Ketika Balet Tak Lagi Mengenal Usia: Catatan Kemenangan Sisilia Oei di Indonesia Dancer’s Artistry 2025


Sisilia Oei menjadi pemenang tertua di kategori Adult Ballet Solo Progressing Indonesian Dancer’s Artistry 2025 (Foto: Istimewa)
LUDUS – Pada sebuah panggung terang di Jakarta, 11 Mei 2025, seorang perempuan berusia 46 tahun melayangkan langkah terakhirnya dalam satu gerakan yang sempurna. Tak ada musik setelah itu, hanya tepuk tangan membahana yang meledak dari penonton dan juri. Ia bukan penari muda yang baru menapak jalan karier, bukan pula atlet seni yang sedang menuju puncak. Tapi ia adalah Sisilia Oei — seorang guru, pendiri sekolah tari, dan kini, juara nasional. Ia baru saja menang di kompetisi ballet tingkat nasional, Indonesia Dancer’s Artistry, yang diselenggarakan pada 10–11 Mei 2025 di Jakarta oleh Ballet Indonesia Foundation (Ballet ID)
Sisilia bukan nama baru di dunia balet Indonesia. Sejak usia empat tahun ia telah mengenal dunia ini, dan pada usia tujuh, ia jatuh hati pada balet. Ia mulai mengajar ketika usianya belum genap lima belas. Di panggung Indonesia Dancer’s Artistry 2025 yang diselenggarakan oleh Ballet Indonesia Foundation (Ballet ID), ia kembali membuktikan bahwa usia hanya angka bagi mereka yang setia pada panggilannya.

Juri internasional yang terdiri dari Cheryl Chua dari O School Singapore, Giuseppe Canale dari GCDancevents, dan Chihiro Uchida dari Kodence Ballet Academy pun tampak terkesan dengan penampilan Sisilia Oei (Foto: Istimewa)
Bersaing dengan hampir 500 penari dari seluruh Indonesia, Sisilia tampil di kategori Adult Ballet Solo Progressing—kategori untuk penari berusia 21 tahun ke atas. Tapi yang mengejutkan bukan hanya kemenangannya. Melainkan fakta bahwa Sisilia adalah peserta tertua di kelompoknya, kelahiran 1979, dan telah dua dekade tidak mengikuti kompetisi. Ia bukan sekadar datang untuk bernostalgia, tetapi pulang membawa emas.
“Saya hanya ingin menunjukkan bahwa dedikasi, semangat, dan pengalaman tak pernah lekang oleh waktu,”
Ia, Sisilia, mengungkapkan dengan tegas, sesaat setelah menerima penghargaan. “Jika tubuh bisa dilatih, jiwa harus terus menyala. Saya berharap bisa jadi pengingat bagi siapa pun, bahwa mengejar passion tak memiliki tenggat usia,” lanjutnya.
Juri internasional yang terdiri dari Cheryl Chua dari O School Singapore, Giuseppe Canale dari GCDancevents, dan Chihiro Uchida dari Kodence Ballet Academy pun tampak terkesan oleh kedewasaan ekspresi dan presisi teknik yang Sisilia tunjukkan. Di tengah dominasi penari-penari muda yang energik, justru Sisilia yang berhasil mencuri perhatian—dengan penguasaan emosi dan ketenangan yang hanya datang dari tahun-tahun panjang bersama panggung.

Tim Adult Ballet Group IDT—yang juga dipimpinnya—berhasil menyabet juara pertama (Foto: Istimewa)
Tapi kemenangan Sisilia bukan kisah pribadi semata. Ia datang membawa bendera Indonesian Dance Theatre (IDT), sekolah tari yang ia dirikan sendiri pada tahun 2015. Bersama murid-muridnya, ia menulis kisah kemenangan kolektif: delapan ballerina cilik usia 5-8 tahun membawa pulang medali perak dan perunggu, sementara tim Adult Ballet Group IDT—yang juga dipimpinnya—berhasil menyabet juara pertama.
Dari pengajar menjadi peserta, dari koreografer menjadi juara, dari ibu panggung menjadi pejuang tunggal, Sisilia melintasi batasan-batasan yang biasanya menghentikan langkah banyak orang. Ia pernah tampil sebagai koreografer film Langit Biru (2012), lalu menjadi guru balet sekaligus tampil dalam Danur 2: Maddah (2018), dan terus aktif mencetak generasi baru melalui IDT.

Tim Indonesian Dance Theatre dengan delapan ballerina cilik usia 5-8 tahun, sukses membawa pulang medali perak dan perunggu (Foto: Istimewa)
Prestasi ini seolah menjadi penggenap dari apa yang selama ini ia bangun: panggung bukan hanya ruang pertunjukan, tapi ruang pembuktian karakter. Bahwa keindahan bukan hanya pada gerakan, tapi pada kegigihan yang membentuknya.
Indonesian Dance Theatre, di bawah kepemimpinannya, menjelma jadi rumah bagi penari dari berbagai usia—mereka yang baru mengenal langkah pertama, hingga yang ingin kembali setelah sekian lama. Sekolah ini bukan hanya mengajarkan teknik, tetapi juga menanamkan nilai disiplin, rasa percaya diri, dan semangat pantang menyerah. Karakter yang membentuk Sisilia, kini menular ke murid-muridnya.
Sisilia Oei bukan hanya juara kompetisi, tapi juga juara dari keyakinannya sendiri: bahwa waktu tak bisa membatasi seorang seniman yang mencintai apa yang ia lakukan. Dan barangkali, itulah gerakan balet yang paling sempurna: menari melintasi usia, dengan cahaya yang tak pernah padam. (*)

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!