Merry Riana, Eka Putra Wirya, dan Malam Catur di Cafe Tutur: Saat Robot, Anak Muda, dan Semangat Sumpah Pemuda Menyatu
Ludus01


LUDUS - Bekasi tak hanya berisik oleh lalu lintas. Di Jalan Raya Siliwangi No. 15, suara langkah kaki dan tawa muda menembus riuh kota, menuju satu tempat yang sedang ramai dibicarakan: Cafe Tutur. Di bawah lampu kuning hangat, meja-meja catur berjejer, menunggu giliran para pemainnya, dan di antara mereka, berdiri sosok yang sudah lama menginspirasi jutaan anak muda Indonesia, Merry Riana.

Foto/LUDUS.id
“Selamat datang di Merry Riana’s Fun Chess Night,” ucap pembawa acara lantang pada Selasa malam, 28 Oktober 2025. Sebuah tanggal yang tak sembarangan, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Malam itu, semangat kebangsaan hadir bukan lewat orasi di podium, tapi lewat langkah kuda dan benteng di atas papan catur.
Ada sesuatu yang simbolik di sana: bagaimana generasi muda belajar mengatur strategi, berpikir jauh ke depan, dan tidak menyerah pada jebakan lawan. Mungkin di malam itu, para pemain muda sedang belajar menjadi pahlawan dalam skala mereka sendiri: di atas papan hitam putih.

Foto/LUDUS.id
Gagasannya datang dari Ir. Eka Putra Wirya, tokoh yang disebut sebagai Bapak Catur Indonesia, sekaligus pendiri Cafe Tutur di kompleks Sekolah Catur Utut Adianto. Ia ingin menjadikan tempat ini bukan sekadar kafe, tapi ruang hidup bagi generasi muda yang ingin mengenal catur dengan cara yang berbeda, lebih menyenangkan, lebih fun.

“Kami menghadirkan Miss Merry Riana sebagai Duta Catur Indonesia,” kata Eka dengan wajah berseri di sela keramaian. “Dia bertanding melawan robot catur canggih. Ini bagian dari upaya menggairahkan catur lagi di kalangan muda.” Dia hadir untuk menghibur dengan bertanding catur kilat melawan robot catur canggih,” kata Eka kepada wartawan di sela-sela acara yang turut dihadiri Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Grand Master Utut Adianto.

Foto/LUDUS.id
“Acara ini sangat bagus. Apa yang dilakukan Pak Eka dengan Kafe Tutur adalah upaya mendorong minat anak-anak muda untuk terus mencintai catur. Dari sinilah kita harapkan akan lahir pecatur-pecatur hebat. Ide seperti ini harus terus dikembangkan,” tegas Utut Adianto.
Di balik kalimat tegas itu, tersirat keyakinan lama yang tak lekang oleh waktu: bahwa sebuah langkah kecil, sebuah papan catur di sudut kafe, percakapan ringan di antara anak muda, bisa menjadi awal dari lahirnya generasi baru pemikir dan juara. Bagi Utut, catur bukan sekadar permainan strategi, tetapi juga cara menumbuhkan karakter: kesabaran, ketekunan, dan keberanian mengambil keputusan di saat genting.

Foto/LUDUS.id
Dalam setiap ide besar, selalu ada keberanian untuk melawan arus. Seperti pernah dikatakan Tan Malaka, “Berpikir besar, bertindak besar, berjuang besar.” Eka Putra Wirya memilih menjadi pemimpin gagasan, mempertemukan teknologi, hiburan, dan edukasi dalam satu ruang hangat yang bernama Cafe Tutur.
Empat unit robot catur didatangkan khusus dari Tiongkok. Keempatnya berdiam seperti patung logam yang sabar, tapi di balik matanya yang berkilat biru tersimpan kecerdasan buatan yang mampu menandingi Grand Master. “Robot ini bisa diatur levelnya,” ujar Eka sambil menepuk satu di antaranya. “Bisa untuk pemain pemula, bisa juga untuk mereka yang sudah level master. Yang mau menantang tinggal pilih saja.”

Foto/LUDUS.id
Teknologi di sini bukan sekadar alat; ia menjadi lawan dialog manusia. Robot-robot itu hanyalah cermin: memantulkan sejauh mana manusia sanggup berpikir, berstrategi, dan, pada akhirnya, menang melawan dirinya sendiri.
Menurut Eka, acara ini tentu untuk menarik anak-anak kecil untuk senang main catur. Dan kebetulan ada empat unit robot catur canggih untuk bertanding melawan siapa saja pengunjung yang ingin bermain catur lawan robot.
Malam itu, suasana Cafe Tutur seperti laboratorium ide. Anak-anak kecil berbaris ingin mencoba bermain melawan robot; beberapa tampak tegang, sebagian lain menahan kesal saat kuda mereka terjebak langkah mesin. Eka menatap mereka dengan puas. “Kalau anak-anak sudah senang bermain catur, kan enak,” katanya. “Dari rasa senang itu akan tumbuh keinginan belajar. Dan dari belajar, siapa tahu lahir pecatur sungguhan.”

