

160 anak muda berdiri menatap harapan mengikuti Mendobrak Batas (Foto: NPC Indonesia)
LUDUS – Dengan penuh semangat, seorang atlet penyandang disabilitas melaju di atas kursi roda, menantang batas-batas yang ada. Di Martial Arts Arena Sumut Sport Centre, Medan, mereka hadir dalam program Mendobrak Batas, pencarian bakat atlet disabilitas yang memasuki provinsi kelima dari 35 titik di seluruh Indonesia, dengan tekad untuk membuktikan bahwa segala keterbatasan bukanlah halangan.
Setelah menyambangi empat provinsi sebelumnya—Jakarta (DKI Jakarta), Balikpapan (Kalimantan Timur), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Palembang (Sumatera Selatan)—langkah kelima program ini menjejakkan kaki di Sumatera Utara, tepatnya di Kota Medan.
Di tengah deru kendaraan yang lalu-lalang, di satu sudut arena bela diri Sumut Sport Centre, 160 anak muda berdiri menatap harapan. Mereka datang dari 16 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Datang tidak hanya membawa tubuh dan semangat, tetapi juga mimpi yang barangkali selama ini terbungkus diam. Hari itu, mereka diuji. Tapi bukan sekadar fisik. Yang diuji adalah potensi, ketahanan, dan kemungkinan—apakah tubuh mereka bisa dilatih untuk bersaing di panggung dunia?

Tim talent scouting NPC Indonesia hadir di Sumatera Utara pada 9-11 Mei 2025 dalam program Mendobrak Batas (Foto: NPC Indonesia)
Karena Medan bukan kota biasa. Ini tanah yang membesarkan juara—keras hati, kuat kaki, dan tak kenal kata menyerah. Dari tanah ini, selalu lahir pejuang-pejuang yang tahu cara bertarung dan pantang mundur. Maka saat NPC Indonesia datang ke kota ini, mereka tahu: di sini, potensi itu bukan untuk dicari. Di sini, potensi hanya perlu dibangkitkan.
Bukan perkara mudah mencari bibit atlet paralimpiade. Dibutuhkan lebih dari sekadar mata yang jeli; dibutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat. Di tangan tim talent scouting NPC Indonesia, berbagai alat canggih kini menjadi sahabat setia dalam proses seleksi.

Tak hanya Inbody. Detak jantung para peserta pun diawasi dengan Polar H10 (Foto: NPC Indonesia)
Salah satunya adalah Inbody S10, perangkat portabel analisis komposisi tubuh yang dirancang khusus bagi penyandang disabilitas. Menggunakan adhesive electrode yang fleksibel terhadap kondisi fisik tiap peserta, alat ini tak sekadar menghitung lemak tubuh atau otot. Ia membaca kemungkinan. Ia menakar harapan.
Muhammad Tasa Kasumbung, salah satu anggota tim talent scouting, tahu betul mengapa alat ini penting. “Calon atlet yang datang ke kita ini kan belum menjadi atlet. Jadi dengan alat-alat ini kita bisa mengetahui komposisi tubuh yang menunjang mereka untuk bisa jadi atlet yang nantinya dibina ke ranah internasional,” ujarnya.
Tak hanya Inbody. Detak jantung para peserta pun diawasi dengan Polar H10, sensor canggih yang digunakan dalam Target Aerobic Movement Test (TAMT). Bersama metode 20-meter Pacer Test, mereka mengukur kapasitas aerobik dengan presisi, mengadaptasi pendekatan ilmiah dari Brockport Physical Fitness Test, metode internasional berbasis bukti ilmiah untuk penyandang disabilitas.
Setiap tes dilakukan bukan untuk menguji kekurangan, tapi untuk mengungkap kelebihan tersembunyi yang mungkin tak disadari para peserta sendiri. Dan dari situ, tim akan menyesuaikan hasil klasifikasi dengan standar internasional, untuk kemudian merekomendasikan mereka ke cabang olahraga yang paling sesuai.
“Kami ingin memastikan, mereka tidak hanya terpilih, tapi juga masuk ke kelas dan cabang olahraga yang tepat,” tutur Tasa. “Karena dari situ kita bisa mulai membina mereka baik di daerah maupun secara nasional.”

Sumut mengirimkan enam atlet ke pelatnas ASEAN Para Games, lima atletik dan satu judo (Foto: NPC Indonesia)
Di Medan, program ini menemukan rumahnya. Ketua NPC Sumatera Utara, Alan Sastra Ginting, menyambut hangat kehadiran tim pusat. Baginya, regenerasi atlet disabilitas bukan hal baru—tapi ketika mimpi besar bertemu teknologi, semuanya jadi mungkin.
“160 peserta ini sudah kami saring sebelumnya. Harapan kami, ada beberapa persen yang nantinya bisa dibina di Solo,” ucap Alan, menyebut kota tempat pusat pelatihan nasional NPC Indonesia berada.
Optimisme juga datang dari Mahfullah Pratama Daulay, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Sumatera Utara. Ia mengingatkan, Sumut baru saja melepas enam atlet ke pelatnas ASEAN Para Games—lima atletik dan satu judo. Ini bukan sekadar angka. Ini bukti.

Calon atlet disabiltas nasional (Foto: NPC Indonesia)
“Dari talent scouting ini, kami berharap ada lagi atlet Sumatera Utara yang bisa menyusul. Dan untuk yang belum terpilih ke pelatnas, akan tetap kita bina sebagai cikal bakal menuju Peparnas 2028,” ujar Mahfullah.
Di tengah ratusan wajah muda yang berbaris rapi itu, mungkin ada seorang bocah yang dulunya tak pernah berpikir akan jadi atlet. Mungkin ada seorang gadis yang pernah diragukan tubuhnya, kini mengangkat harapan dengan detak jantung terpantau. Dan di sana, teknologi hanya jembatan. Yang sesungguhnya melompat adalah mereka—melompati batas tubuh, batas stigma, dan batas harapan.
NPC Indonesia tak sekadar mencari atlet. Mereka mencari mimpi-mimpi yang sempat tersembunyi di pelosok negeri. Dan kini, mimpi itu sedang bergerak. (*)
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!