Biel Chess Festival 2025 Babak Kelima: Mantra Sang Mentor Bekerja, IM Aditya Bagus Arfan Taklukkan WGM Lena Georgescu

Ludus01

LUDUS - Terkadang, yang mengalahkan kita bukan lawan di seberang papan, tapi bayangan yang diam-diam menetap di kepala. Itu pula yang berulang kali dialami Aditya Bagus Arfan, pecatur muda kelahiran Bekasi, setiap kali berhadapan dengan lawan perempuan. Apalagi yang cantik. Grogi, canggung, seperti langkah-langkahnya mendadak kehilangan arah.

IM Aditya Bagus Arfan vs WGM Lena Georgescu pada babak kelima Turnamen Master Open (MTO) di Biel Chess Festival, Swiss. Foto/Kristianus Liem.

IM Aditya Bagus Arfan vs WGM Lena Georgescu pada babak kelima Turnamen Master Open (MTO) di Biel Chess Festival, Swiss. Foto/Kristianus Liem.

Kristianus Liem, manajernya yang juga Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB Percasi, sudah lama mengingatkan. “Jangan pernah grogi kalau lawanmu perempuan. Pecatur tetaplah pecatur.” Kalimat itu diucapkan bukan sekali. Lebih mirip mantra. Seperti azimat yang pelan-pelan ditanamkan ke dalam kepala Aditya. Sejenis kode batin yang harus dijalani di medan laga.

Dan kali ini, di babak kelima Biel Chess Festival 2025, mantra itu akhirnya bekerja.

Jumat, 18 Juli 2025. Di Palais des Congres, Biel, Swiss, Aditya melangkah lebih pasti. Di babak kelima Turnamen Master Open (MTO), ia menundukkan WGM Lena Georgescu, pecatur putri Swiss yang tiga kali menjadi juara nasional (2017, 2021, 2022), dalam 56 langkah lewat pembukaan Reti.

Namun kemenangan itu tak semata tentang skor. Ia adalah kemenangan kecil atas keraguan yang lama bersarang.

WGM Lena Georgescu. Foto/Kristianus Liem

WGM Lena Georgescu. Foto/Kristianus Liem

Lawan Aditya kali ini memang bukan sembarang lawan. WGM Lena Georgescu, lahir 18 September 1999, adalah pecatur yang menapaki dunia catur sejak usia lima tahun, belajar dari sang ayah di Moosseedorf dekat Bern. Sejak usia delapan tahun, ia aktif di Klub Catur Bern. Ia telah dilatih oleh Grandmaster Artur Yusupov dan mengikuti Kejuaraan Catur Remaja Eropa sejak 2013. Lena mengantongi gelar Woman International Master (WIM) pada 2020, setelah sebelumnya menjadi FIDE Master termuda dalam sejarah catur Swiss.

Ia telah membela berbagai klub top: dari SC Kirchberg di Bundesliga Swiss hingga Karlsruher Schachfreunde di Liga Catur Wanita Jerman. Kecakapan dan reputasinya membuat siapa pun harus berhitung. Termasuk Aditya.

Namun Jumat kemarin, di Palais des Congres, Lena tampak tak percaya bahwa ia harus mengulurkan tangan tanda menyerah. Saking penasarannya, ia langsung mengajak Aditya ke ruang analisis. Selama lebih dari setengah jam, keduanya tenggelam dalam diskusi, membedah titik-titik patah dan keunggulan partai panjang yang berlangsung hampir lima jam itu.

Kemenangan ini bukan sekadar angka di papan klasemen. Ini adalah penanda. Bahwa Aditya kini sedang menutup satu fase kecil dalam hidupnya: fase kalah karena gugup, karena tidak siap, karena terlalu terpesona oleh aura lawan. Lena memang bukan lawan mudah. Usianya 26 tahun, posisinya sempat unggul, dan ekspresinya tak banyak berubah hingga langkah ke-40. Tapi Aditya tetap tenang. Tidak meledak-ledak di tengah. Tidak meleleh di awal. Justru di permainan akhir, ia melemparkan satu demi satu gocekan teknik posisional yang memaksa Lena menyerah.

Bidak-bidak putih Aditya di lajur-h, yang awalnya tampak tumpuk dan tak berdaya, justru jadi penentu. Mereka menari-nari menuju petak promosi, seperti menyuarakan satu perlawanan yang tak banyak bicara.

Dengan kemenangan ini, Aditya mengumpulkan 4 poin dari 5 babak dan naik ke peringkat kelima dari 112 peserta asal 27 negara. Di puncak klasemen, tiga Grandmaster India mendominasi: GM Pranav Anand (2566), GM Murali Karthikeyan (2650), dan GM Krishnan Sasikiran (2531), masing-masing dengan 4,5 poin.

Lawan Aditya selanjutnya di babak keenam adalah GM Karthik Venkataraman (2540), masih dari India, salah satu penantang kuat di kelompok papan atas.

Tapi sebelum membalik buku catatan dan menyiapkan pembukaan baru, mungkin Aditya sempat menyentuh kembali kalimat yang pernah dikatakan sang mentor.

Dan ia tahu, kali ini, mantra itu bukan lagi sekadar nasihat. Ia adalah langkah yang dikerjakan dengan kepala dingin. Aditya tak hanya mengingat. Ia menjalankannya. Dan seperti semua mantra yang diucapkan dengan sepenuh hati, mantra itu bekerja.

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!