The World Games 2025 Chengdu: Desak Made Rita Persembahkan Emas Dramatis, Panjat Tebing Sumbang 3 Medali untuk Kontingen Indonesia

Ludus01

LUDUS - Chengdu, Jumat sore (15/8/2025), dinding panjat dengan empat jalur berdiri megah di tengah riuh arena. Dari jauh, kilatan lampu kamera dan sorak penonton menambah ketegangan yang sudah terasa di udara. Baru sehari sebelumnya, tim panjat tebing Indonesia gagal memperoleh medali dari kategori speed tunggal putra dan putri. Namun, hari kedua menjelma jadi panggung berbeda. Seperti mendapat tenaga baru, mereka merayap cepat, melesat seolah gravitasi hanya sekadar formalitas. Hasilnya: tiga medali, satu emas, satu perak, dan satu perunggu, hadir dari nomor speed 4 lanes.

Foto/theworldgames.org

Foto/theworldgames.org

Di nomor putra, perhatian tertuju pada Kiromal Katibin, sprinter panjat asal Indonesia yang selama ini dikenal sebagai pemilik kecepatan mengagumkan. Katibin mencatat waktu 4,81 detik, cukup untuk membawa pulang medali perak. Rekannya, Raharhati Nursamsa, harus puas di posisi keempat dengan 5,14 detik, setelah sedikit ragu di bagian akhir lintasan.

Medali emas lepas ke tangan Long Jianguo dari Tiongkok, yang tampil brilian dengan catatan 4,74 detik, sekaligus menorehkan personal best terbarunya. "Saya beruntung bisa menang. Para lawan begitu dekat kekuatannya, membuat saya harus mengerahkan segalanya," ujar Long usai final. Sementara itu, perunggu jatuh ke tangan Rishat Khaibullin dari Kazakhstan dengan 4,83 detik.

Foto/ifsc-climbing.org

Foto/ifsc-climbing.org

Hasil itu menandai catatan penting bagi Katibin: tambahan perak ini menjadi medali kelimanya sepanjang 2025, setelah sebelumnya ia naik podium empat kali di ajang Piala Dunia.

Foto/theworldgames.org

Foto/theworldgames.org

Jika nomor putra menyisakan sedikit sesal, nomor putri menghadirkan euforia. Desak Made Rita Kusuma Dewi, sang juara dunia, membuktikan reputasinya di dinding empat jalur. Dengan ketenangan penuh konsentrasi, ia menyentuh puncak dengan waktu 6,35 detik, cukup untuk memastikan emas.

Di belakangnya, Qi Yu Mei dari Tiongkok menyusul di posisi kedua dengan 6,42 detik. Laga perebutan perunggu justru jadi drama paling menegangkan. Rajiah Sallsabillah, yang baru lima minggu lalu kembali bertanding pascaoperasi punggung, berhasil menyalip tipis Natalia Kalucka dari Polandia. Rajiah mencatat 6,951 detik, unggul hanya lima per seribu detik dari Kalucka yang finis keempat.

Foto/ifsc-climbing.org

Foto/ifsc-climbing.org

Bagi Rajiah, perunggu ini lebih dari sekadar medali, ia adalah tanda kebangkitan setelah masa pemulihan panjang. Sedangkan bagi Desak, emas di Chengdu menambah daftar panjang gelarnya, setelah sebulan sebelumnya ia meraih emas Piala Dunia pertamanya di Krakow, Polandia.

"Bertanding di dinding empat jalur jauh lebih sulit, butuh konsentrasi ekstra. Tapi saya berterima kasih pada tim, para lawan, dan publik Chengdu yang memberi dukungan luar biasa," ujar Desak seusai pengalungan medali.
Foto/theworldgames.org

Foto/theworldgames.org

Sejak awal, pelatih kepala timnas panjat tebing Indonesia, Hendra Basir, tak memasang target muluk untuk The World Games 2025. Ia hanya meminta anak-anak asuhnya menikmati pertandingan. "Di The World Games 2025, kami hanya menargetkan untuk menikmati pertandingan, tidak menargetkan apa pun. Namun, dengan hasil ini, saya sangat bangga dengan raihan para atlet," kata kata Hendra, seperti dikutip dari laman resmi fpti.or.id.

Pernyataan itu mungkin terdengar sederhana, tapi justru di sanalah rahasianya. Tanpa beban, para atlet tampil lebih lepas, dan hasilnya justru mengalir deras: tiga medali di hari kedua.

Speed 4 lanes memang baru pertama kali dipertandingkan di The World Games. Formatnya unik: empat atlet sekaligus melaju berdampingan, menciptakan tontonan menegangkan bagi penonton, sekaligus tantangan baru bagi para atlet. Persaingan ketat, margin tipis, hingga rekor pribadi yang tercipta membuat debut nomor ini langsung bersejarah.

Foto/ifsc-climbing.org

Foto/ifsc-climbing.org

Bagi Indonesia, emas Desak, perak Katibin, dan perunggu Rajiah bukan sekadar deretan angka dalam tabel perolehan medali. Ia adalah penanda bahwa panjat tebing Indonesia tetap berada di jalur terdepan dunia, bahkan dalam format baru.

Dan di Chengdu itu, saat Indonesia Raya berkumandang dan bendera Merah Putih berkibar di dinding arena, para atlet kita sudah membuktikan: mereka bisa lebih dari sekadar “menikmati pertandingan.” Mereka menikmati, dan juga menguasai, panggung sejarah. (*)

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!