Korea Open 2025: Luka, Tekad, dan Perjalanan Konsistensi Fajar/Fikri

Ludus01

Foto/PBSI

LUDUS - Ada kalimat yang lebih kuat dari sekadar angka skor. Bukan “16-21, 21-23” yang menempel di benak, melainkan sebaris kata di Instagram Fajar Alfian setelah final Korea Open 2025: “China master 750 perunggu. Korea Open perak, kau ajarkan luka yang membentuk. Aku pulang bukan dengan medali, tapi dengan tekad yang lebih keras dari sebelumnya. Terimakasih untuk semua doa dan dukungannya.”

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Kata-kata itu menyingkap hal yang tak bisa disimpan oleh podium perak: rasa perih, lalu tekad untuk tak berhenti. Luka, kata Fajar, bisa jadi batu loncatan, bisa pula jadi batu sandungan. Ia memilih yang pertama.

Pasangannya, Muhammad Shohibul Fikri, menuliskan hal serupa namun dengan nada lain. Menyelipkan kata terima kasih kepada orang yang mendoakan dan mendukungnya. Lebih hangat, lebih tenang: “2 minggu yang cukup melelahkan dan menyenangkan, serta Alhamdulillah selalu diberikan kelancaran dan semangat yang selalu membara tiada habis habisnya. China Master perunggu dan Korea Open perak. Memang bukan hasil yang terbaik tetapi bukan hasil yang buruk juga. Semoga kedepan bisa selalu tampil konsisten dan selalu lebih baik. Terima kasih banyak untuk seluruh doa dan support kepada kami.”

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Dua narasi, satu tujuan: konsistensi.

Sejarah keduanya masih muda. Fajar sebelumnya sudah kenyang prestasi bersama Muhammad Rian Ardianto. Namun, sejak pertengahan 2025, angin perubahan datang: ia dipasangkan dengan Shohibul Fikri. Japan Open 2025 menjadi panggung pembuka. Di sana, langkah mereka hanya sampai perempat final, tapi itulah awal “resmi” kerja sama baru.

Lalu, di China Open 2025, hanya di turnamen kedua, mereka langsung juara. Dunia bulutangkis menoleh. “Pasangan baru, tapi tidak main-main,” begitu kira-kira pesan kemenangan itu.

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Namun, konsistensi memang tidak pernah lahir dalam semalam. Di China Masters 2025, mereka hanya sampai semifinal, dihentikan pasangan Korea, Kim Won Ho/Seo Seung Jae. Nama yang sama pula yang akhirnya mengubur mimpi emas mereka di final Korea Open 2025.

Final di Seoul itu seperti buku yang halaman akhirnya terlalu cepat ditutup. Setelah kalah 16-21 di gim pertama, Fajar/Fikri bangkit di gim kedua. Mereka bahkan sempat unggul 20-19. Satu poin lagi, dan pertandingan bisa berlanjut ke gim penentuan. Tapi apa yang disebut “nyaris” memang sering menjadi ironi olahraga: Kim/Seo berbalik menang 23-21.

“Sayang di gim kedua ada kesempatan untuk memaksa rubber game tapi kami tidak bisa memanfaatkan,” ujar Fajar setelah pertandingan. Ia tak menutup-nutupi kelemahan: “Saya juga beberapa kali melakukan kesalahan sendiri di poin kritis. Ini masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diperbaiki.”

Fikri menambahkan dengan jujur: “Kami harus menambah tenaga dan stamina, selain itu fokus juga ditambah. Kami tidak buruk-buruk amat di empat turnamen pertama ini tapi banyak yang harus dievaluasi bila ingin konsisten di level top.”

BACA JUGA: Fajar/Fikri Juara China Open 2025: Pecah Telur, Persembahan untuk Kang Iie, dan Tarian Viral di Final

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Di situlah refleksi bertemu kenyataan: keduanya bukan sedang menutup luka dengan perban kata-kata manis, melainkan membiarkan luka itu terlihat, agar bisa diingat, agar bisa membentuk.

Kim/Seo disebut Fajar sedang berada di golden age. Mereka memang juara All England, juara Kejuaraan Dunia, dan kini menambah koleksi di tanah sendiri. “Pertahanannya sangat luar biasa, sangat rapat dan sulit ditembus,” kata Fajar. Lawan yang sedang mencapai puncak performa tak cukup dihadapi dengan teknik atau stamina. Pikiran harus penuh sejak awal sampai akhir. Itulah tantangan bagi Fajar/Fikri: melawan bukan hanya sosok, tapi era.

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Tahun 2025 bagi Fajar/Fikri bukanlah soal emas atau perak semata. Lebih dari itu, ia adalah kisah tentang bagaimana luka mengajari keduanya untuk bertahan. Dari perempat final di Japan Open, juara di China Open, semifinal di China Masters, hingga perak di Korea Open, semua seperti serpihan puzzle yang belum selesai.

Keduanya tahu perjalanan panjang masih menunggu. Konsistensi, stamina, fokus, semua bukan sekadar kata-kata, melainkan syarat agar mereka bisa bersaing di barisan teratas dunia.

BACA JUGA: Jonatan Christie Juara Korea Open 2025: Jojo Juara, Jojo Kembali!

Dan kita, penonton, barangkali perlu belajar juga dari kalimat Fajar: bahwa medali hanyalah tanda. Yang lebih penting adalah tekad yang pulang bersama mereka, meski tak terlihat di leher.

Foto/PBSI

Foto/PBSI

Friedrich Nietzsche pernah menulis: “That which does not kill us makes us stronger.” Luka, jika tidak meruntuhkan, akan melahirkan sesuatu yang lebih keras dari sebelumnya.

Fajar/Fikri telah memilih jalan itu.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!