Perunggu Penuh Arti: Harapan Baru dari Piala Sudirman 2025

Ludus01

0
0

Di balik absennya Ginting dan Gregoria, tim Indonesia justru memulai lembar baru regenerasi di Piala Sudirman 2025.

Tim Piala Sudirman Indonesia kembali ke tanah air pada Senin malam (5/5/2025) dengan membawa medali perunggu (Foto: PBSI)

Tim Piala Sudirman Indonesia kembali ke tanah air pada Senin malam (5/5/2025) dengan membawa medali perunggu (Foto: PBSI)

Langit Xiamen menutup kisah Indonesia di Piala Sudirman 2025 dengan warna tembaga. Bukan emas, bukan pula perak, tapi perunggu yang kali ini terasa lain: bukan hasil akhir yang jadi cerita utama, melainkan perjalanan menuju ke sana.

Indonesia tersingkir di semifinal oleh Korea Selatan. Skor 2-3. Tipis. Pedih. Tapi tidak kosong. Di tengah absennya para bintang utama seperti Anthony GintingGregoria Mariska, dan Leo Carnando, justru muncul wajah-wajah yang tak banyak dipotret kamera tapi menjawab tantangan dengan mata menyala: Alwi FarhanM. Zaki Ubaidillah, dan Putri Kusuma Wardani.

Ketika kaki mereka menjejak kembali ke tanah air pada Senin malam (5/5/2025), sambutan hangat sudah menunggu di Bandara Soekarno-Hatta. Ketua Umum PBSI M. Fadil Imran datang langsung. Ia tidak membawa pesan kecewa, justru sebaliknya: “Ini menjadi kado ulang tahun PBSI ke-74 yang jatuh tepat hari ini.”

Ketua Umum PBSI M. Fadil Imran menyambut langsung tim Piala Sudirman (Foto: PBSI)

Ketua Umum PBSI M. Fadil Imran menyambut langsung tim Piala Sudirman (Foto: PBSI)

Tim Indonesia kali ini ibarat orkestra yang tak semua alatnya lengkap, tapi justru dari keterbatasan itu muncul simfoni keberanian. Kombinasi pemain muda dan senior menjadi formula utama. Tidak selalu berhasil, memang. Tapi dari eksperimen itu muncul benih masa depan.

“Kami berusaha mengkombinasikan antara junior dengan senior. Penampilan para pelapis ini tidak jelek,” kata Eng Hian, Kabid Binpres Pelatnas PBSI. Ia menyebut nama Alwi dan Ubed sebagai contoh nyata bahwa pelapis bukan sekadar pengganti, melainkan pejuang penuh nyali.

Putri KW pun mendapat tempat dalam narasi ini. Ia berhadapan langsung dengan tunggal putri nomor satu dunia dan peraih emas Olimpiade. Tidak menang, tapi juga tidak roboh.

Eng Hian, Kabid Binpres Pelatnas PBSI (Foto: PBSI)

Eng Hian, Kabid Binpres Pelatnas PBSI (Foto: PBSI)

Ada keyakinan tenang dari sektor ganda putra. Setelah era Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, duet Mohamad Shohibul Fikri/Bagas Maulana dan Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin menunjukkan kesiapan. Tapi Eng Hian sadar, di bawah mereka, jalan masih panjang. “Tinggal nanti di bawahnya ini yang menjadi PR kami agar segera mengejar jarak ke atas,” ucapnya.

Sementara sektor ganda putri dan ganda campuran masih harus mengayuh lebih keras. Tidak ada andalan kuat untuk menembus level Super 500 ke atas. “Kami harus mencari formula baru,” kata Eng Hian lugas.

Tanpa pemain-pemain elit. Tapi justru dari situ PBSI melihat hal yang selama ini mungkin tertutup bayang-bayang senior: daya juang, ketenangan, dan kemauan pemain muda untuk belajar di gelanggang besar.

“Para pelapis menjawab kepercayaan itu dengan penampilan luar biasa,” ujar Eng Hian.

Dan dalam suasana hangat penyambutan, Fadil Imran menegaskan arah besar PBSI ke depan: regenerasi. “Komitmen PBSI adalah terus mendukung kelanjutan prestasi dengan program dari Binpres agar mata rantai pembinaan di Indonesia tidak terputus,” ujarnya.

Wakil Ketua Umum 1 PP PBSI yang juga Wakil Menpora Taufik Hidayat turut menyambut tim Indonesia (Foto: PBSI)

Wakil Ketua Umum 1 PP PBSI yang juga Wakil Menpora Taufik Hidayat turut menyambut tim Indonesia (Foto: PBSI)

Piala Sudirman berikutnya dua tahun lagi. Mungkin bukan waktu yang cukup panjang untuk revolusi, tapi cukup untuk memperkuat yang sudah terlihat. Para pemain muda yang tampil kali ini akan menjadi tulang punggung. Fisik mereka mungkin muda, tapi pengalaman mereka hari ini adalah modal yang tidak bisa dibeli.

“Saya cukup percaya diri, potensi ganda putra cukup baik. Tinggal bagaimana menata program latihan dan turnamen,” ucap Eng Hian.

Ia menutup pernyataannya dengan optimisme. “Di Piala Sudirman dua tahun ke depan, saya harap pemain-pemain muda inilah yang akan membawa pulang piala ke Indonesia. Saya bangga dengan tim ini dan mari semangat yang ditunjukkan terus dipertahankan dan tidak boleh padam.”

Kita tidak membawa pulang piala. Tapi kita pulang dengan sesuatu yang lebih senyap tapi tak kalah penting: kepercayaan bahwa masa depan tidak gelap. Medali perunggu itu mungkin hanya satu warna dari podium, tapi ia membawa cerita, proses, dan janji — bahwa Indonesia tidak diam, dan tidak pernah benar-benar hilang.

Di tangan Alwi dan kawan-kawan, mungkin sejarah akan ditulis ulang. Bukan besok. Tapi sudah dimulai hari ini.

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!