Menjaga Ruang Anak Negeri: Surat Erick Thohir ke ILeague Soal Pemain Asing dan Talenta Muda

Ludus01

LUDUS - Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, menyurati ILeague demi menegaskan batas antara gairah bisnis dan tanggung jawab membina talenta lokal.

Foto/PSSI

Foto/PSSI

Surat itu dikirim dari Jakarta pada pertengahan Juli. Isinya tidak panjang, tetapi cukup untuk menggugah percakapan panjang di ruang-ruang rapat klub sepak bola dan forum-forum daring yang biasa menyulut debat. Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, meminta ILeague, operator tertinggi kompetisi sepak bola nasional, untuk meninjau ulang satu keputusan penting: jumlah pemain asing yang boleh diturunkan di setiap pertandingan BRI Super League musim 2025/2026.

Delapan pemain asing, menurut Erick, terlalu banyak. Ia menyarankan agar angka itu dikurangi menjadi tujuh. Sepintas, perubahan ini tampak kecil. Tapi di baliknya, tersimpan isyarat bahwa PSSI tidak sedang membangun liga hanya untuk dinikmati dari kejauhan; mereka ingin tanah ini juga menjadi tempat tumbuh bagi anak-anaknya sendiri.

"Pengurangan jumlah pemain asing yang turun di lapangan bukan berarti mengurangi kualitas liga,” kata Erick dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu (16/7). “Justru ini mempertegas komitmen kita untuk menciptakan ruang dan kesempatan lebih besar bagi talenta muda Indonesia.”

Di dalam bahasa itu, terselip sebuah kritik halus terhadap arus globalisasi sepak bola. Ketika klub-klub bersaing memikat pemain dari Afrika, Amerika Selatan, dan Eropa Timur, pertanyaan klasik kembali mengapung: di mana tempat untuk anak negeri?

Tak hanya soal angka pemain asing, surat itu juga membawa satu permintaan yang lebih eksplisit: setiap klub yang memiliki pemain Tim Nasional U23 dalam skuadnya harus memberi mereka waktu bermain minimal 45 menit per pertandingan. Bukan sekadar tampil lima menit di ujung laga. Bukan menjadi penghangat bangku cadangan demi memenuhi regulasi.

Robbi Darwis, pemain U-23 Indonesia. PERSIB.co.id/Dok. Adi Soesetya

Robbi Darwis, pemain U-23 Indonesia. PERSIB.co.id/Dok. Adi Soesetya

“Kita tidak ingin pemain muda hanya menjadi pelengkap. Mereka harus tumbuh melalui pengalaman nyata di lapangan,” ujar Erick. “Jam bermain mereka harus bertambah, skill dan mentalnya juga meningkat.”

Ada kekhawatiran yang tak diucap, tapi terasa. Bahwa liga bisa menjadi tempat berkembang bagi pemain-pemain asing yang datang dan pergi, sementara bakat lokal justru layu karena tak pernah diberi kesempatan berkembang. Bahwa klub-klub terlalu sibuk mengejar kemenangan cepat, hingga lupa bahwa kemenangan jangka panjang justru lahir dari kesabaran membina.

Foto/Persija.id

Foto/Persija.id

Surat ini bukan ultimatum, setidaknya belum. Tapi ia adalah pengingat bahwa sepak bola nasional tak boleh kehilangan arah. Di tengah derasnya gairah bisnis dan tuntutan rating siaran, tetap harus ada ruang bagi anak-anak muda dengan mimpi yang tumbuh di lapangan-lapangan kecil di Indonesia.

Sepak bola, pada akhirnya, bukan hanya tentang siapa yang menang malam ini. Tapi tentang siapa yang tumbuh esok hari. (*)

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!