Empat Medali dari Beijing: Harapan Indonesia Bersinar di Kejuaraan Para Panahan Asia 2025
Ludus01

LUDUS - Hening. Seperti anak panah yang menembus udara dan tiba-tiba bersarang tepat di tengah papan. Begitu pula langkah kontingen Indonesia dalam Kejuaraan Para Panahan Asia 2025 di Beijing, Tiongkok. Diam-diam, tanpa gegap gempita, mereka membawa pulang empat medali: satu perak dan tiga perunggu, pada kejuaraan yang digelar 1–6 Juli lalu.

Ken Swagumilang meraih medali perak di nomor tunggal putra divisi compound. Foto/NPC Indonesia
Medali perak dipersembahkan Ken Swagumilang, pemanah utama di nomor tunggal putra divisi compound. Sosok yang sebelumnya berlaga di Paralimpiade Paris 2024 itu kembali menunjukkan ketajamannya. Namun bukan hanya perak yang ia boyong dari Beijing. Ken juga menggenggam dua medali perunggu lain dari nomor ganda putra compound (berpasangan dengan Arif Firmansyah) dan ganda campuran compound (bersama Teodora Audi Ayudia Ferelly).
Satu medali perunggu lainnya datang dari nomor ganda campuran recurve, disumbangkan pasangan debutan Kholidin dan Noviera Ross. Nama terakhir bahkan baru masuk pelatnas pada Mei 2025, sebulan sebelum kejuaraan digelar.

Bersama Teodora Audi Ayudia Ferelly, Ken Swagumilang meraih medali perunggu ganda campuran compound. Foto/NPC Indonesia
“China dan India masih jadi lawan terberat,” kata pelatih kepala tim para panahan Indonesia, Rameez Ali Surya Negara, ketika dihubungi dari Beijing, Senin (7/7). “Apalagi tuan rumah sudah sangat akrab dengan venue ini, anginnya, suhu, arah datangnya cahaya. Mereka latihan di sini setiap hari.”
Tapi bukan medali semata yang dikejar Rameez. Ia lebih menyoroti progres para atlet, terutama pasca-Paralimpiade Paris 2024. Ken, Teodora, dan Kholidin, para alumni Paris, menurutnya tampil makin percaya diri. Bahkan dua nama baru, Arif dan Noviera, tampil melebihi ekspektasi.
“Arif baru masuk pelatnas November 2024, lalu kami pindahkan dari divisi recurve ke compound. Dan hasilnya dia langsung bisa menyumbang perunggu di nomor ganda bersama Ken. Sangat positif,” ujar Rameez.
Begitu pula Noviera. Gadis yang merupakan jebolan Peparnas XVII 2024 itu disebut mampu mengendalikan diri dan tampil tenang di kejuaraan internasional pertamanya.

Noviera Ross, jebolan Peparnas XVII 2024. Foto/NPC Indonesia
“Noviera baru masuk pelatnas Mei kemarin. Tapi dia langsung bisa menyatu dengan Kholidin di nomor ganda campuran recurve. Medali perunggu yang sangat berarti,” imbuh Rameez.
Kini, peta jalan menuju Paralimpiade Los Angeles 2028 mulai digambar. Dua turnamen besar sudah menanti: Kejuaraan Dunia Panahan Para di Korea Selatan (21–28 September) dan Kejuaraan Dunia di Uni Emirat Arab (1–6 November). Keduanya akan menjadi medan evaluasi, sebelum benar-benar membidik podium tertinggi di LA empat tahun lagi.
“Kami punya waktu empat tahun untuk mematangkan sistem, memperkuat mental, dan membangun kompetisi internal. Target kami jelas: medali di Paralimpiade 2028,” tegas Rameez Ali.
Di sisi lain, Ken Swagumilang punya cerita sendiri. Ia tak hanya membawa pulang medali. Ia juga membawa pulang pelajaran.
“Saya belum pernah berhadapan langsung dengan China sebelumnya. Kejuaraan ini jadi benchmark saya untuk mengukur kualitas mereka,” ujar Ken. Pada laga final tunggal compound, Ken harus mengakui keunggulan Ai Xinliang, pemanah tuan rumah yang duduk di peringkat dua dunia, dengan skor 143–149.
“Saya makin termotivasi untuk mengejar mereka. Akan saya upayakan secepat dan sebaik mungkin,” ujarnya mantap.
Nada yang serupa terdengar dari Noviera Ross. Di balik debutnya yang mengejutkan, ada sejumput kegugupan yang ia akui secara jujur.

“Tidak ada kendala besar, hanya soal pengendalian diri saya. Mungkin karena ini event pertama saya di level internasional,” ucapnya, dengan senyum yang barangkali masih tertahan di ujung bibir. “Tapi saya akan terus berlatih agar lebih siap di event berikutnya.”
Prestasi di Beijing bukan sekadar empat medali. Ia adalah langkah pertama dalam perjalanan panjang menuju panggung dunia yang lebih megah. Dari anak-anak panah yang melesat di antara angin musim panas Tiongkok, lahir optimisme baru: bahwa Indonesia tak lagi sekadar hadir di Paralimpiade, tapi siap bersaing dan menang.

Foto/NPC Indonesia
Ken Swagumilang, Teodora Audi, dan Kholidin yang telah mencicipi atmosfer Paris 2024 kini tampil lebih matang. Arif Firmansyah dan Noviera Ross, para debutan yang tak gentar, menandai regenerasi yang sehat. Di tangan mereka, semangat juang dan dedikasi bertaut erat dalam tiap tarikan busur dan lesatan panah.
Empat tahun ke depan bukan sekadar hitungan kalender, tapi ruang bagi pembentukan karakter, pematangan teknik, dan penguatan mental tanding. Jika Beijing adalah awal, maka Los Angeles 2028 adalah tujuan. Dan di antara keduanya, ada ratusan jam latihan, lusinan kompetisi, dan ribuan panah yang akan terus dilepaskan dengan satu keyakinan: Indonesia mampu berdiri di podium Paralimpiade, karena memang pantas berada di sana.

Foto/NPC Indonesia
Tabel Medali Asian Para Archery Championship 2025 Beijing
- China (10 emas, 4 perak, 3 perunggu)
- India (3 emas, 3 perak, 3 perunggu)
- Singapura (1 emas)
- Thailand (5 perak, 1 perunggu)
- Indonesia (1 perak, 3 perunggu)
- Korea Selatan (1 perak, 1 perunggu)
- Kazakhstan (1 perunggu)
- Chinese Taipei (1 perunggu)
- Bhutan (0 medali)
- Hong Kong (0 medali)
- Malaysia (0 medali)
- Mongolia (0 medali)
- Uzbekistan (0 medali)
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!