
LUDUS - Ada orang yang kita kenang bukan karena apa yang pernah ia katakan, melainkan karena napas yang ia tinggalkan di sekitar kita. I Gusti Kompyang Manila atau IGK Manila adalah salah satunya. Senin pagi, 18 Agustus 2025, pukul 08.59, ia berpulang dengan tenang di Rumah Sakit Bunda Menteng, Jakarta. Kabar itu beredar melalui pesan singkat di gawai: “Semoga Tuhan memberi tempat terbaik di sisi-Nya...” Kata-kata itu terdengar formal, tetapi bagi seorang Susyana Tjhan, mantan atlet wushu, yang lahir dari bimbingan tangannya, kehilangan itu jauh lebih dalam dari sekadar kalimat belasungkawa.

Foto/Dok.Susyana Tjhan
“Beliau bapak bagi kami. Kalau tidak ada Pak Manila, mungkin wushu Indonesia tak akan pernah sebesar sekarang,” tulis Susyana. Mungkin suara yang bergetar itu mengandung sesuatu yang lebih dari hormat: ada kasih, ada hutang, ada ingatan panjang tentang seorang pria berjambang dan brewok lebat, yang di arena wushu disebut Bapak, dan di militer dijuluki Jenderal Gajah.
Susyana masih menyimpan satu kenangan yang kini terasa semakin berharga: sebuah foto lama, saat ia berusia sepuluh tahun. Tahun 1994, di sebuah gelanggang Kejuaraan Nasional Wushu. Susyana kecil berdiri dengan senyum lebar, baru saja meraih juara. Ia berhasil meraih 3 medali emas dan 1 Piala All Arround.

Foto/Dok.Susyana Tjhan
Di sampingnya, Ketua Umum Wushu saat itu, IGK Manila, berdiri dengan wajah bangga. Bagi anak sepuluh tahun itu, momen tersebut adalah kegembiraan murni, tangan kecil yang bergetar dikalungi medali, hati yang berdebar karena dihargai. Bagi Manila, itu adalah buah dari keyakinannya bahwa wushu bisa berakar di Indonesia. “Saya masih ingat betul perasaan haru waktu itu,” kata Susyana. “Pak Manila tersenyum, menepuk bahu saya dan mengangkat tangan kanan saya. Itu jadi awal saya percaya bahwa saya bisa.”
Wushu bagi Indonesia bukanlah tradisi yang lahir dari tanah ini. Ia datang dari Tiongkok, lalu menemukan rumah lewat tangan Manila. Ia merintisnya, mendatangkan pelatih, membangun organisasi, dan meyakinkan bahwa anak-anak muda Indonesia bisa berdiri di podium Asia. Dari fondasi itu lahirlah nama-nama seperti Susyana. Sebelumnya, lahir Tjhan Rahmat Setiadi, ayah Susyana, salah satu atlet wushu generasi pertama, yang dikirim ke SEA Games Singapura 1993, saat wushu dipimpin IGK Manila.

