
LUDUS - Kabar duka menyelimuti dunia olahraga Indonesia. I Gusti Kompyang Manila, atau lebih dikenal dengan nama IGK Manila, meninggal dunia pada Senin (18/8/2025) pagi di RS Bunda Menteng, Jakarta, pukul 08.59 WIB.
Berita berpulangnya tokoh yang pernah menjadi manajer Timnas Indonesia dan Chief de Mission Persija Jakarta ini beredar cepat melalui grup WhatsApp Bola Indonesia. Kepergian IGK Manila bukan hanya kehilangan bagi sepak bola nasional, tetapi juga bagi dunia olahraga Tanah Air secara keseluruhan.
Sosoknya merupakan figur yang mampu menggabungkan disiplin militer dengan manajemen olahraga modern. Kemampuan ini menjadikan dirinya bagian penting dari perjalanan panjang Timnas Indonesia maupun Persija Jakarta.

I Gusti Kompyang Manila atau lebih dikenal dengan nama IGK Manila, meninggal dunia pada Senin (18/8/2025) pagi di RS Bunda Menteng, Jakarta, pukul 08.59 WIB. Foto/Instagram @erickthohir
Nama IGK Manila melekat erat dengan SEA Games 1991 di Manila, Filipina, ketika Timnas Indonesia sukses meraih medali emas setelah mengalahkan Thailand melalui adu penalti.
Kemenangan itu menjadi salah satu pencapaian paling membanggakan dalam sejarah sepak bola nasional, dan IGK Manila berperan besar dalam pencapaian tersebut.
Baca juga: Piala Kemerdekaan 2025: Timnas Indonesia U-17 Bungkam Uzbekistan 2-0
Dalam sebuah wawancara dengan Jawa Pos pada 15 Oktober 2022, IGK Manila menjelaskan pendekatannya ketika memimpin timnas.
“Saya ini tentara, saya dididik untuk mengenali diri sendiri dan lawan. Jadi saya tanamkan itu kepada para pemain. Saya tanamkan pikiran bahwa Indonesia lebih kuat daripada semua lawan,” kata IGK Manila.
Disiplin dan pendekatan fisik yang keras terbukti efektif. Skuad Garuda tampil tangguh, mental para pemain teruji, dan pada akhirnya Indonesia berhasil menorehkan sejarah emas di Manila.
“Waktu itu saya melihat fisik pemain terlalu lemah. Makanya saya gembleng para pemain ala tentara. Mereka saya minta lari ke gunung untuk berlatih,” tutur pria yang mendapat panggilan akrab 'Engkong' itu selama di Persija.
Jejak Penting di Persija Jakarta

