Kerja Keras Bukan Berarti Stres, Harus Tahu Trik Ini!

Ludus01

LUDUS - Pernah enggak sih kamu ngerasa kerjaan makin hari makin numpuk? Deadline datang silih berganti, atasan nyuruh ini-itu tanpa henti, dan rekan kerja malah bikin pusing tujuh keliling. Rasanya seperti hidup cuma untuk kerja, tapi kerja enggak pernah selesai.

Sebelum kamu merasa kewalahan sendiri, yuk kenali dulu apa sebenarnya yang bikin stres kerja itu muncul. Karena dengan mengenali penyebabnya, kita bisa mulai menemukan cara untuk mengatasinya.

Penyebab Stres Kerja yang Paling Sering Terjadi

Beban kerja yang berlebihan
Setiap hari tugas datang tanpa henti. Belum selesai satu, sudah disodori yang lain. Rasanya kayak dikejar-kejar waktu tapi enggak pernah cukup.

Menurut studi American Psychological Association (APA), overload pekerjaan adalah penyebab nomor satu stres kerja di kalangan profesional usia 25–40 tahun. Tekanan kronis semacam ini bisa memicu kelelahan mental (burnout), penurunan motivasi, bahkan depresi.

Atasan yang enggak supportif
Ada aja bos yang sukanya nyuruh tapi enggak pernah dengerin. Kritik jalan terus, tapi apresiasi? Nihil.

Harvard Business Review menyebut bahwa kepemimpinan yang tidak empatik mempercepat timbulnya kelelahan emosional. "Employee voice" atau suara karyawan yang diabaikan dapat mengikis kepercayaan diri dan keterikatan pada organisasi (employee engagement).

Overload pekerjaan adalah penyebab nomor satu stres kerja di kalangan profesional usia 25–40 tahun (Foto: Pixabay)

Overload pekerjaan adalah penyebab nomor satu stres kerja di kalangan profesional usia 25–40 tahun (Foto: Pixabay)

Lingkungan kerja yang toxic
Rekan kerja yang suka drama, ngegosip, atau main belakang bikin suasana kerja makin sumpek. Bukannya nyaman, malah bikin pengap.

Riset dari University of Manchester menemukan bahwa “lingkungan kerja beracun” berdampak signifikan pada peningkatan risiko kecemasan, isolasi sosial, dan niat resign dini.

Enggak ada work-life balance
Jam kerja enggak jelas. Weekend pun masih kepikiran email dari kantor. Hidup seakan-akan cuma buat kerja doang.

Menurut WHO dan ILO, jam kerja melebihi 55 jam seminggu meningkatkan risiko stroke dan penyakit jantung hingga 35%. Keseimbangan hidup bukan lagi kemewahan, tapi kebutuhan fisiologis.

Kekhawatiran soal karier
Takut dipecat, takut enggak berkembang, takut gagal. Semua kekhawatiran itu lama-lama menumpuk jadi tekanan mental.

Career insecurity adalah bentuk stres kronik yang sulit terlihat. Penelitian oleh EUROFOUND menunjukkan bahwa ketidakpastian karir berkorelasi dengan gangguan tidur dan menurunnya rasa percaya diri secara konsisten.

Bekerja dengan hati senang adalah satu cara untuk menghilangkan stres (Foto: Ist)

Bekerja dengan hati senang adalah satu cara untuk menghilangkan stres (Foto: Ist)

Cara Menghadapi Stres Kerja

Pertama, kenali batasan diri
Jangan selalu bilang iya ke semua tugas. Belajar bilang "enggak" juga bentuk profesionalisme, loh.

Psikolog klinis Dr. Henry Cloud menyebut bahwa “Boundaries define us. They define what is me and what is not me.” Menetapkan batasan tugas mencegah penumpukan beban emosional.

Atur waktu dengan cerdas
Gunakan teknik seperti Pomodoro—kerja fokus 25 menit, istirahat 5 menit. Supaya otak enggak meledak karena terus-terusan dipaksa.

Teknik Pomodoro terbukti meningkatkan fokus hingga 25% dan mengurangi kelelahan mental dalam studi oleh University of Illinois.

Teknik Pomodoro terbukti meningkatkan fokus hingga 25% dan mengurangi kelelahan mental dalam studi oleh University of Illinois (Foto: Dali Rahmadani)

Teknik Pomodoro terbukti meningkatkan fokus hingga 25% dan mengurangi kelelahan mental dalam studi oleh University of Illinois (Foto: Dali Rahmadani)

Ambil jeda
Break itu bukan tanda malas. Justru break bikin kita tetap waras.

