Biel Chess Festival 2025 Babak Keempat: IM Aditya Bagus Arfan, Nasi Goreng dan Langkah yang Dikritik GM Utut Adianto Kembali Terulang

Ludus01

IM Aditya Bagus Arfan nyaris enam jam bertarung dalam 117 langkah. Tapi justru momen sebelum partai dimulai yang menjelaskan banyak hal, termasuk mengapa sebuah bidak di b6 kembali jadi masalah.

Tiga jam sebelum pertandingan dimulai, aroma nasi goreng menyusup di sudut sebuah restoran kecil di kota Biel yang sunyi. Di hadapan dua orang Indonesia, seorang anak muda berama IM Aditya Bagus Arfan, dan lelaki yang telah lama menjaga langkah-langkahnya, Kristianus Liem, manajer, sekaligus mentor yang selalu tenang, uap itu mengepul pelan, seperti doa yang enggan naik ke langit.

Di negeri yang menghitung segalanya dalam franc, nasi goreng itu terasa mahal: 800 ribu rupiah sepiring. Tapi tentu bukan harga yang membuatnya berat ditelan. Yang lebih mahal adalah ketenangan, dan hari itu, sepiring nasi goreng pun tak cukup membelinya.

Kristianus Liem duduk di seberang. Tenang seperti biasa. Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB Percasi itu tak banyak bicara. Ia tahu, dalam catur, kata-kata tak pernah bisa menggantikan langkah yang keliru.

Tapi ada hal yang lebih penting dari nasi goreng itu. Sebuah wejangan ringan, tapi dalam konteks catur, terdengar seperti mantra:

“Pokoknya jangan grogi kalau lawan pecatur perempuan. Sudah cukup kemarin-kemarin kalah terus karena itu. Sekarang sudah dewasa, harus bisa.”

Adit mengangguk. Tapi hari itu, lawannya bukan pecatur perempuan. Ia akan berhadapan dengan Anuar Tureshbayev, pecatur 14 tahun asal Irlandia dengan rating 2163, muda, berani, dan haus pembuktian, di babak keempat Master Tournament Open (MTO) Biel Chess Festival 2025, Kamis (17 Juli) malam.

Anuar Tureshbayev vs IM Aditya Bagus Arfan pada babak keempat Turnamen Master Open (MTO) di Biel Chess Festival, Swiss. Foto/Kristianus Liem

Anuar Tureshbayev vs IM Aditya Bagus Arfan pada babak keempat Turnamen Master Open (MTO) di Biel Chess Festival, Swiss. Foto/Kristianus Liem

Wajah Adit tenang. Fokus. Seperti pemain yang sudah siap seribu persen. Tapi catur bukan soal kesiapan semata. Ia soal ingatan yang diuji, dan kesalahan yang tak boleh berulang. Dan, catur tidak bisa ditenangkan oleh nasi goreng.

Tiga jam kemudian, di papan, ketenangan itu mulai retak. Deja vu datang dalam bentuk langkah yang familiar, dan bermasalah: b6 dan Gajah ke b7. Langkah-langkah ini pernah ia mainkan, dan dikritik langsung oleh GM Utut Adianto ketika disiarkan live dari Grandmaster Indonesia di Bandung, Mei lalu. Kala itu, Aditya kalah dari IM Yoseph Taher, dan pola itu dinilai sebagai sumber masalahnya.

Kini, di Swiss, kesalahan itu terulang. Dan ia tahu. Aditya sendiri mengakuinya tanpa alibi.

“Hari ini tidak ada keunggulan posisi. Kayaknya saya buat salah di opening. Bidak di b6 itu membuat posisi saya kurang enak. Beruntung lawan juga buat salah,” kata Adit datar saat kembali ke hotel malam harinya.

Pertandingan berlangsung ketat dan panjang: 117 langkah, hampir enam jam, dengan hasil remis yang, dalam kejujuran catur, adalah hasil paling adil. Sebab siapa pun yang sedikit lebih ceroboh, akan kalah. Dan tak ada protes dari siapa pun. Sebab pertandingan itu terlalu jujur untuk dimenangkan secara paksa oleh salah satu.

