Gregoria Mariska dan Malam Pertama di Paris: 29 Menit Langkah Kemenangan di Kejuaraan Dunia BWF 2025
Ludus01

LUDUS - Paris pada akhir Agustus selalu penuh cerita. Di Adidas Arena, hanya butuh 29 menit bagi Gregoria Mariska Tunjung untuk membuka langkahnya di Kejuaraan Dunia BWF 2025. Sebuah malam pertama yang singkat, namun sarat makna. Lampu putih menyorot lapangan, shuttlecock berdenting, dan tribun sesekali bergemuruh, mengantar kemenangan pembuka tunggal putri Indonesia.

Foto/PBSI
Di hadapannya berdiri Petra Maixnerova, wakil Republik Ceko yang datang dengan keberanian. Namun sejak awal, cerita sudah seperti menuliskan jalannya sendiri. Gregoria langsung memimpin 10-0. Skor yang nyaris tak masuk akal untuk laga sekelas kejuaraan dunia. Petra baru bisa mencuri dua angka, sekadar mengingatkan bahwa pertandingan belum selesai. Tetapi Gregoria terlalu stabil. Interval 11-2, lalu meluncur tenang hingga 21-10 di gim pertama.
Jika gim pembuka seperti menggambarkan dominasi, gim kedua justru memperlihatkan sisi lain: kesabaran. Gregoria sempat goyah ketika Petra menempel di skor 3-4, lalu 6-8. Namun di situlah perbedaan kualitas berbicara. Sang juara SEA Games 2019 itu tahu cara kembali menata ritme. Interval 11-6 menjadi titik balik, empat poin beruntun membuat jarak melebar 15-6.

Foto/PBSI
Pertandingan sempat berhenti sejenak. Lutut Maixnerova berdarah akibat upaya menyelamatkan bola. Sebuah jeda kecil yang justru mempertebal rasa dramatis malam itu. Namun ketika laga dilanjutkan, langkah Gregoria tetap mantap. Ia menutup segalanya dengan 21-9, hanya dalam 29 menit.
“Di permainan hari ini masih ada sedikit penyesuaian dan saya bermain cukup baik,” kata Gregoria yang disampaikan kepada tim humas PBSI seusai laga. Ia menyinggung shuttlecock, lapangan, bahkan cuaca yang menurutnya tak berbeda dari Olimpiade Paris setahun silam. Perbandingan yang diam-diam mengingatkan kita: ia pernah berdiri di arena yang sama, menanggung beban ekspektasi sebuah bangsa.
Namun ada pula pengakuan kecil yang jujur: “Yang perlu saya kurangi adalah serangan yang terlalu tajam dan terburu-buru.” Sebuah refleksi teknis, tapi sesungguhnya juga cermin batin. Gregoria seperti sedang berbicara kepada dirinya sendiri: tentang bagaimana mengendalikan hasrat, menunda ledakan, dan merawat momentum.

Di usianya yang 26 tahun, Gregoria bukan lagi sekadar talenta muda yang dijanjikan sejak junior. Ia kini memikul label sebagai tumpuan. Kejuaraan Dunia ini, dengan atmosfer megahnya, bukan hanya soal kemenangan atas Petra Maixnerova. Ini adalah awal perjalanan panjang: jalan setapak menuju mimpi besar, menjadi yang terbaik di dunia.
“Untuk pertandingan selanjutnya saya mau punya motivasi lebih. Siapapun lawannya, intinya saya akan melakukan yang terbaik,” tuturnya.

Foto/PBSI
Kalimat sederhana itu terdengar seperti mantera. Paris memang baru malam pertama. Tetapi dari kemenangan singkat 29 menit ini, kita melihat sesuatu yang lebih dalam: Gregoria bukan lagi sekadar pemain yang mencoba bertahan di papan atas, melainkan sosok yang pelan-pelan menguasai panggungnya sendiri.
Dan mungkin, ketika shuttlecock terakhir jatuh di sisi lawan, sejarah bulutangkis Indonesia sedang bersiap menuliskan bab berikutnya, dengan nama Gregoria Mariska Tunjung di halaman depannya. (**)
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!