Micro-breaks dalam studi oleh National Institutes of Health (NIH) berkontribusi pada penurunan kortisol (hormon stres) dan peningkatan mood harian.

Komunikasikan
Kalau kamu udah mulai kewalahan, coba ngobrol sama atasan atau HR. Mungkin mereka enggak tahu kalau kamu lagi struggling.

Komunikasi terbuka terbukti menurunkan risiko burnout menurut penelitian Journal of Occupational Health Psychology. Manajemen yang responsif bisa mengubah kultur organisasi secara positif.

Jaga tubuh
Tidur cukup, makan sehat, olahraga ringan—karena kesehatan fisik nyambung banget sama kesehatan mental.

Tubuh bukan mesin. Ia perlu dirawat, bukan hanya disuruh kerja terus (Foto: Ist)

Tubuh bukan mesin. Ia perlu dirawat, bukan hanya disuruh kerja terus (Foto: Ist)

Tubuh bukan mesin. Ia perlu dirawat, bukan hanya disuruh kerja terus. Tidur cukup, makan sehat, dan olahraga ringan bukanlah kemewahan—tapi kebutuhan dasar agar kita tetap waras.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan: aktivitas fisik minimal 30 menit sehari dapat menurunkan risiko stres kronik hingga 40%. Bahkan, cukup jalan kaki cepat pun bisa jadi pelindung alami dari kelelahan mental.
Dan jangan remehkan tidur. Kurang tidur terbukti menurunkan fungsi eksekutif otak sampai 20%. Artinya, kita jadi lebih gampang emosi, sulit ambil keputusan, dan makin mudah merasa kewalahan.

Lalu olahraga apa yang bisa bantu redakan stres? Tak perlu ke gym mahal atau ikut kelas ekstrem. Cukup yang sederhana tapi rutin:

  • Jalan kaki cepat di pagi hari, sambil mendengarkan musik yang menenangkan.
  • Bersepeda santai, terutama di akhir pekan.
  • Yoga atau stretching ringan, bisa dilakukan dari kamar kos atau ruang keluarga.
  • Renang, yang mempertemukan kita dengan air dan ketenangan.
  • Jogging sore, 20–30 menit keliling taman kota pun sudah cukup.
  • Atau dansa kecil di kamar, karena kadang tubuh hanya ingin bergerak bebas, tanpa tekanan.
Jalan kaki cepat di pagi hari, sambil mendengarkan musik yang menenangkan (Foto: Lukas Hartmann)

Jalan kaki cepat di pagi hari, sambil mendengarkan musik yang menenangkan (Foto: Lukas Hartmann)

Olahraga bukan pelarian dari stres. Ia justru jembatan untuk kembali berpijak. Karena tubuh yang bugar tak hanya kuat bekerja—tapi juga kuat menghadapi tekanan hidup.

Curhat ke teman, keluarga, atau siapa pun yang bisa dengerin. Kadang cukup cerita aja udah ngelepas beban (Foto: Ist)

Curhat ke teman, keluarga, atau siapa pun yang bisa dengerin. Kadang cukup cerita aja udah ngelepas beban (Foto: Ist)

Cari support system
Curhat ke teman, keluarga, atau siapa pun yang bisa dengerin. Kadang cukup cerita aja udah ngelepas beban.

Dalam jurnal Social Psychology, disebutkan bahwa berbagi cerita (emotional disclosure) menurunkan tekanan darah dan meningkatkan well-being dalam jangka panjang.

Kamu Bukan Robot

Kita hidup di dunia kerja yang serba cepat dan kompetitif. Wajar kalau kadang kita ngerasa overwhelm. Tapi ingat: kamu bukan robot. Kamu manusia. Dan kamu berhak merasa lelah.

Jangan terus-terusan memaksakan diri. Jaga dirimu, jaga mentalmu. Karena kamu cuma punya satu tubuh, satu pikiran. Hargai dirimu sama pentingnya kayak kamu ngejar target kerjaan.

Kalau kamu lagi ngerasa stres karena kerjaan, coba share cerita kamu di kolom komentar. Siapa tahu, orang lain juga lagi ngerasa hal yang sama.

Ingat: kerja boleh keras, tapi jangan sampai kehilangan diri sendiri. (Sumber: Youtube Upgrade dan berbagai sumber lainnya)

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!