Cabut Permenpora 14/2024, Erick Thohir Disambut Apresiasi Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman

Ludus01

Foto/KONI Pusat

LUDUS - Ada jeda sejenak sebelum mikrofon di ruang Media Center Kemenpora itu kembali berbunyi. Selasa, 23 September 2025, Jakarta masih diliputi panas siang, ketika Menpora RI Erick Thohir akhirnya mengumumkan sesuatu yang sudah lama ditunggu: pencabutan Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024.

Di sampingnya, Wakil Menpora Taufik Hidayat, sang legenda bulu tangkis, bersama Sesmenpora Gunawan Suswantoro. Suasana tidak sekadar formal konferensi pers. Ada rasa lega, juga sedikit riuh yang tak diucapkan, seakan publik olahraga baru saja mendapat kabar bahwa beban panjang di pundak mereka akhirnya diturunkan.

Permenpora 14/2024, sejak awal lahir, memang membuat banyak kalangan resah. Ia bukan sekadar regulasi, melainkan percikan yang mengusik fondasi pembinaan olahraga prestasi di Indonesia. Beberapa pasalnya bahkan dinilai bertabrakan dengan undang-undang, terutama menyangkut otonomi daerah dan kewenangan pengelolaan keuangan olahraga. Kegelisahan itu menjalar dari kantor KONI pusat, ke provinsi, hingga ke kabupaten dan kota.

Ketua Umum KONI Pusat, Marciano Norman, menjadi salah satu yang paling lantang menyambut keputusan Erick. Dengan nada penuh penghormatan, ia menyebut langkah ini sebagai keputusan berani sekaligus strategis. “Atas nama KONI Pusat, 38 KONI Provinsi, KONI IKN, 514 KONI Kabupaten/Kota, 81 induk cabang olahraga, enam organisasi fungsional, dan seluruh masyarakat olahraga prestasi, kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi,” ucapnya.

Ia tahu, pencabutan ini lebih dari sekadar administrasi. Ada simbol di sana, bahwa olahraga Indonesia, dengan segala dinamika organisasinya, masih harus dijaga dengan semangat persatuan, bukan ditarik-tarik oleh aturan yang menimbulkan dualisme. “Keputusan ini menunjukkan komitmen Menpora RI mendorong persatuan olahraga Indonesia. Semua organisasi memiliki kewenangan masing-masing, sehingga kita harus sinergis,” lanjut Marciano.

Erick sendiri berbicara dengan nada yang tenang namun tegas. Ia menyinggung tentang makna kekuasaan sebagai amanah. Ada KONI, ada KOI, masing-masing dengan hak dan kewajibannya. “Mereka harus bisa membuka pintu dengan tujuan yang sama, apalagi ketika negara hadir membantu pembinaan atlet,” ujarnya. Kalimat itu seakan ditujukan untuk meredam potensi perpecahan, mengingat dualisme organisasi kerap menjadi luka lama olahraga Indonesia.

Foto/KONI Pusat

Foto/KONI Pusat

Erick menyinggung jalan baru yang sedang disiapkan. Permenpora Nomor 7 Tahun 2025 akan lahir sebagai pengganti, dirancang dengan melibatkan semua pemangku kepentingan olahraga. Regulasi yang lebih sederhana, dirumuskan dengan metode Omnibus Law, dan terbagi dalam empat klaster: kepemudaan, pembudayaan olahraga, peningkatan prestasi, serta industri olahraga.

Di ujung pidatonya, gaung optimisme terasa. Marciano bahkan menutup komentarnya dengan sebuah visi jauh ke depan: “Dengan semangat Bersatu Berprestasi, mari kita fokus mengejar Indonesia Emas. Target kita adalah masuk lima besar Olimpiade 2044, dan dalam waktu dekat, kita sukseskan Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto.”

Hari itu, di Media Center Kemenpora, bukan hanya sebuah aturan yang dicabut. Ada harapan baru yang dipanggul, ada energi kolektif yang dihidupkan kembali. Seperti sebuah pertandingan besar, peluit baru saja dibunyikan. Kini, tinggal bagaimana para pemain: KONI, KOI, induk-induk cabang olahraga, hingga pemerintah daerah, bermain dalam satu irama.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!