Foto/LUDUS.id
“Kalau lawan robot kan bagian dari kita menggairahkan catur,” kata Eka. “Ini kan fun, artinya mainnya juga di dalam santai,” sambungnya.
Menurut Eka, acara ini tentu untuk menarik anak-anak kecil untuk senang main catur. Dan kebetulan ada empat unit robot catur canggih untuk bertanding melawan siapa saja pengunjung yang ingin bermain catur lawan robot.
Apa yang dilakukan anak-anak itu adalah awal dari perjalanan panjang menuju disiplin dan ketekunan. Seperti kata Mohammad Hatta, “Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman, tetapi tidak jujur sulit diperbaiki.” Dari kesenangan sederhana bermain catur, terbentuklah kebiasaan berpikir, berstrategi, dan berjuang.

Pecatur Pelatnas GM Susanto Megaranto vs GM Super Sense (rating 2900). Foto/Kristianus Liem
Empat robot yang sama, kata Eka, juga digunakan oleh tim nasional catur Indonesia yang kini bersiap menuju SEA Games Thailand pada Desember mendatang. “Ini bagian dari sport science,” ujarnya tegas. “Robot ini sudah sampai level Grand Master. Jadi pemain-pemain SEA Games juga latih tanding dengan robot seperti ini.” Di balik kata-katanya, terselip satu keyakinan: teknologi dan tradisi bisa berjalan berdampingan, selama keduanya ditujukan untuk masa depan yang lebih cerdas.
“Saya rasa robot catur canggih yang kita miliki ini juga untuk latihan pemain-pemain SEA Game. Mereka latih tanding dengan robot juga,” ungkap Eka. ” Jadi ini PB Percasi juga sudah menerapkan bagian daripada spot science. Tingkat kecerdasan robot kita sudah sampai level Grand Master. Jadi siapa yang ingin menjajal ilmu catur boleh datang dan kunjung ke Cafe Tutur untuk melawan robot catur canggih,” jelas Eka Putra Wirya yang juga Dewan Pembina PB. Percasi.

Foto/LUDUS.id
Kata Nelson Mandela, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” Barangkali sport science dalam catur adalah bentuk pendidikan baru itu, mengasah otak dan etos kerja, sekaligus membuka jendela menuju dunia yang lebih luas.
Lalu tibalah giliran Merry Riana. Dengan senyum khasnya, ia duduk di kursi pemain, berhadapan dengan papan catur yang seolah hidup di hadapan mesin dingin itu. Penonton menahan napas. Satu langkah dibalas langkah. Satu senyum disambut kilatan lampu robot. Lima belas menit kemudian, Merry berhasil menahan remis robot yang diprogram untuk permainan level 10. Penonton bersorak. Eka pun menyalami Merry.

Foto/LUDUS.id
Remis bukan kekalahan. Itu adalah bukti bahwa manusia dan mesin bisa berdialog dalam bahasa yang sama: strategi. Sebagaimana pernah diungkapkan Merry Riana, “Kemenangan terbesar bukanlah saat kita mengalahkan orang lain, tetapi ketika kita bisa menaklukkan rasa takut di dalam diri kita sendiri.” Dalam catur, tak ada jalan yang mutlak benar, hanya langkah-langkah yang kita pilih dengan kesadaran penuh.
“Kesempatan langka bisa melawan robot catur canggih,” kata Merry selepas pertandingan, masih dengan napas yang tertahan. “Dan lebih istimewa karena bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda.” Ia menatap hadirin, sebagian anak-anak, sebagian orang tua, lalu menambahkan, “Semoga semangat ini menular. Agar pemuda-pemudi Indonesia, terutama para pemain muda catur, terus berjuang mengharumkan bangsa seperti para pendahulu kita.”

Foto/LUDUS.id
Merry Riana bukan sekadar bicara tentang catur, tapi tentang masa depan, tentang keyakinan bahwa bangsa besar lahir dari mimpi yang berani. Dalam ucapannya terselip gema nasionalisme yang sederhana namun kuat. Seolah ia menghidupkan kembali pesan Sumpah Pemuda 1928: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Dan malam itu, semangat itu menemukan bentuk barunya, di papan catur.
Malam makin larut. Di dalam Cafe Tutur, suara biji catur yang berpindah di atas papan terus terdengar. Bukan sekadar permainan, tapi gema kecil dari janji lama: bahwa kecerdasan, ketekunan, dan semangat muda adalah tiga langkah pembuka menuju kemenangan. Dan di malam Sumpah Pemuda itu, lewat ide Ir. Eka Putra Wirya dan pesona Merry Riana, catur menemukan kembali rumahnya, hangat, penuh tawa, dan setia pada masa depan.

Foto/LUDUS.id
Mungkin inilah yang dimaksud Soe Hok Gie ketika menulis, “Yang lebih penting dari politik adalah hidup itu sendiri.” Di Cafe Tutur malam itu, hidup terasa begitu sederhana dan bermakna: antara langkah pion, percikan hujan, dan janji muda untuk terus bergerak maju.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.
Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!





