Biel Chess Festival 2025 Babak Keenam: IM Aditya Bagus Arfan, Tarian Ular India, dan Pesan Kristianus Liem

Ludus01

LUDUS - Sabtu siang yang sejuk di Biel, Swiss. Matahari menggantung tenang di atas Palais des Congres. Di hadapan IM Aditya Bagus Arfan duduk seorang pria asal India, yang lebih tua darinya, bukan hanya dalam usia, tapi juga dalam rating dan gelar. Seorang Grandmaster. Lawan yang bukan sekadar tangguh, melainkan lengkap: pengalaman, ketenangan, dan reputasi.

GM Karthik Venkataraman vs IM Aditya Bagus Arfan pada babak keenam Turnamen Master Open (MTO) di Biel Chess Festival, Swiss. Foto/Kristianus Liem

GM Karthik Venkataraman vs IM Aditya Bagus Arfan pada babak keenam Turnamen Master Open (MTO) di Biel Chess Festival, Swiss. Foto/Kristianus Liem

IM Aditya Bagus Arfan (2385), 19 tahun, duduk tenang menghadapi GM Karthik Venkataraman (2540), 25 tahun. Di atas kertas, Aditya lebih dari 150 poin di bawah. Di atas papan, perbedaan itu seperti menguap.

Mereka memainkan Gambit Menteri, sebuah pembukaan klasik yang menyimpan ratusan jebakan. Tapi hari itu bukan tentang jebakan. Itu tentang bagaimana Aditya memilih jalan yang tepat agar tidak terpeleset, karena sekali lengah, lawannya bisa seperti ular: melingkar, meliuk, mematuk. Dan, bisa beracun.

Aditya tak tergoda bermain b4 di langkah ke-10 untuk mengejar inisiatif. Ia tahu, menghadapi GM India seperti Karthik bukan perkara "menyerang atau diserang". Ini seperti menari di lantai yang licin. Kristianus Liem, manajer sekaligus mentornya, yang juga Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB Percasi, bahkan sempat berpesan dengan sederhana tapi mengandung banyak makna:

Kristianus Liem, Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB Percasi. Foto/IM Aditya Bagus Arfan

Kristianus Liem, Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB Percasi. Foto/IM Aditya Bagus Arfan

“Saya cuma bilang: pecatur India itu ulet, jadi jangan kalah ulet. Mereka mainnya manuver terus. Jangan terjebak. Kalau nggak terjebak, hasil remis sudah bagus, karena lawannya kan Grandmaster.”

Dan Aditya tidak terjebak. Ia memilih penyederhanaan demi penyederhanaan. Menghindari petualangan tak perlu, dan perlahan memotong jalur-jalur manuver yang disukai lawan. Hingga langkah ke-52, dengan masing-masing hanya memiliki lima bidak dan perwira yang kian menipis, mereka berjabat tangan. Remis.

“Saya merasa ada yang salah saat main tadi,” ujar Aditya seusai pertandingan.
Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Tapi faktanya, tak ada blunder. Tak ada celah terbuka. Hanya sensasi seperti tersesat, meski tak pernah benar-benar hilang arah. Perasaan yang kerap dialami pemain muda ketika melawan Grandmaster, terutama yang permainannya sulit ditebak seperti Karthik.

Dengan hasil ini, Aditya mengumpulkan 4,5 poin dari 6 babak, dan bertengger di peringkat sembilan dari total 112 peserta asal 27 negara. Tabungan ratingnya naik menjadi 8,1 poin. Di atasnya, ada enam pecatur yang mengoleksi 5 poin. Salah satunya adalah GM Mustafa Yilmaz, Grandmaster Turki yang pernah ditahan remis oleh Aditya di babak ketiga.

Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Turnamen rehat sehari pada hari ini, Minggu (20/7), sebelum kembali bergulir di babak ketujuh pada Senin (21/7). Pairing belum dirilis. Tapi jelas, sisa pertandingan akan makin menanjak.

Kadang kemenangan datang dalam bentuk yang tak kentara. Hari ini, bagi Aditya, menahan remis seorang Grandmaster India dengan reputasi manuvernya yang tajam, adalah kemenangan dalam bentuk kesabaran. Dalam tarian perlahan yang tak membuat lelah, tapi menyelamatkan.

Karena di dunia catur, yang tak tergoda, yang tak terburu, dan yang tak terjebak, sering kali adalah yang bertahan paling lama.

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!