Ginting Raih Perunggu, Fiqi Tersingkir Tipis di Perempat Final: Langkah Pencak Silat Indonesia di ISG 2025

Akhmad Sef

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

LUDUS - Di Malaz Combat Hall, Prince Faisal bin Fahd Stadium, Riyadh, dua pesilat Indonesia menapaki gelanggang dengan semangat yang sama, tapi nasib yang berbeda. Pencak silat, olahraga warisan yang lahir dari tanah sendiri, kali ini tampil sebagai demonstration sport di ajang Islamic Solidarity Games (ISG) 2025. Di antara bendera-bendera dunia Islam yang berkibar, langkah Indonesia tetap tegap, sekalipun hasilnya belum sempurna.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Ginting Baharudin Putra, pesilat kelas D (60–65 kg) putra senior, membuka perjalanannya dengan kemenangan tanpa pertarungan. Lawannya, Davronov Nemantillokhoji dari Uzbekistan, tak hadir di laga pembuka. Sebuah kemenangan walkover yang mungkin tidak meninggalkan keringat, tapi justru menyisakan ruang kosong di dada atlet: kemenangan tanpa pertempuran adalah kemenangan yang tak sempurna. Namun, di semifinal, Ginting akhirnya menemukan lawan sejati. Nurdauelt Tasmagambetov dari Kazakhstan membuatnya berhenti di langkah ketiga, dengan skor 29–41.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Sementara itu, di kelas C (55–60 kg), Fiqi Abdilla Lubis menghadapi duel ketat yang berakhir dengan selisih tipis, satu angka yang terasa seperti jarak antara asa dan takdir. Skor 27–28 menutup langkahnya di perempat final melawan pesilat Malaysia, Muhammad Khairo Adib Azhar.

Ginting sendiri melihat sesuatu yang lebih luas dari kekalahannya. “Atlet-atlet pencak silat sudah mulai banyak bermunculan, termasuk dari Asia Tengah. Persaingannya sudah mulai merata,” katanya. Ada nada pengakuan di sana, bahwa dunia mulai belajar bahasa silat dengan logatnya sendiri. Barangkali inilah paradoks yang indah: saat dunia Islam mengenal silat, Indonesia justru harus lebih keras mempertahankan posisinya sebagai rumah asalnya.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

“Kita juga tidak boleh mau kalah. Kita harus bersaing secara sportif, menunjukkan bahwa pencak silat ini dari Indonesia,” ujar Fiqi, suaranya masih bergetar antara lelah dan bangga.

Endri Erawan, Chef de Mission (CdM) tim Indonesia di ISG 2025, membaca peristiwa ini sebagai bagian dari perjalanan panjang. “Kita datang ke ISG bukan hanya membawa semangat kompetisi, tetapi juga misi besar memperkenalkan pencak silat ke dunia. Ajang ini jadi pengalaman berharga bagi atlet kita sekaligus momentum menduniakan olahraga warisan Indonesia,” ujarnya.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Di balik gelanggang, ada misi yang lebih besar dari sekadar medali. Bayu Syahjohan, Manajer Tim Pencak Silat Indonesia, menyebut ISG sebagai laboratorium diplomasi budaya. “PB IPSI tidak membebani tim dengan target medali. Fokus utama adalah memperluas partisipasi internasional pencak silat,” katanya.

Suaranya terdengar seperti seseorang yang paham bahwa kemenangan sejati kadang tidak berwujud angka, tapi jejak. “Kami bersyukur banyak negara Timur Tengah mulai menaruh minat pada pencak silat, Arab Saudi, Yaman. Ini bukti perkembangan signifikan. Ini bukan soal hasil semata, tapi bagian dari road to Olympics untuk menjadikan pencak silat olahraga global.”

Bayu juga membaca gejala yang dulu mungkin hanya mimpi: lawan dari Kazakhstan, Kyrgistan, hingga Aljazair kini tampil dengan teknik solid, memahami irama, bahkan filosofi silat. “Sekarang kekuatan mulai merata,” katanya. “Ini jadi sinyal bahwa pencak silat makin diakui dunia.”

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Dari deretan hasil akhir, Malaysia membawa pulang emas kelas C putra lewat Muhammad Khairi Adib Azhar. Perak direbut Ahmed Al-Baadani dari Yaman, sementara perunggu dibagi rata antara Uali Zhalgasbay (Kazakhstan) dan Shamil Bazarbaev (Kyrgistan). Untuk kelas D, emas jatuh ke tangan Tasmagambetov (Kazakhstan), perak kepada Zemouchi Abdelbasset (Aljazair), dan dua perunggu bagi Ginting Baharudin Putra (Indonesia) serta Mazen Alzahrani (Arab Saudi).

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Di atas kertas, Indonesia hanya pulang dengan perunggu. Tapi di balik catatan skor itu, ada sesuatu yang lebih halus, seperti napas yang belum habis, seperti jurus yang belum selesai. Di tanah Arab yang jauh dari akar nusantara, silat kembali menari, dan dunia Islam mulai menatapnya dengan rasa ingin tahu. Barangkali, dari gelanggang kecil di Riyadh inilah langkah menuju dunia dimulai, langkah yang mungkin belum kencang, tapi pasti.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Daftar Atlet Pencak Silat Indonesia di Islamic Solidarity Games 2025

  1. Fiqi Abdillah Lubis
  2. Ginting Bahrudin Putra

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!