksistensi bangsa di mata dunia.

Foto/Istimewa
Seperti kata Bung Karno: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan jasa pahlawannya.” Dalam konteks olahraga, jasa itu tidak selalu datang dari atlet yang meraih medali. Kadang ia hadir dari seorang tokoh yang menjaga agar Merah Putih tidak jatuh, tetap berkibar, bahkan ketika badai datang bertubi-tubi.
Dan nama itu, hari ini, adalah Raja Sapta Oktohari.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.
Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!