Mohammad Al Fathih Abdillah: Atlet Balap Unta Pertama Indonesia Ukir Sejarah di Asian Youth Games 2025

Ludus01

Foto/NOC Indonesia/Naif Muhammad Al As

LUDUS - Sejarah itu datang tanpa suara, tapi bergema jauh melampaui padang pasir. Untuk pertama kalinya, Merah Putih berkibar di arena balap unta, olahraga yang selama ini lebih dikenal sebagai tradisi gurun di Timur Tengah. Momen itu terjadi di Asian Youth Games (AYG) Bahrain 2025, ketika seorang remaja Indonesia bernama Mohammad Al Fathih Abdillah menunggang unta di lintasan pasir Equestrian Endurance Village, bersaing dengan 16 pembalap muda terbaik dari Asia dalam nomor 500 meter sprint race individual.

Foto/NOC Indonesia/Naif Muhammad Al As

Foto/NOC Indonesia/Naif Muhammad Al As

“Alhamdulillah, rasanya bangga sekali bisa membawa nama Indonesia. Ini juga pertama kalinya Indonesia ikut serta di cabang balap unta,” kata Fathih setelah menyelesaikan lomba dengan waktu 1 menit 6 detik, menempati posisi ke-11.

Ia masih berusia belasan, baru berlatih intens selama dua belas hari di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, waktu yang terlalu singkat untuk membangun “bonding” dengan unta yang baru dikenalnya. Tapi tekadnya besar: ia ingin menjadi atlet balap unta Indonesia pertama yang meraih emas di ajang internasional.

Foto/BAYGOC

Foto/BAYGOC

Balap unta di Bahrain bukan sekadar pertandingan. Ia adalah simbol, upaya menghidupkan tradisi kuno di tengah gemuruh olahraga modern. Olympic Council of Asia (OCA) memutuskan memasukkan olahraga ini ke dalam daftar 24 cabang resmi yang dipertandingkan di AYG 2025, dengan format satu nomor terbuka untuk usia 15–18 tahun dan tanpa batasan gender. Keputusan itu diambil bersama federasi balap unta regional yang baru diakui, dengan dukungan badan internasional yang menaungi olahraga camelids. Untuk pertama kalinya, balap unta tidak hanya jadi tontonan festival, tapi bagian dari kalender olahraga resmi benua Asia.

Pada Februari tahun ini, Dewan Olimpiade Asia (OCA) secara resmi mengakui World Camelids Sports sebagai badan pengelola resmi cabang balap unta di Asia. Pengakuan itu diberikan setelah adanya permintaan dari Presiden World Camelids Sports, Pangeran Fahd bin Jalawi bin Abdulaziz Al Saud.

Foto/BAYGOC

Foto/BAYGOC

Pangeran Jalawi, yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Komite Olimpiade dan Paralimpiade Arab Saudi, hadir langsung memimpin upacara penyerahan medali.

Kemudian pada Agustus, OCA menginformasikan kepada seluruh Komite Olimpiade Nasional Asia bahwa sebagai persiapan menuju AYG Bahrain, kamp pelatihan balap unta selama dua minggu akan digelar di Abu Dhabi.

Sebanyak 11 negara mengirimkan atlet untuk dua nomor lomba ini: 17 putra dan 8 putri. Semua peserta mengikuti pelatihan di Abu Dhabi sebelum terbang ke Bahrain untuk kompetisi. Uni Emirat Arab dan Arab Saudi membawa unta mereka sendiri, sementara peserta dari negara lain seperti Yaman, Mongolia, Uzbekistan, India, dan Indonesia bergantung pada unta yang disediakan panitia.

Lintasan khusus dibangun untuk ajang ini. Beruntung, Bahrain memiliki cukup banyak area gurun. Di sebelah arena pacuan kuda yang sudah ada, panitia membuat trek sepanjang satu kilometer, lurus seperti anak panah, lengkap dengan pagar pembatas.

Regulasinya ketat: setiap unta harus terdaftar, memenuhi syarat usia dan kesehatan, serta lolos pemeriksaan veteriner. Para joki wajib memiliki kualifikasi tertentu, dan panjang lintasan disesuaikan dengan keselamatan hewan serta atlet. Semua itu tertuang dalam panduan teknis yang disusun mengikuti standar kompetisi internasional. Di Bahrain, dua pembalap asal Uni Emirat Arab, Mohammed Umair Al Rashedi dan Khalifa Alghfeli, menunjukkan dominasinya dengan finis di posisi pertama dan kedua, masing-masing mencatat waktu 45 detik, disusul M. Wasmi Sultan Al Balawi dari Arab Saudi di tempat ketiga dengan 48 detik.

“Kami menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan hari besar ini, debut balap unta di kancah olahraga Asia, dan semuanya selesai hanya dalam 45 detik,” ujar Mohamed Ali Fadhel, manajer kompetisi balap unta, sambil tersenyum.

Namun di balik podium itu, ada kebanggaan lain yang lebih halus tapi tak kalah bermakna. “Walau baru debut, posisi kita tidak terlalu jauh tertinggal. Ini tonggak penting karena belum pernah ada orang Indonesia yang terjun di olahraga ini sebelumnya,” ujar pelatih Wahyu Setiawan. Ia menyebut pencapaian Fathih sebagai bukti bahwa semangat eksplorasi masih hidup di olahraga Indonesia. Bersama Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia) dan komunitas Camel Racing Indonesia, mereka tengah menyiapkan rencana besar: mengembangkan pusat pelatihan dan bahkan kompetisi balap unta di tanah air.

Foto/BAYGOC

Foto/BAYGOC

“Pertama kali saya menunggang unta adalah ketika latihan di Abu Dhabi. Cukup sulit menjaga keseimbangan karena posisinya sangat tinggi dan gerakannya berguncang, tapi untungnya saya sudah agak terbiasa karena di rumah saya ikut olahraga panahan berkuda,” kata Mohammad Al Fathih.

Setidaknya ia masih bertahan di pelana, berbeda dengan Amir Yehya dari Lebanon yang terjatuh di awal lomba. “Sulit memang, kalau belum terbiasa menunggang. Dan juga, kamu harus kuat agar bisa mengendalikan unta,” tambah Al Fathih.

Foto/NOC Indonesia/Naif Muhammad Al As

Foto/NOC Indonesia/Naif Muhammad Al As

Di antara panas gurun Bahrain dan gemuruh tradisi yang dibangkitkan, Fathih menorehkan jejak kecil tapi abadi. Barangkali dari langkah awal seorang remaja inilah sejarah baru dimulai—sebuah upaya untuk mempertemukan warisan budaya padang pasir dengan semangat muda Nusantara di panggung olahraga Asia.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!