Biel Chess Festival 2025 Babak Ketujuh dan Kedelapan: Dua Hari yang Berat untuk IM Aditya Bagus Arfan

Ludus01

LUDUS - Senin siang yang tenang di Biel, Swiss, menyimpan badai kecil di hati seorang anak muda Indonesia. IM Aditya Bagus Arfan, 19 tahun, duduk kembali di papan catur yang selama enam babak telah menjadi medan keberaniannya. Tapi hari itu, di Palais des Congres, langkahnya goyah. Setelah catatan tak terkalahkan yang begitu menjanjikan, Aditya akhirnya tumbang, dan bukan oleh sembarang lawan.

IM Aditya Bagus Arfan vs GM Benjamin Bok pada babak ketujuh Turnamen Master Open (MTO) di Biel Chess Festival, Swiss. Foto/Kristianus Liem

IM Aditya Bagus Arfan vs GM Benjamin Bok pada babak ketujuh Turnamen Master Open (MTO) di Biel Chess Festival, Swiss. Foto/Kristianus Liem

Berhadapan dengan GM Benjamin Bok, unggulan kedua dari Belanda dengan rating 2593 dan reputasi panjang sebagai pecatur yang nyaris tak memberi ruang bernapas, Aditya hanya mampu bertahan 22 langkah dalam pembukaan Reti. Bukan karena lawan terlalu kuat, melainkan karena satu kesalahan kecil yang meretakkan semuanya.

“Ada urutan langkah yang kebalik,” katanya lirih setelah pertandingan. Harusnya 8.a3 lebih dulu, baru rokade. Tapi Aditya justru menjalankan rokade dulu, dan baru menyusul a3. Blunder sepele yang membuat satu bidaknya hilang tanpa kompensasi. “Kalah satu bidak bersih,” cetusnya lesu. Dan di dunia catur elite, satu bidak sering berarti jurang yang tak bisa diseberangi.
Chen Yuan vs IM Aditya Bagus Arfan pada babak kedelapan Turnamen Master Open (MTO) di Biel Chess Festival, Swiss. Foto/Kristianus Liem

Chen Yuan vs IM Aditya Bagus Arfan pada babak kedelapan Turnamen Master Open (MTO) di Biel Chess Festival, Swiss. Foto/Kristianus Liem

Hari berikutnya, Selasa (22/7), semangat Aditya belum sepenuhnya pulih. Melawan pecatur muda asal Cina, Chen Yuan (rating 2286), Aditya bermain aman. Mereka berdua masuk ke jalur teori Gambit Menteri Diterima, saling bertukar pasukan hingga yang tersisa hanyalah sepasang gajah dan empat bidak masing-masing di sayap raja. Permainan berakhir remis di langkah ke-36. Dua jam lebih, tapi bagi Adit, terasa jauh lebih lama dari itu.

Kini, dari dua babak, Aditya hanya mengantongi setengah poin. Skornya menjadi 5 dari 8 babak, dan peringkatnya merosot ke posisi 20 dari total 112 peserta. Tabungan ratingnya pun menurun menjadi 4,4 poin. Di papan atas, para pecatur India terus melaju. GM Karthikeyan Murali (2650) dan GM Karthik Venkataraman (2540) kini memimpin klasemen dengan masing-masing 6,5 poin.

Lawan Im Aditya Bagus Arfan di babak ketujuh dan delapan GM Benjamin Bok (2593) dan Chen Yuan (2286)

Lawan Im Aditya Bagus Arfan di babak ketujuh dan delapan GM Benjamin Bok (2593) dan Chen Yuan (2286)

Namun pertandingan melawan Bok sebenarnya adalah pelajaran mahal. Bok, yang pernah menyentuh rating 2645 pada Juli 2019, memang bukan lawan ringan. Tapi kekalahan itu bukan soal siapa yang lebih kuat. Ia tentang keputusan kecil yang keliru, urutan langkah yang meleset, dan bagaimana kegugupan bisa menjelma jadi bencana dalam sekejap.

Dari sisi teori, Adit sejatinya punya peluang untuk tetap bertarung. Bila ia memainkan 8.a3! lebih dahulu, posisi akan jauh lebih hidup. Gajah bisa aktif, bidak sentrum jadi ancaman, dan medan laga akan terasa seimbang.

Foto/IM Aditya Bagus Arfan

Foto/IM Aditya Bagus Arfan

"Tapi hati yang gundah kerap sulit memberi ruang bagi kalkulasi. Dalam catur, seperti juga dalam hidup, kepala dingin sering lebih penting dari strategi brilian," kata Kristianus Liem, manajer sekaligus Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB Percasi.

“Pecatur yang baik tahu kapan harus bertahan, bukan hanya menyerang,” lanjut Kristianus Liem. “Tapi lebih dari itu, ia harus belajar menerima kekalahan, memahami kesalahan, dan bangkit.”

Aditya, yang telah mencuri perhatian banyak mata di turnamen ini, kini berdiri di persimpangan: apakah dua hari kelabu ini akan menjatuhkannya, atau justru menguatkannya. Di babak kesembilan, ia akan kembali duduk di depan papan, menghadapi pecatur Tiongkok lainnya, Chen Zhi (2246). Laga itu akan menjadi jawabannya.

Di Biel, tempat jam-jam terbaik dunia dilahirkan, Aditya punya kesempatan membuktikan satu hal: waktu yang sempat terhenti bisa berdetak lagi, dengan langkah yang lebih teguh, lebih jernih.

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!