Nasib Timnas Catur Indonesia di SEA Games Thailand 2025 yang Diputuskan di Atas Meja Tim Review Kemenpora

Ludus01

Foto/Dok. NOC Indonesia

LUDUS - Sore menjelang malam di lantai dua Sekolah Catur Utut Adianto, Bekasi. Lampu-lampu sudah menyala, tapi Kristianus Liem, Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB Percasi, belum beranjak. Di meja depannya, empat pecatur muda tengah memeras pikiran dalam penetapan ranking terakhir menuju SEA Games Thailand: IM Aditya Bagus Arfan, WIM Shafira Devi Harvesa, WIM Ummi Fisabilillah dan IM Gilbert Elroy Tarigan. Keempat pecatur itu, punya punya talenta menjanjikan. Setiap langkah bidak di papan terasa seperti mengetuk detak waktu yang makin pelan. Kristianus memandang mereka dengan perasaan yang sukar diurai, antara harapan dan kecemasan yang menumpuk sejak kabar datang dari Jakarta.

Foto/LUDUS.id

Foto/LUDUS.id

Tim Review Kemenpora mengumumkan keputusan: hanya enam nama dari cabang catur yang disetujui berangkat ke SEA Games. “Beberapa nama dicoret,” ucap Kristianus pelan, hampir seperti berbicara kepada dirinya sendiri. Ia tahu, di balik setiap nama yang tercoret, ada kerja keras, mimpi, dan sejarah panjang yang seakan tak dihitung. Di ruang latihan yang hening itu, suara gesekan jam catur seakan menjadi gema kecil dari kekecewaan besar yang tak mudah dijelaskan.

Kristianus masih mencoba memahami bagaimana olahraga yang dibangun dari ketekunan intelektual dan disiplin mental kini harus tunduk pada angka, bukan lagi pada logika permainan yang melahirkan juara. Ia menatap satu per satu wajah muda di hadapannya, mereka yang tak tahu apakah langkah mereka malam itu akan berarti atau justru berhenti di sini.

SEA Games ke-33 di Thailand, 9–20 Desember 2025, seharusnya menjadi ajang untuk kembali menunjukkan kejernihan taktik dan kecerdasan khas catur Indonesia. Di sana, delapan medali emas akan diperebutkan, dua dari nomor internasional dan enam lainnya nomor tambahan yang ditentukan tuan rumah. PB Percasi sebenarnya telah menyiapkan 16 pecatur terbaik: 8 putra dan 8 putri, yang menjalani pelatnas panjang, ditempa dalam berbagai turnamen internasional.

Namun, semua rencana itu seolah terpangkas tajam ketika Tim Review Kemenpora memutuskan hanya enam pecatur yang layak dikirim: GM Susanto Megaranto, GM Novendra Priasmoro, IM Mohamad Ervan, WGM Irine Kharisma Sukandar, WGM Medina Warda Aulia, dan WGM Dewi Ardhiani Anastasia Citra.

“Tim Review hanya berpatokan pada cabang yang berpotensi menyumbangkan emas,” kata Kris, panggilan akrab Kristianus. Ia berbicara tanpa nada amarah, tapi di balik tenangnya ada getir yang sulit disembunyikan. Sebab bagi orang seperti dia, yang mengikuti perjalanan panjang catur Indonesia, angka dan grafik bukan satu-satunya ukuran. “Keputusan ini sepertinya tak melihat sejarah,” lanjutnya.
Foto/Dok. NOC Indonesia

Foto/Dok. NOC Indonesia

Ia masih ingat betul SEA Games Myanmar 2013, peristiwa yang kini baginya lebih seperti legenda yang diragukan. Waktu itu, tim catur Indonesia, dengan persiapan seadanya, justru menorehkan hasil luar biasa: 5 emas, 4 perak, dan 7 perunggu. Tak ada cabang lain yang bisa menandingi kejutan sebesar itu. Target dua emas yang ditetapkan PB Percasi terlampaui berkali lipat. Setiap pecatur pulang membawa medali, dan Indonesia mendadak jadi perbincangan di ruang-ruang media Asia Tenggara.

Namun kini, seakan tak ada yang peduli pada catatan sejarah itu. Tim Review Kemenpora menilai berdasarkan potensi nomor yang dimainkan, bukan peluang kreatif yang justru sering menjadi kekuatan tersembunyi tim Indonesia. “Di Myanmar 2013, dua emas memang datang dari nomor internasional melalui Irene Kharisma Sukandar. Tapi tiga emas lainnya berasal dari nomor yang bahkan belum pernah dimainkan pecatur Indonesia sebelumnya,” kata Kris, dengan nada yang antara bangga dan getir.

Catur, ujarnya, adalah permainan tentang kecerdasan dan keberanian mengatur strategi dalam ketidakpastian. “Pecatur kita itu cerdas dan adaptif. Mereka bisa menyesuaikan diri dengan nomor yang baru, dan itu sudah terbukti.” Dari data yang dikumpulkan, GM Susanto meraih emas di Chess 960, Individual Rapid Men, lalu bersama Muhammad Lutfi Ali meraih emas di TransferChess, Men Pair, dan bersama Chelsea Monica Ignesias Sihite memenangi TransferChess, Mixed Pair. Tiga medali yang datang dari nomor “asing” itu kini terasa seperti kisah heroik yang mulai dilupakan.

Kris tahu, bicara tentang sejarah di tengah sistem yang serba angka seperti berbicara pada dinding. Tapi ia tetap mencoba menjelaskan bahwa idealnya Indonesia mengirim minimal 10 pecatur: 6 putra dan 4 putri, agar bisa berlaga di delapan nomor. Dengan hanya enam pecatur yang dikirim, peluang itu mengecil drastis; dari delapan nomor, Indonesia hanya bisa ikut tiga nomor. Dalam olahraga, keputusan di meja rapat sering kali lebih menentukan daripada langkah di papan catur.

Ketika adik Presiden Prabwo Subianto, Hashim Djojohadikusumo menjadi Ketua Umum PB Percasi, pernah mengingatkan hal serupa usai keberhasilan di Myanmar 2013. “Tidak hanya catur,” katanya waktu itu, “jika semua pihak peduli dan memberi perhatian merata terhadap pembinaan olahraga di Indonesia, maka akan ada kebangkitan olahraga kita.” Kalimat itu kini terasa seperti gema yang datang dari masa lalu, memantul di ruang keputusan yang kian pragmatis.

Kini, menjelang SEA Games Thailand 2025, enam pecatur yang tersisa masih berlatih diam-diam. Mereka tahu, jumlah tak selalu menentukan semangat. Tapi mereka juga tahu, sejarah tak bisa bertarung jika tak diberi kesempatan. Mungkin itulah ironi catur Indonesia hari ini, bukan kalah di papan, melainkan di meja keputusan. Sebuah ironi tentang bangsa yang sering lupa bahwa kemenangan besar dulu lahir bukan dari angka, melainkan dari keyakinan bahwa strategi dan keberanian kadang bisa menundukkan segalanya.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!