Angkat Besi Sumbang Medali Perdana untuk Indonesia di Islamic Solidarity Games 2025: Tiga Perak Tita Nurcahya Melyani Buka Harapan di Langit Riyadh

Akhmad Sef

LUDUS - Ada yang bergetar di Boulevard City, Riyadh, sore ini, Sabtu (8/11/25). Seorang gadis 20 tahun dari Indonesia baru saja menantang gravitasi, dan menang, meski bukan dengan medali emas. Namanya Tita Nurcahya Melyani. Ia berdiri di panggung besi itu, tangannya bergetar menahan beban, namun matanya tenang seperti seseorang yang sedang berbicara dengan dirinya sendiri: “Aku bisa.”

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Islamic Solidarity Games (ISG) 2025 baru saja dimulai, dan Indonesia mengirimkan kabar baik pertama. Dari gelanggang angkat besi, Tita menjawabnya dengan tiga medali perak. Dalam nomor 48 kilogram putri, ia mengangkat total 153 kilogram, 68 kilogram pada snatch dan 85 kilogram pada clean and jerk. Catatan itu bukan hanya cukup untuk podium, tetapi juga memecahkan rekor pribadinya sendiri, dari 150 kilogram menjadi 153. Dalam dunia yang diukur dengan gram dan detik, tiga kilogram tambahan itu bukan sekadar angka; ia adalah simbol kerja keras bertahun-tahun yang akhirnya menemukan bentuknya di bawah sorot lampu Riyadh.

BACA JUGA: Perjuangan Dimulai: Tim Indonesia Usung Kejayaan dan Kehormatan Lewat Adat Borneo di Pembukaan ISG 2025

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

“Alhamdulillah, saya bersyukur bisa mempersembahkan medali untuk Indonesia. Ini menjadi motivasi besar untuk terus berprogres dan memperbaiki catatan angkatan di kompetisi berikutnya,” ujar Tita setelah pertandingan, senyumnya kecil hingga diperlihatkan di podium kemenangan, tapi matanya berbinar, seolah ia tahu, setiap detik latihan yang melelahkan kini telah berbuah makna.

Di sisi lain arena, lifter Turki, Gamez Altun, berdiri di posisi puncak dengan total 172 kilogram, snatch 72 kilogram, clean and jerk 100 kilogram. Di tempat ketiga, Nuray Abilova dari Kazakhstan menutup podium dengan total 144 kilogram. Tapi hari itu, bukan soal siapa yang paling kuat, melainkan siapa yang paling tekun bertahan. Dan Tita, dengan tubuh mungilnya, menjelma jadi wajah ketekunan itu.

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Chef de Mission (CdM) Tim Indonesia untuk ISG 2025, Endri Erawan, yang menyaksikan langsung, memberi penghormatan dengan nada bangga. “Sebagai atlet muda, Tita tampil luar biasa dengan mental yang sangat kuat. Ia tidak hanya menyumbangkan medali perdana bagi Indonesia, tetapi juga menunjukkan potensi besar generasi muda angkat besi kita,” katanya.

Lalu ia menambahkan sesuatu yang lebih dari sekadar pujian: “Medali ini membuktikan pembinaan atlet muda berjalan sangat baik di PB PABSI. Semoga dapat dipertahankan bahkan kalau perlu ditingkatkan lagi. Terima kasih PB PABSI, ini juga menjadi awal yang positif bagi seluruh kontingen di ISG Riyadh. Semoga dapat menambah semangat atlet cabor lainnya untuk membawa medali ke Indonesia.”

Tita mungkin tidak tahu, bahwa di balik tepuk tangan itu tersimpan kelegaan dari sebuah bangsa. Karena medali itu bukan hanya miliknya. Ia adalah pembuka jalan, sebuah sinyal bahwa kerja keras dan pembinaan di tanah air tidak sia-sia. Sebelum ia naik ke panggung, Tim Indonesia memang sudah membawa pulang medali perunggu dari cabang pencak silat. Namun, karena statusnya masih demo sports, medali itu belum dihitung dalam klasemen resmi. Artinya, perak Tita adalah medali pertama yang “sah”, dan simbol harapan yang nyata.

Ada sesuatu yang bisa dipelajari dalam momen medali perak yang diperoleh Tita: bahwa keberhasilan tidak selalu datang dalam bentuk kemenangan mutlak. Terkadang ia hadir dalam bentuk perlawanan kecil yang terus diulang, dalam tubuh yang melawan lelah, dalam tangan yang menolak menyerah pada beratnya besi. Seperti kata pepatah lama yang sering diulang, “Yang paling kuat bukan yang mengangkat paling berat, tapi yang paling lama bertahan saat beban terasa tak tertahankan.”

BACA JUGA: Indonesia Siap Menyalakan Semangat di Riyadh: Tim Kecil, Solidaritas, dan Harapan di Islamic Solidarity Games 2025

Dan sore ini di Riyadh, Tita bertahan. Ia mengangkat bukan hanya barbel, tapi harapan. Harapan dari negeri jauh bernama Indonesia, tempat seorang gadis muda belajar sejak remaja bahwa untuk menjadi kuat, seseorang tak perlu berteriak; cukup bernafas dalam dan terus mengangkat, sekali lagi, dan sekali lagi.

Dalam sinar lampu panggung dan sorak yang perlahan mereda, Tita menatap ke langit-langit gedung itu. Mungkin ia sedang berbicara pada dirinya sendiri, atau pada semesta yang diam-diam mencatat setiap usaha kecil yang tulus. Karena dalam dunia olahraga, seperti juga dalam hidup, tak ada beban yang benar-benar sia-sia bila kita berani mengangkatnya.

Hari ini, Tita telah membuka catatan manis untuk Indonesia!

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!