Tureshbayev sempat unggul satu bidak. Aditya nyaris tergelincir, tapi di ujung akhir, ia menemukan satu-satunya langkah penyelamat: promosi bidak menjadi Kuda, bukan Menteri. Karena jika dipromosikan ke Menteri, ia akan langsung skakmat oleh lawan: 67.g8Q Ra8#, skakmat. Tapi dengan promosi ke Kuda, permainan masuk ke ending teoretis Benteng vs Kuda, yang memang secara teori adalah remis, dan terbukti demikian. Itulah yang terjadi.

Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Dengan hasil ini, Aditya mengumpulkan 3 poin dari 4 babak, hasil dari 2 kemenangan dan 2 remis, dan sementara berada di peringkat 9 dari total 112 peserta dari 27 negara. Turnamen ini masih panjang, tapi evaluasi juga sudah dimulai dari dalam.

“Itu deja vu yang harus dihentikan. Kalau tidak, akan selalu jadi titik lemah,” ujar Kristianus Liem kemudian.

Di papan atas klasemen, GM Pranav Anand dari India (rating 2566) masih memimpin sendirian dengan poin sempurna, 4 dari 4. Satu-satunya pecatur yang masih menyapu bersih semua pertandingan.

Catur, kata orang, adalah permainan kesalahan. Yang menang bukan yang paling pintar, tapi yang paling sedikit salah. Adit selamat kali ini, tapi ia tahu langkah-langkah ke depan akan makin rumit, dan tidak semua lawan akan memberi ampun seperti Tureshbayev.

IM Aditya Bagus Arfan bersama Kristianus Liem menuju Palais des Congres, tempat turnamen Master Tournament Open (MTO) Biel Chess Festival 2025 berlangsung. Foto/Istimewa

IM Aditya Bagus Arfan bersama Kristianus Liem menuju Palais des Congres, tempat turnamen Master Tournament Open (MTO) Biel Chess Festival 2025 berlangsung. Foto/Istimewa

Adit selamat hari itu. Tapi bukan berarti ia tak perlu waspada. Karena dalam catur, sejarah kecil selalu ingin berulang. Dan kadang, yang membuat kita jatuh bukan langkah lawan, melainkan langkah kita sendiri yang tak ingin belajar.

Setelah 117 langkah panjang yang membawanya pulang ke remis, Aditya belum bisa berlama-lama menatap ulang papan itu. Esok hari, lawan baru telah menanti: pecatur putri tuan rumah, WGM Lena Georgescu, akan menjadi penantang berikutnya di babak kelima.

Dan mungkin, di benaknya, masih terngiang wejangan yang sempat dibisikkan di antara uap nasi goreng siang tadi, bahwa grogi bukan soal jenis kelamin lawan, melainkan soal keberanian menghadapi diri sendiri. Aditya mengangguk waktu itu. Tapi malam di kota Biel tahu, tak semua kegelisahan bisa diselesaikan dengan analisa posisi atau bidak cadangan.

Dan nasi goreng, semahal apa pun, tak bisa menyelamatkan dari kesalahan di papan 64 kotak itu. Nasi goreng mungkin bisa menenangkan perut. Tapi untuk tenang di atas papan, hanya satu yang bisa menyelamatkan: disiplin pada ingatan, dan kesetiaan pada pelajaran lama, jangan ulangi kesalahan yang sama.

Dan, besok, mantra Kristianus Liem, tak cukup hanya didengarkan. Ia harus dijalani dan dikerjakan penuh keberanian. Sebab di depan Aditya, tak hanya WGM Lena Georgescu yang menunggu, tapi juga dirinya sendiri.

Dan, tak ada kata yang tak mungkin, hanya dengan menjalankan kata-kata itu seperti doa, Aditya bisa menang.

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!