Kemudian, sejarah mencatat, Susyana menorehkan perunggu di Olimpiade Beijing 2008 (Wushu Tournament), perak Asian Games Doha 2006, perunggu Asian Games Guangzhou 2010, serta emas SEA Games 2001, 2009, dan ganda emas di SEA Games 2011 Jakarta. Tetapi bila ia ditanya, medali itu tak pernah miliknya sendiri. “Pak Manila selalu bilang, disiplin itu napas atlet. Kalau mau juara, tak ada jalan lain,” kenang Susyana.
Tetapi Manila bukan hanya wushu. Ia pernah mengantar Timnas sepak bola meraih emas SEA Games 1991 di Manila, Filipina. Ironi yang manis: untuk menaklukkan Manila, haruslah Manila juga yang memimpin. Ia membawa Persija juara Liga Indonesia 2001, juga Bandung Raya di masa sebelumnya. Dan jauh sebelum itu, ia memimpin Operasi Ganesha, menggiring 242 gajah liar di Air Sugihan, Sumatera Selatan, 1982. Dengan kepala plontos bernazar, kumis dan janggut dibiarkan tumbuh, ia memimpin ratusan prajurit dan ribuan transmigran. Dunia menyebutnya operasi penyelamatan gajah terbesar, negeri ini menyebutnya: Jenderal Gajah.
Lahir di Singaraja, 8 Juli 1942, ia meniti karier dari Akademi Militer hingga berpangkat Mayor Jenderal TNI AD. Ia pernah menembus garis Dwikora, PGRS, hingga pasukan Garuda di Timur Tengah. Deret tanda jasa menghiasi dadanya: Satya Lencana Wira Dharma, Penegak, Seroja, hingga Bintang Yudha Dharma. Seusai seragamnya ditanggalkan, ia memimpin STPDN, duduk sebagai Sekjen Deppen, hingga menjabat Gubernur Akademi Bela Negara Partai NasDem di tahun-tahun akhir hidupnya.

Foto/Istimewa
Tapi semua gelar itu, semua pangkat dan jabatan itu, kini hanya tinggal deret kenangan. Yang tersisa di hati orang-orang seperti Susyana adalah sosok yang datang setelah latihan, menepuk bahu para atlet muda, dan berkata sederhana: “Jangan menyerah, Indonesia butuh kalian.”
Ada orang yang pergi dengan sunyi, ada pula yang meninggalkan gema. IGK Manila adalah gema itu. Gema yang kita dengar setiap kali atlet wushu Indonesia berdiri di podium. Gema yang ada di balik ketegasan dan disiplin. Gema yang mengajarkan: kerja keras mungkin menyakitkan, tapi ia adalah satu-satunya jalan untuk membuat bangsa ini berdiri tegak.

Edgar Xavier Marvelo, atlet wushu nasional yang juga merasa kehilangan atas kepergian IGK Manila. Foto/Dok.Edgar Xavier Marvelo
Kini, ketika abu beliau akan kembali ke bumi pada Rabu 20 Agustus 2025, kita tahu: tak ada api kremasi yang bisa memadamkan ingatan. Manila sudah menjadi bagian dari tubuh olahraga negeri ini, sebagaimana Susyana, dan anak-anak muda lain, adalah kelanjutan dari napas yang ditinggalkannya. Susyana, yang kini menjadi pelatih nasional, menuliskan kenangannya begini:
“Yang pasti, kami sangat kehilangan sosok Bapak Wushu Indonesia. Wushu bisa menjadi cabang olahraga resmi di bawah KONI berkat jasa beliau. Apalagi, pada tahun 1993 ayah saya termasuk salah satu atlet angkatan pertama wushu Indonesia yang mewakili Merah Putih di SEA Games 1993, ketika Pak Manila memimpin langsung.

Foto/Dok.Susyana Tjhan
Semangat dan dukungan beliau untuk wushu Indonesia tak pernah pudar. Sejak Kejurnas pertama di tahun 1993 hingga yang terakhir di 2025 kemarin, beliau hampir selalu hadir. Beliau juga kerap mendampingi kami dalam berbagai event internasional: SEA Games, Olimpiade Beijing 2008, Kejuaraan Dunia, hingga ajang-ajang junior tingkat internasional.
Jasa dan perjuangan beliau menjadi inspirasi sekaligus semangat bagi para atlet, pelatih, dan pengurus wushu Indonesia. Kami berhutang untuk melanjutkan api perjuangan itu—dengan berprestasi di level internasional dan mengibarkan nama wushu Indonesia lebih tinggi lagi.”

Foto/Istimewa
Dan barangkali, bila kita mau jujur, kehilangan seperti ini membuat kita merasa kecil. Karena seorang bapak telah tiada, dan yang tertinggal hanyalah kita, dengan tugas untuk melanjutkan.
Selamat jalan Bapak Wushu Indonesia!
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!