Dari Kudus untuk Sepak Bola Indonesia: Kisah di Balik Sertifikasi Pelatih Lisensi D PSSI bersama Bakti Olahraga Djarum Foundation dan MilkLife

Ludus01

LUDUS - Akhir September 2025, lapangan Supersoccer Arena di Kudus menjadi saksi langkah baru dalam pembinaan sepak bola nasional. Selama sepekan, dari 29 September hingga 5 Oktober 2025, tiga puluh pelatih dan guru olahraga mengikuti Kursus Pelatih Lisensi D PSSI, program resmi yang digelar berkat kerja sama Bakti Olahraga Djarum Foundation, MilkLife, dan PSSI, dengan dukungan Asprov PSSI Jawa Tengah serta Askab PSSI Kudus.

Bagi para peserta, pelatihan ini bukan sekadar pertemuan rutin di lapangan, melainkan titik awal dari profesi kepelatihan yang diakui secara nasional. Salah satunya adalah Just Nurkha Habibi, guru olahraga di SD Muhammadiyah Birrul Walidain, Kudus. Wajahnya lelah tapi bersemangat setiap kali sesi praktik dimulai. “Biasanya biaya lisensi sangat mahal dan sulit dijangkau,” ujarnya saat jeda makan siang di hari ketiga. “Kalau ini, harganya murah untuk ilmu yang sangat mahal.”

Dengan biaya hanya Rp750 ribu, jauh lebih terjangkau dari kursus serupa yang bisa mencapai Rp3 juta, Habibi bisa belajar langsung dari instruktur berlisensi AFC Pro. Kesempatan seperti ini, katanya, mungkin tak akan datang dua kali.

Program sertifikasi ini lahir dari sinergi lintas sektor yang jarang terjadi. Djarum Foundation melalui unit Bakti Olahraga, bersama MilkLife dan PSSI, bersepakat membuka akses pelatihan kepelatihan bagi pelatih akar rumput. Ide itu berawal dari gelaran MilkLife Soccer Challenge (MLSC) di Kudus pada awal tahun.

Menurut Teddy Tjahjono, Program Director MLSC, semangat para guru olahraga lokal saat itu menjadi pemantik utama. “Kami melihat banyak guru dan pelatih yang sangat antusias membina anak-anak, tapi belum pernah mengikuti pelatihan formal,” katanya. Dari sinilah ide kursus lisensi D PSSI di Kudus lahir.

Selama tujuh hari pelatihan, para peserta digembleng dalam kombinasi teori dan praktik. Setiap pagi mereka belajar Filosofi Sepak Bola Indonesia (Filanesia), metode membangun karakter pemain muda, hingga strategi permainan modern. Sore harinya, semua teori diuji di lapangan: passing, first touch, dribbling, running with the ball, attacking build up, defending high press, hingga football conditioning 11 lawan 11.

Kursus ini dipimpin oleh Muhammad Hanafing Ibrahim, instruktur berlisensi AFC Pro yang telah menjadi Coach Educator PSSI sejak lama. “Untuk melatih usia dini, faktor paling utama adalah teknik,” ujarnya tegas di sela sesi praktik. “Kalau dasar tekniknya kuat, semua aspek lain akan mengikuti.”

Ia menegaskan enam teknik dasar yang wajib dikuasai pelatih: passing, control, dribbling, running with the ball, heading, dan scoring. “Lisensi D adalah pintu masuk bagi siapa pun yang ingin serius berkarier di kepelatihan sepak bola,” lanjutnya. “Karena pelatih hebat akan melahirkan pemain hebat pula.”

Bagi banyak peserta, kalimat itu bukan teori kosong. Mereka datang dari berbagai sekolah dan klub kecil di Kudus, terbiasa melatih dengan peralatan seadanya dan dana pribadi. Kini, untuk pertama kalinya, mereka merasa menjadi bagian dari sistem pembinaan nasional.

Semangat itu menular. Setiap hari, di tepi lapangan Supersoccer Arena, anak-anak setempat kerap berhenti menonton sesi praktik. Mereka mungkin belum tahu apa yang sedang berlangsung, tapi di hadapan mereka, para guru dan pelatih itu sedang menyiapkan masa depan sepak bola Indonesia.

“Melalui program ini, kami ingin membangun ekosistem sepak bola yang sehat, bukan hanya di Kudus tapi juga di daerah lain,” kata Teddy Tjahjono. “Pelatih adalah ujung tombak pembinaan. Semakin banyak pelatih berlisensi, semakin kuat fondasi sepak bola kita.”

Bagi Bakti Olahraga Djarum Foundation, kegiatan ini sejalan dengan misinya membangun olahraga Indonesia dari akar rumput. Selama puluhan tahun mereka telah menumbuhkan talenta di bulu tangkis, atletik, hingga renang, dan kini memperluas dukungan ke dunia sepak bola.

Hari-hari di Kudus selama pelatihan berjalan padat tapi penuh makna: pagi teori, siang praktik, malam belajar kelompok. Di sela kelelahan, muncul tawa dan kisah kecil tentang murid-murid yang bermimpi menjadi pemain profesional.

“Kalau saya bisa melatih dengan lebih benar, anak-anak itu akan bermain dengan lebih senang,” kata Habibi suatu sore. “Dan siapa tahu, dari mereka akan lahir pemain hebat yang bisa membela Indonesia.”

Pada hari terakhir, para peserta berdiri di tengah lapangan Supersoccer Arena, memegang sertifikat berlogo PSSI, tanda resmi bahwa mereka kini pelatih berlisensi. Muhammad Hanafing menatap mereka satu per satu sebelum berkata, “Sepak bola Indonesia tidak akan maju tanpa pelatih yang mau belajar. Kalian adalah bagian dari perubahan itu.”

Sorak dan tepuk tangan panjang mengisi udara Kudus sore itu. Di sudut lapangan, anak-anak menendang bola sisa latihan. Dari kota kecil inilah, semangat baru untuk sepak bola nasional kembali tumbuh, berawal dari para guru yang tak pernah berhenti belajar, dari pelatih yang ingin mengubah masa depan lewat satu langkah kecil yang pasti.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!