Doa di Garis Tepi: Bima Sakti dan Air Mata Kemenangan

1
0

Jumat malam, 12 Agustus 2022, langit Maguwoharjo tak sedang murung. Tapi di dada Bima Sakti Tukiman, mendung sudah menggantung sejak pagi. Final Piala AFF U-16 2022 akan digelar beberapa jam lagi. Di ruang ganti, suara detak jantung anak-anak muda itu terdengar seperti pukulan gendang perang. Lawan mereka adalah Vietnam—tim yang, dalam ukuran statistik dan sejarah, lebih sering berdiri di podium juara.

Namun Bima tahu: sepak bola tidak selalu tunduk pada angka. Ia sendiri pernah membuktikannya, 27 tahun silam, ketika namanya bergema sebagai bagian dari generasi emas PSSI Primavera. Ia ingat betul kerasnya lapangan Italia, dinginnya musim dingin Sampdoria, dan panasnya harapan yang dibebankan di pundaknya yang muda.

Kini, ia berdiri sebagai ayah dari sebelas anak yang akan berjuang dengan lambang Garuda di dada. Bukan anak kandung, tapi anak-anak yang telah ia temani sejak masih ragu menendang bola ke depan, yang ia ajari arti dari disiplin, tangis, dan mimpi.

Di ruang taktik, ia tidak banyak bicara. Hanya satu pesan menggetarkan: "Mainlah dengan hati. Kalian bukan hanya bermain untuk menang, tapi untuk orang-orang yang tak bisa membeli tiket ke stadion tapi tetap berdoa di rumah."

Dan malam itu, di bawah sorotan lampu stadion yang menyilaukan dan di hadapan ribuan penonton yang berdiri dengan dada mengepal, Indonesia menang. Skor 1-0 atas Vietnam, lewat gol tunggal Muhammad Kafiatur Rizky di menit ke-45+2, menjadi kunci sejarah. Tapi kemenangan ini bukan hanya soal angka di papan skor.

Itu adalah kemenangan atas keraguan, atas trauma panjang sepak bola usia muda yang selalu kandas di semifinal. Itu adalah malam di mana seorang pelatih yang dikenal tenang itu menangis. Tak terisak. Tapi linangan air mata di pipi Bima Sakti mengisahkan lebih dari sekadar euforia.

Ia memeluk satu per satu pemain. Ada pelukan seorang guru, sekaligus ayah. Ia memeluk staf kepelatihan. Pelukan sahabat seperjuangan. Dan ketika ia mendongak ke langit, ada satu bisikan: "Terima kasih, Tuhan. Ini bukan karena saya hebat. Ini karena Engkau kasihkan kami keberanian."

Bima memang bukan pelatih biasa. Di akun Instagram-nya, ia kerap membagikan nasihat-nasihat pendek—bukan soal formasi atau strategi, tapi tentang jiwa dan akhlak. Dalam satu unggahan menjelang final, ia berkata:
“Jangan terlalu sibuk menuntut hasil, karena hasil itu hak Allah. Tugas kita adalah berikhtiar, menjaga niat, dan sabar dalam proses.”

Di ruang ganti, sebelum laga, bukan hanya taktik yang dibacakan, tapi juga ayat.

"Kalau kalian ragu, baca Al-Fatihah. Kalau takut, baca Al-Insyirah. Dan kalau menang, jangan lupa sujud syukur," katanya sambil menggenggam bahu kapten tim.

Dan benar, malam itu bukan hanya kemenangan sepak bola. Tapi juga kemenangan iman, doa, dan kerja keras yang dijalani dengan penuh tunduk. Ia bagikan kisah ini kepada ludus.id lewat Whatsapp, pagi hatinya ketika ia baru saja membawa timnya juara.

Indonesia juara Piala AFF U-16 2022. Tapi lebih dari itu: Indonesia memenangi kembali harapannya, dan itu melalui Bima Sakti Tukiman!


APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!