Dari Kretek ke Tatami: Kudus Merayakan Pembukaan PON Bela Diri 2025 dengan Gemuruh Kekayaan Budaya, Meriah, dan Spektakuler

Ludus01

Foto/KONI Pusat

LUDUS - Sejarah, kadang tak datang dengan bunyi ledakan, atau, dengan suara gong pembukaan. Sabtu, 11 Oktober 2025, di Kudus, Jawa Tengah, sebuah kota kecil yang namanya menyimpan makna kesucian, Indonesia menulis bab baru dalam buku panjang olahraga: Pekan Olahraga Nasional (PON) Bela Diri Kudus 2025, yang untuk kali pertama diselenggarakan.

Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

Langit di atas Kota Kudus seakan ikut menyaksikan sejarah. Bukan sekadar sebuah pertandingan, tetapi perayaan dari tubuh, jiwa, dan budaya yang menyatu dalam satu panggung besar bernama olahraga.

Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

Upacara pembukaan berlangsung di dua tempat yang menjadi denyut jantung kota: Djarum Arena Kaliputu dan Alun-alun Simpang Tujuh Kudus. Di sinilah ribuan pasang mata menyaksikan sebuah seremoni yang berawal khidmat, lalu menjelma jadi pesta penuh cahaya dan semangat.

Ketua KONI Pusat Marciano Norman, Bupati Kudus Sam’ani Intakoris, dan Deputi II Kemenpora Bidang Pengembangan Industri Olahraga Raden Isnanta hadir menyaksikan momen lahirnya bab baru olahraga Indonesia.

Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

Dari atas panggung, dua nama yang dikenal dunia mengubah suasana menjadi magis: Yayan Ruhian dan Cecep Arif Rahman. Keduanya bukan sekadar pesilat, tetapi simbol bagaimana seni bela diri Indonesia melintasi batas negara dan medium. Di tangan mereka, silat tampil bukan sebagai jurus, melainkan bahasa, bahasa tubuh yang bercerita tentang ketangkasan, filosofi, dan keindahan gerak. Setiap langkah seperti mantra, setiap ayunan seperti doa yang lahir dari tanah Nusantara.

Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

“Tubuh manusia, dalam bela diri, adalah bentuk doa yang bergerak. Ia berisi luka dan penyembuhan, menyerang tapi sekaligus mencari damai. Di situlah letak indahnya: kekuatan yang berakar dari kesadaran.”
Foto/KONI Pusat

Foto/KONI Pusat

Ketua Panitia Ryan Gozali berdiri di tengah arena dengan nada syukur. Sekitar 2.645 atlet dari 38 KONI Provinsi datang ke Kudus untuk bertanding dalam sepuluh cabang bela diri murni: Karate, Tarung Derajat, Ju-Jitsu, Pencak Silat, Taekwondo, Gulat, Judo, Sambo, Wushu, dan Shorinji Kempo.

Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

“Sebagai tuan rumah PON Bela Diri yang perdana dan bersejarah, kami merancang pesta pembukaan ini dengan berbagai konsep dan pertunjukan istimewa,” ujarnya. “Tujuannya bukan sekadar hiburan, tetapi menjadi sumber motivasi bagi para atlet untuk menampilkan performa terbaik di arena.”
Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

Usai upacara resmi, rombongan atlet dari berbagai cabang melakukan defile, berjalan kaki dari Djarum Arena menuju Alun-alun Simpang Tujuh. Kota Kudus seolah berhenti sejenak untuk memberi jalan. Sesampainya di alun-alun, mereka disambut Tari Kretek, sebuah tarian tradisional khas Kudus yang dibawakan oleh ratusan penari perempuan. Tari yang lahir dari aroma tembakau dan ketekunan rakyat Kudus itu menjadi jembatan antara olahraga dan budaya, antara gerak tubuh dan denyut sejarah.

Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

Gerak mereka lentur dan serempak, seperti tembakau yang bergoyang di ladang diterpa angin sore. Tak lama kemudian, pertunjukan bela diri kembali digelar, menghadirkan ragam jurus dari berbagai cabor, dari tendangan tajam Taekwondo hingga sabetan elegan dari Kempo dan Silat.

Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

Lalu datanglah pertunjukan yang membuat ribuan warga menahan napas: aksi bela diri massal dari berbagai cabang. Di tengah riuh tepuk tangan, tubuh-tubuh itu menari dengan logika mereka sendiri: tegas, terukur, namun menyimpan kelembutan disiplin yang panjang. Malam ditutup dengan kembang api yang berloncatan ke udara, sementara lantunan musik menggema di langit Kudus. Sebuah kota kecil berubah menjadi panggung besar yang menandai dimulainya babak baru olahraga nasional.

Foto/LUDUS.id

Foto/LUDUS.id

Dalam pidatonya, Marciano Norman berbicara dengan nada yang lebih dalam daripada sekadar laporan. PON Bela Diri, katanya, adalah jawaban atas kebutuhan strategis: wadah kompetisi bagi cabang bela diri non-Olimpiade yang mulai 2028 tak lagi masuk PON reguler. Tapi lebih dari itu, ini adalah ruang hidup bagi kontinuitas, agar semangat bertarung para atlet tidak padam.

Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

Lebih jauh, Marciano menyebut ajang ini sebagai langkah menuju sports tourism, perpaduan antara semangat olahraga dan kekayaan budaya lokal. “Kami menyampaikan apresiasi sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang terlibat,” ujarnya. “Dengan semangat sportivitas, profesionalisme, dan kebersamaan, kami berharap PON Bela Diri Kudus 2025 tidak hanya melahirkan juara-juara baru, tetapi juga memperkuat pembinaan olahraga bela diri di Indonesia secara menyeluruh dan berkelanjutan.”

“Setiap pertandingan adalah bentuk lain dari kebersamaan. Di sana, dua tubuh saling menegangkan diri, bukan untuk saling melukai, tapi untuk saling menguji batas kemanusiaan. Begitulah bangsa ini belajar dari gelanggang: bahwa kalah dan menang hanyalah cara lain untuk saling menghormati.”
Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

Dari kata-katanya terasa jelas: olahraga bukan lagi sekadar urusan medali, tetapi juga tentang identitas dan ekonomi lokal. PON Bela Diri diharapkan membawa efek domino, menghidupkan promosi daerah, menggerakkan perekonomian rakyat, dan memperkenalkan Kudus bukan hanya sebagai kota kretek, tetapi juga kota yang memberi napas bagi seni bertarung Nusantara.

Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

Kata “bela diri” di sini terasa mendapat maknanya yang paling utuh: bukan hanya soal menangkis serangan, tapi juga membela martabat budaya sendiri. Kudus, yang selama ini dikenal dengan tradisi dan toleransinya, kini menjadi kota yang mengajarkan bahwa kekuatan bisa lahir dari kedamaian.

Mulai 12 hingga 26 Oktober, Djarum Arena Kaliputu menjadi pusat pelaksanaan pertandingan. Kompleks itu dibagi menjadi empat area: Djarum Arena 1 dan 4 difungsikan sebagai tempat pemanasan dan latihan, sementara Arena 2 dan 3 menjadi lokasi utama pertandingan. Di sanalah perjalanan dimulai, dengan Taekwondo dan Judo membuka tirai pada 12 Oktober, disusul Gulat sehari kemudian. Dari sini, sejarah akan ditulis lagi, dalam keringat, dalam sorak, dalam setiap jurus yang menyatukan tubuh dan jiwa.

Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

“Bela diri, pada akhirnya, adalah cermin: di sanalah manusia berhadapan dengan dirinya sendiri. Ia belajar menahan amarah, menaklukkan takut, dan menemukan keseimbangan antara keberanian dan keheningan.”
Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

PON Bela Diri Kudus 2025 merupakan kolaborasi bersama KONI, Bakti Olahraga Djarum Foundation, Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta Pemerintah Kabupaten Kudus, bukan hanya tentang siapa yang menang, tetapi tentang bagaimana sebuah bangsa merayakan tubuhnya, budayanya, dan keberaniannya. Kudus, kota yang kecil tapi sarat makna, kini menjadi saksi bagaimana bela diri kembali ke pangkalnya: sebagai seni, sebagai disiplin, dan sebagai kebanggaan.

Foto/PON Bela Diri

Foto/PON Bela Diri

Dan mungkin, di bawah langit Kudus malam ini, ketika kembang api terakhir memudar dan musik pelan-pelan berhenti, semua yang hadir merasakan hal yang sama: bahwa bela diri bukan hanya tentang menang dan kalah, tapi tentang menemukan kembali arti kebersamaan: dalam tubuh, dalam budaya, dalam Indonesia itu sendiri.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!