Fujairah Global Chess Championship 2025: Antiklimaks Menyakitkan bagi IM Aditya Bagus Arfan dan IM Nayaka Budhidharma di Babak Terakhir
Ludus01


LUDUS - Langit Fujairah pada Senin (1/9) itu tampak teduh, seakan menyembunyikan ketegangan yang mengendap di dalam ruangan Fujairah Chess & Culture Club. Di babak terakhir 1st Fujairah Global Chess Championship, dua pecatur muda Indonesia, IM Aditya Bagus Arfan (2399) dan IM Nayaka Budhidharma (2389), berdiri di ujung perjalanan turnamen. Harapan tersisa, tapi ujung cerita justru membawa antiklimaks.

Foto/Kristianus Liem
Adit, turun dengan penuh percaya diri menghadapi GM Cem Kaan Gokerkan (2464) dari Turki. Caro-Kann variasi Fantasi menjadi arena duel. Dengan buah Hitam, Adit sebenarnya mampu menjaga keseimbangan permainan di tahap awal. Namun, seperti air yang perlahan mencari celah, tekanan Gokerkan makin deras di babak tengah. Satu bidak hilang di langkah ke-22, dan dari sana segalanya runtuh. Menteri, Gajah, dan Benteng lawan menjelma badai yang tak terhentikan. Hanya 35 langkah, papan catur itu berakhir dengan kepedihan.

Foto/Kristianus Liem
Di meja berbeda, Nayaka menjalani kisah yang hampir serupa. Menghadapi IM Arystanbek Urazayev (2490) dari Kazakhstan, ia juga memegang buah Hitam dalam pertahanan Hindia Nimzo. Bertahan lama, sabar menjaga keseimbangan, sampai akhirnya kesalahan kecil membuka jalan lawan. Satu bidak lenyap di langkah ke-35. Permainan akhir yang tersisa adalah duel Menteri dengan keunggulan satu bidak bagi Arystanbek. Dari titik itu, harapan semakin menipis. Bidak putih di lajur-a melaju, langkah demi langkah, hingga menapak di a6. Saat itulah cahaya padam, dan Nayaka harus menyerah di langkah ke-41.

Foto/Kristianus Liem
Kristianus Liem, Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB Percasi, yang mengikuti perkembangan anak-anak muda ini dari dekat, tak menutup-nutupi rasa getirnya. “Kekalahan Adit dan Nayaka memang menyakitkan, karena mereka sempat menunjukkan permainan solid di awal,” ujarnya. “Tapi di catur, satu bidak bisa jadi jurang. Dari situlah lawan mendapat momentum.”

Sang juara GM Brewington Hardaway dari AS (paling kanan). Foto/Kristianus Liem
Hasil akhir pun tak bisa dielakkan. Adit menutup turnamen dengan 5,5 poin dari sembilan babak (+5 =1 -3), menempatkannya di peringkat 54. Nayaka mengumpulkan 5 poin (+4 =2 -3), bertengger di posisi 77 dari total 239 peserta yang datang dari 55 negara. Sementara gelar juara diraih GM muda asal Amerika Serikat, Brewington Hardaway (2499), dengan 7,5 poin.

Kristianus menambahkan, “Turnamen seperti Fujairah ini jadi pengingat bahwa persaingan sudah tak lagi datang hanya dari Rusia, India, atau Tiongkok. Negara-negara Timur Tengah pun kini serius membangun kekuatan, mendatangkan pelatih asing, dan menggelar turnamen besar. Kalau kita tidak menambah jam terbang, kita bisa tertinggal.”
Fujairah memang baru pertama kali menggelar kejuaraan global, tapi mereka langsung menghadirkan tiga kategori turnamen dengan total hadiah 135.000 USD. Atmosfer itu membuat para pemain muda Indonesia bisa merasakan betapa ketat dan seriusnya arena catur internasional.

Foto/chessbase.in
Bagi Adit dan Nayaka, kekalahan ini adalah luka yang mengajarkan. Mereka mungkin pulang tanpa senyum juara, tapi dengan pengalaman yang akan membentuk ketangguhan. Di papan catur, seperti hidup, kemenangan sering kali tumbuh dari kegagalan yang pernah menyesakkan dada. (**)
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!