IGK Manila, dalam suatu kesempatan. Foto/Istimewa/Zona Memori Sepak Bola
Selain di timnas, kiprah IGK Manila juga begitu kuat di level klub, terutama bersama Persija Jakarta. Dia menjadi bagian penting dalam sejarah emas klub berjuluk Macan Kemayoran itu dengan perannya sebagai Chief de Mission saat Persija menjuarai Liga Indonesia edisi 2001.
Kala itu, Persija tampil sebagai kekuatan yang disegani di kancah nasional. Susunan pemain mereka bertabur bintang dari lini ke lini, mulai dari kiper hingga ujung tombak.
Di bawah mistar berdiri kiper eksentrik Mbeng Jean Mambalou, didukung Hendra Nasir dan kiper muda asal Jakarta, Sopian Hadi. Di lini belakang, Persija memiliki deretan bek tangguh seperti Nuralim, Aris Indarto, Warsidi, Antonio Claudio, Joko Kuspito, Wasiyatul Akmal, hingga Hary Saputra.
Baca juga: Persija Pamer Jersey Baru di Depan Gubernur Pramono Anung
Kehadiran Antonio Claudio, yang dikenal dengan julukan Toyo, menambah kekuatan Persija di duel udara sekaligus mengandalkan tendangan bebas keras yang sering membahayakan lawan.
Barisan gelandang diisi pemain berpengalaman seperti Imran Nahumarury, Deddy Umarela, Wahyu Teguh, Budiman, Luciano Leandro, Ebanda Timoty, Agus Supriyanto, dan Khair Rifo.
Kehadiran Ebanda Timoty asal Kamerun menjadi penyeimbang lini tengah, menjaga transisi permainan Persija tetap stabil meski lebih berorientasi menyerang.
Sektor depan Persija menjadi salah satu yang paling menakutkan. Klub ibu kota ini mengoleksi empat striker dengan label pemain nasional, yakni Widodo Cahyono Putro, Budi Sudarsono, Gendut Doni, dan Bambang Pamungkas.
Ketajaman mereka membuat Persija selalu punya opsi untuk menjebol gawang lawan, siapa pun yang diturunkan. Pada jajaran pelatih ada nama Sofyan Hadi, serta Arjuna Renaldy yang mengisi posisi pelatih kiper.
“Saya ini tentara, saya dididik untuk mengenali diri sendiri dan lawan. Jadi saya tanamkan itu kepada para pemain." IGK Manila.
Susunan ini semakin solid dengan kehadiran Ahmadin Ahmad sebagai ketua umum, sementara IGK Manila tetap menjalankan tugas pentingnya sebagai Chief de Mission. Manajemen harian klub dipimpin Irawan Ajidarmo yang kala itu diangkat sebagai manajer tim.
Peran IGK Manila sebagai Chief de Mission bukan hanya simbolis. Dia menjadi jembatan antara manajemen, pelatih, dan pemain, memastikan semua elemen klub berada pada satu visi, yakni meraih gelar juara.
Pada akhirnya, Persija sukses menorehkan sejarah dengan gelar juara Liga Indonesia 2001, menambah panjang daftar prestasi klub kebanggaan ibu kota.
Bapak Wushu Indonesia
Selain Persija, IGK Manila juga tercatat sebagai bagian penting dari Bandung Raya yang menjuarai Liga Indonesia 1996. Perannya di berbagai klub membuktikan kapasitasnya dalam mengelola tim dan memimpin dengan disiplin.
Namun jejak IGK Manila tidak berhenti di sepak bola. Lahir di Singaraja, Bali, pada 8 Juli 1942, dia mengawali karier sebagai perwira tinggi TNI dengan pangkat terakhir mayor jenderal TNI AD.
Di luar militer, dia pernah menjabat sebagai Ketua STPDN, Sekjen Departemen Penerangan, hingga Direktur Akademi Olahraga Indonesia (Akorin). Kiprahnya di dunia olahraga juga meluas ke cabang bela diri.
Dia dijuluki sebagai “Bapak Wushu Indonesia” karena peran besarnya dalam mengembangkan wushu di Tanah Air. Tak hanya itu, ia juga dikenal di kalangan radio amatir dengan nama panggilan YB0AA.
Sosok yang Kritis dan Nasionalis

IGK Manila selaku manajer Timnas Indonesia menangis setelah meraih medali emas SEA Games 1991 cabor sepak bola. Foto/Istimewa/Zona Memori Sepak Bola
IGK Manila dikenal sebagai pribadi yang kritis, terutama terhadap pengelolaan sepak bola nasional. Kritiknya kepada federasi kerap tajam, namun selalu dengan tujuan membangun. Dia percaya bahwa sepak bola bukan hanya urusan hiburan, melainkan bagian dari pembentukan karakter bangsa.
Konsistensinya menjaga semangat kebangsaan membuatnya dihormati banyak kalangan, dari pemain hingga generasi muda. Hingga usia senja, ia tetap berkontribusi, termasuk saat menjabat sebagai Gubernur Akademi Bela Negara (ABN) Partai NasDem di usia 78 tahun.
Kepergian IGK Manila meninggalkan duka mendalam. Namun warisan yang dia tinggalkan tetap hidup. Di level timnas, namanya akan selalu diingat lewat emas SEA Games 1991.
Sementara di level klub, keberhasilannya membawa Persija Jakarta menjuarai Liga Indonesia 2001 meneguhkan posisinya sebagai figur penting dalam sejarah Macan Kemayoran.
Dari militer, pendidikan, wushu, hingga sepak bola, IGK Manila membuktikan dirinya sebagai tokoh serba bisa. Jejak emasnya akan terus dikenang, bukan hanya bagi sepak bola Indonesia, tetapi juga bagi olahraga nasional secara menyeluruh. (*)
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!