2nd SEA Hapkido Championship 2025: Gong Bersejarah dari Yogyakarta Menuju Olimpiade

Ludus01

Di aula kampus yang bersahaja, gong menggema. Bukan sekadar pembukaan kejuaraan. Tapi langkah kecil menuju mimpi besar: SEA Games, bahkan Olimpiade.

14 Juni 2025. Matahari Yogyakarta menyengat, suhu siang itu menanjak hingga 32 derajat Celsius. Namun panas itu bukan apa-apa dibanding semangat yang menyala dari dalam Student Center Universitas Atma Jaya. Ratusan atlet dari sepuluh negara Asia Tenggara, ditambah Korea Selatan, Jepang, Hong Kong, India hingga Meksiko, berkumpul dalam satu semangat: memperjuangkan seni bela diri asal Korea yang kian bersuara di kancah dunia, Hapkido.

Mereka datang membawa bendera, tekad, dan harapan. Ada 440 peserta dari berbagai usia, sabuk, dan latar. Di tengah keramaian itu, berdiri tenang Letjen TNI (Purn) Marciano Norman. Mengenakan setelan gelap, Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat itu lalu maju ke depan panggung. Ia mengangkat pemukul gong, dan dengan satu hentakan pelan namun mantap, membuka secara resmi 2nd South East Asia Hapkido Championship 2025.

Ketua Umum KONI Pusat Letjen TNI (Purn) Marciano Norman membuka 2nd SEA Hapkido Championship 2025. Foto/PPHI.

Ketua Umum KONI Pusat Letjen TNI (Purn) Marciano Norman membuka 2nd SEA Hapkido Championship 2025. Foto/PPHI

Suara gong itu bukan sekadar simbol. Ia adalah gema dari mimpi panjang: agar Hapkido, seni bela diri yang mengajarkan keseimbangan tubuh dan jiwa, mendapat tempat di pentas multievent terbesar kawasan, SEA Games, dan bahkan olimpiade.

“Saya berharap kualitas Hapkido dapat ditingkatkan agar suatu hari nanti dapat dipertandingkan pada SEA Games, Asian Games hingga Olimpiade,” ujar Marciano dalam pidatonya. Ia menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pengurus Pusat Hapkido Indonesia (PPHI), Pemerintah Provinsi DIY, Universitas Atma Jaya, serta seluruh elemen yang telah mewujudkan kejuaraan ini.

Bagi sebagian orang, mungkin ini hanya satu kejuaraan bela diri rutin seperti kejuaraan Asean lainnya. Tapi tidak bagi Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo, Ketua Umum PPHI. “Kejuaraan ini embrio. Langkah awal agar Hapkido kelak benar-benar menjadi cabang resmi SEA Games,” tegasnya. Dalam tutur lembut khas bangsawan Jawa, ia menanamkan mimpi itu pelan-pelan—dengan fondasi yang kukuh.
Ketua Umum Pengurus Pusat Hapkindo Indonesia (PPHI) Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo. Foto/ludus.id

Ketua Umum Pengurus Pusat Hapkindo Indonesia (PPHI) Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo. Foto/ludus.id

Dari tanah Yogyakarta, sejarah kecil ini dimulai. Kota budaya ini menyambut para tamu dengan keramahan. Bahkan Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur DIY, turut memberi restu melalui wakilnya. “Saya berharap kejuaraan ini tidak hanya menjadi panggung prestasi, tapi juga ruang bertemunya nilai-nilai ketimuran,” dalam sambutan yang dibacakan Wakil Gubernur sekaligus Ketua KONI DIY, KGPAA Paku Alam X.

Ketua KONI DIY, KGPAA Paku Alam X. Foto/ludus.id

Ketua KONI DIY, KGPAA Paku Alam X. Foto/ludus.id

Dan tak hanya Indonesia yang memberi dukungan. Prof. Choi Don Oh, grandmaster sekaligus President World Hapkido Martial Arts Federation, hadir langsung. Dengan wajah yang tak bisa menyembunyikan kebanggaan, ia menyerahkan sabuk hitam kehormatan kepada empat tokoh: Marciano Norman, Waketum KONI Pusat Mayjen TNI (Purn) Dr. Suwarno, Paku Alam X, dan KPH Indro Kusumo.

Mereka tidak pernah menendang di atas matras, mungkin. Tapi merekalah yang selama ini menopang perjalanan Hapkido di balik layar. Dan hari itu, di aula kampus yang hangat, mereka diberi sabuk sebagai simbol: bahwa perjuangan tak selalu datang dari tendangan dan kuncian. Kadang, ia lahir dari strategi, visi, dan kolaborasi panjang.

Bersama Waketum KONI Pusat Suwarno, Paku Alam X, dan KPH Indro Kusumo, Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman menerima sabuk hitam kehormatan dari Prof. Choi Don Oh, grandmaster sekaligus President World Hapkido Martial Arts Federation. Foto/PPHI.

Bersama Waketum KONI Pusat Suwarno, Paku Alam X, dan KPH Indro Kusumo, Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman menerima sabuk hitam kehormatan dari Prof. Choi Don Oh, grandmaster sekaligus President World Hapkido Martial Arts Federation. Foto/PPHI.

Di sudut lain, anak-anak muda bersiap bertanding. Mata mereka bersinar, menyimpan mimpi yang jauh: podium emas, pengakuan, mungkin juga nanti, di SEA Games. Mereka tidak tahu siapa yang akan menang hari itu. Tapi semua percaya satu hal: dari Yogyakarta, Hapkido telah mengetuk pintu sejarah.

Dan semoga pintu itu segera terbuka.

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!