

LUDUS - Di jantung kawasan SCBD yang biasa dipenuhi lalu lintas manusia bekerja dan mengejar waktu, pagi itu suasananya berbeda. Napas kota besar yang biasanya sesak oleh rutinitas, berubah menjadi irama langkah-langkah ringan. Bukan antrean kendaraan, melainkan arus manusia berlari dengan wajah tersenyum.

Foto/NOC Indonesia
Di antara mereka, berdiri Ketua Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia) Raja Sapta Oktohari, atau Okto, seperti biasa memanggil dirinya dengan nada bersahabat. Di tangan kirinya, bendera start bergoyang pelan tertiup angin. Sesaat kemudian, bersama Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, Panji Winata dari Artha Graha Peduli, dan Reza Rajasa selaku Ketua Panitia, Okto mengangkat tangan dan memberi aba-aba: “Kita mulai!” Seruan itu seolah menandai bukan hanya dimulainya fun run lima kilometer, tapi juga gerakan batin untuk menghidupkan kembali semangat Olimpiade, semangat yang tak pernah benar-benar padam di dada bangsa ini.
Olympic Day, secara global, memang jatuh setiap 23 Juni. Tapi Okto percaya, semangat itu tak perlu dibatasi oleh kalender. “Kita bisa menyalakan api Olimpiade kapan saja,” katanya kemudian dalam sambutannya, dengan suara yang tenang tapi bergetar keyakinan. “Hari ini kita rayakan untuk menguatkan dukungan kepada para atlet Tim Indonesia yang akan berjuang di panggung dunia.”

Foto/Istimewa
Ada sesuatu yang reflektif dari cara Okto memaknai perayaan itu. Olympic Day 2025, yang digelar NOC Indonesia di bawah naungan Komisi Sports For All, bukan sekadar ajang lari santai atau hiburan akhir pekan. Ia menjadi semacam ruang pertemuan antara rakyat dan cita-cita: bahwa olahraga bukan milik segelintir atlet yang tampil di televisi, melainkan milik semua yang ingin hidup sehat, bergerak, dan merasakan kegembiraan kolektif.
Okto tidak sedang berbicara tentang kompetisi, melainkan kolaborasi. Bahwa semangat olimpianisme, sebuah istilah yang mungkin terdengar filosofis, adalah tentang keberanian untuk terus berjuang dengan sportivitas, meski hasilnya belum tentu emas. “Olahraga bukan hanya milik atlet,” ujarnya, “tapi milik semua. Dengan tubuh yang sehat dan jiwa yang kuat, kita bisa terus menjaga Merah Putih berkibar di pentas dunia.” Kata-kata itu seperti gema yang mengingatkan bahwa kemenangan terbesar manusia barangkali bukan pada podium, melainkan pada kesediaan untuk terus bergerak.

Dari SCBD Weekland, semangat itu bergulir ke arah lebih luas. Tahun 2025 menjadi tahun padat bagi olahraga Indonesia. Di ujung Oktober, Tim Indonesia akan bertarung di Asian Youth Games di Manama, Bahrain (22–31 Oktober); kemudian ke Islamic Solidarity Games di Riyadh, Arab Saudi, pada 7–21 November; dan akhirnya menutup tahun di SEA Games Thailand pada 9–22 Desember. Tiga ajang besar yang bukan hanya menjadi ujian fisik, tapi juga ujian mental kolektif bangsa, tentang bagaimana kita menjaga bara semangat di tengah tekanan dunia.
Kemeriahan Olympic Day 2025 diwarnai oleh ratusan peserta dari berbagai komunitas olahraga dan masyarakat umum. Ada DJ Show yang mengguncang langit Jakarta, ada tenda UMKM lokal yang menjual minuman segar dan camilan sehat, ada entertainment stage yang menampilkan Chaplin Band, semuanya berpadu dalam semangat yang sama: merayakan gerak. Sponsor pun turut mengalirkan dukungan, dari Mills, BAIC Indonesia, Aice, Kings Travel, Tiktok, Perumnas, Untold, Artha Graha Peduli, Electronic City, hingga Bank Artha Graha International, menunjukkan bahwa energi olahraga kini juga bisa tumbuh dari kolaborasi lintas sektor. Para olympian pun ikut merayakan, seperti Krisna Bhayu (Judo), Hadi Wiharja (Angkat Besi), Silvi Kristina (Anggar), Ling Ling Agustina (Tenis Meja), Anton Suseno (Tenis Meja) dan Santia Tri Kusuma (Balap Sepeda)

Foto/Istimewa
Panji Winata, perwakilan Artha Graha Peduli, berkata dengan nada sederhana tapi mengandung makna dalam: “Kami percaya olahraga mampu memperkuat daya masyarakat dan membawa nama Indonesia ke kancah internasional.” Kata “daya” di sini, terasa bukan sekadar kekuatan fisik, melainkan daya tahan, sebuah keteguhan yang dibutuhkan bangsa di tengah perubahan zaman.
Mungkin di sinilah letak keindahan Olympic Day: ia bukan sekadar perayaan masa lalu Olimpiade, tetapi cara bangsa untuk memelihara masa depannya. Gerak tubuh menjadi doa yang tak terucap, langkah-langkah di jalan menjadi bentuk kesetiaan kepada tanah air. Dalam satu hari di SCBD itu, orang-orang tak hanya berlari, mereka bergerak bersama menuju makna.

Foto/NOC Indonesia
Dan di antara semua itu, Raja Sapta Oktohari berdiri seperti maestro yang menuntun orkestra bernama Indonesia: tidak dengan tongkat komando, tapi dengan keyakinan bahwa persatuan bisa dimulai dari satu hal yang sederhana, dari sebuah langkah kecil yang diambil bersama.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.
Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!