Dari Tanah Nusantara ke Riyadh: Pencak Silat Menggema di Islamic Solidarity Games 2025 dan Dunia

Akhmad Sef

Foto/NOC Indonesia/Mochammad Rifqy Priadiansyah

LUDUS - Di sebuah gelanggang di Riyadh, suara tepukan penonton menggema pelan. Langkah kaki para pesilat beradu di atas matras hijau, menciptakan ritme yang terasa sakral. Cahaya lampu menyorot tajam, memantulkan kilau keringat dan tekad yang sama, tekad untuk membawa nama sebuah warisan dari Timur: pencak silat.

Foto/NOC Indonesia/Mochammad Rifqy Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Mochammad Rifqy Priadiansyah

Untuk pertama kalinya, seni bela diri asli Indonesia itu tampil dalam ajang Islamic Solidarity Games (ISG) Riyadh 2025, bukan sekadar tontonan budaya, melainkan demonstration sport yang memancarkan kebanggaan. Di antara sorak penonton, ada rasa haru yang sulit dijelaskan: inilah langkah kecil yang bermakna besar, ketika warisan Nusantara menjejak di gelanggang internasional.

Bagi Teddy Suratmadji, Sekjen PB IPSI sekaligus Sekjen Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa (Persilat), momen ini bukan sekadar seremoni. Ia adalah puncak dari perjalanan panjang diplomasi dan kerja sunyi.

Foto/NOC Indonesia/Mochammad Rifqy Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Mochammad Rifqy Priadiansyah

“Walaupun sifatnya demo sport, kami mempersiapkannya sebaik-baiknya seperti event resmi. Ini bagian dari upaya kita menjaga marwah pencak silat sebagai olahraga warisan budaya yang mendidik, beretika, dan penuh nilai,” katanya.

Dan benar saja, atmosfernya bukan sekadar ekshibisi. Sebanyak 19 atlet dari 9 negara tampil dalam empat nomor pertandingan: kelas C (55–60 kg) dan D (60–65 kg) putra-putri. Gerak mereka bukan hanya adu teknik, tapi pertemuan budaya, antara tradisi dan modernitas, antara akar Nusantara dan semangat global. Upacara buka gelanggang dilakukan dengan penuh khidmat: gerakan tangan yang menunduk pada bumi, lalu mengangkat ke langit, seolah mengundang restu alam semesta.

BACA JUGA: Pencak Silat Menuju Youth Olympic Games Dakar 2026: Diplomasi Raja Sapta Oktohari di Lausanne Dorong Keanggotaan AIMS

Di tribun, delegasi dari berbagai negara menatap kagum. Sebagian baru tahu, bahwa silat bukan sekadar bela diri, tapi juga puisi dalam gerak. Sebuah keseimbangan antara kekuatan dan kebijaksanaan.

Teddy tahu, ini bukan akhir, tapi awal dari perjalanan panjang. Ia menyebutnya sebagai “strategi diplomasi olahraga” yang kini dijalankan Persilat bersama PB IPSI dan Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia). “Kita sangat optimistis pencak silat akan terus naik kelas di level dunia. Setelah tampil di Asian Youth Games Bahrain 2025 dan memberikan medali perak bagi tuan rumah, kini tampil di Islamic Solidarity Games Riyadh. Ini langkah nyata. Kita juga melihat kemungkinan besar pencak silat bisa tampil di Youth Olympic Games Dakar 2026,” ujarnya penuh semangat.

Foto/NOC Indonesia/Naif Muhammad Al As

Foto/NOC Indonesia/Naif Muhammad Al As

Di luar arena, gema silat mulai menular. Arab Saudi, negeri yang dikenal dengan tradisi bela dirinya sendiri, kini mulai jatuh cinta pada silat. Salah satu di antara mereka adalah Mazen Alzahrani, mantan petarung Muaythai yang kini memilih menjadi pesilat.

“Awalnya saya dari Muaythai, tapi setelah belajar dan mencoba, saya merasa pencak silat lebih lengkap. Saya menonton video dari Indonesia dan Malaysia. Saya merasa ini olahraga yang sangat menarik dan membutuhkan kekuatan, kecepatan, dan pikiran. Ada koneksi khusus di dalamnya,” ucap Mazen dengan mata berbinar.

BACA JUGA: Ginting Raih Perunggu, Fiqi Tersingkir Tipis di Perempat Final: Langkah Pencak Silat Indonesia di ISG 2025

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Foto/NOC Indonesia/Rifqi Priadiansyah

Cerita Mazen hanyalah satu dari sekian banyak kisah yang muncul di Riyadh. Dari Uzbekistan hingga Kyrgyzstan, dari Kazakhstan hingga Malaysia, semua menunjukkan satu hal: pencak silat kini bukan hanya milik Indonesia, tapi juga dunia.

Namun, di balik sorot lampu dan tepuk tangan penonton, ada makna yang lebih dalam. Setiap kali seorang pesilat menunduk sebelum bertanding, di situ tersimpan filosofi lama: bahwa silat bukan untuk menjatuhkan lawan, tapi menegakkan martabat. Bukan untuk menghancurkan, tapi menjaga keseimbangan.

Ketika acara usai, para pesilat saling menangkupkan tangan, memberi hormat. Di udara Riyadh yang hangat, seolah terhembus angin dari Timur jauh, angin yang membawa pesan tentang jati diri dan kebanggaan.

Foto/NOC Indonesia/Naif Muhammad Al As

Foto/NOC Indonesia/Naif Muhammad Al As

Di Islamic Solidarity Games 2025, pencak silat mungkin hanya tampil sebagai cabang demonstrasi. Tapi dalam setiap gerakannya, dunia bisa merasakan denyut sebuah bangsa yang sedang memperkenalkan dirinya lagi, lewat jurus, etika, dan keindahan yang lahir dari sejarah.

Karena di gelanggang itu, bukan hanya tubuh yang bergerak. Tapi juga ruh sebuah peradaban yang sedang menapaki jalannya menuju panggung dunia.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!