Indonesia vs Thailand di Semifinal IFCPF Asia Oceania Cup 2025: Pertaruhan Nafas Panjang Menuju Final
Akhmad Sef


LUDUS - Di sebuah stadion yang pernah menyimpan gema sejarah, pertandingan yang mendekat itu tidak semata-mata menawarkan adu taktik, melainkan pertemuan dua ingatan: keberanian Indonesia dan keuletan Thailand dalam setiap duel yang selama ini mereka jalani. Dari tribun Sriwedari, tercium antusiasme yang tumbuh dari banyak harapan. Di tengahnya, ada sebuah premis sederhana yang bergerak seperti desah: satu tempat di final, satu tiket ke IFCPF World Cup 2026, satu kesempatan untuk memahat kembali batas kemampuan manusia.

Foto/NPC Indonesia
Thailand tiba di semifinal bukan sebagai raksasa yang menakutkan, melainkan sebagai runner up grup yang datang dengan luka kecil setelah ditaklukkan Iran 1–3. Kekalahan itu tidak memudarkan reputasi mereka; justru memunculkan versi Thailand yang lebih waspada, lebih terukur, dan lebih gelisah. Dan kegelisahan selalu membuat sebuah tim berbahaya.

Foto/NPC Indonesia
Sementara itu, Indonesia menyambut semifinal seperti seseorang yang melihat pintu menuju dunia baru menganga sedikit. Pertemuan dengan Thailand adalah sesuatu yang terasa begitu akrab, sebuah wajah lama yang ditemui dalam cahaya lampu berbeda. Mereka sudah saling hafal sejak ASEAN Para Games, dan kali ini intuisi itu diperbarui melalui mata-mata yang duduk di tribun.
Yanuar Dhuma Ardhiyanto memimpin rombongan kecil itu: para pemain yang hanya berlatih ringan, duduk dalam diam yang penuh perhitungan. Dari tribun barat sisi utara, mereka menyaksikan Thailand melawan Iran, menyaksikan ritme, kebiasaan, dan celah-celah yang mungkin muncul. Setelah laga itu, Yanuar menyimpulkan Thailand tak jauh berubah sejak ASEAN Para Games; sebuah informasi yang justru membuat pekerjaan menjadi lebih pelik. Tim yang konsisten adalah tim yang sulit dibongkar.
BACA JUGA: Kapten Merah Putih Tegas: Tak Gentar Hadapi Australia dan Jepang di IFCPF Asia–Oceania Cup 2025

"Hari ini kita nonton pertandingan Thailand dari awal sampai akhir. Kita melihat kekuatan mereka tidak jauh berbeda dari penampilan saat di ASEAN Para Games. Berbekal pengamatan ini, tim pelatih akan mempersiapkan skema khusus agar kita bisa tampil lebih menggebrak dibandingkan pertemuan sebelumnya," ucap Yanuar, Selasa (18/11/25) petang.
"Alhamdulillah kita punya waktu istirahat dua hari. Dari sisi psikologis, teman-teman juga pastinya lebih oke. Kita akan berupaya maksimal," lanjut Yanuar.

Foto/NPC Indonesia
Ia bicara tentang skema khusus, tentang niat untuk tampil lebih menggebrak dibanding pertemuan-pertemuan sebelumnya. Tentang strategi mengunci permainan lawan seperti yang mereka terapkan terhadap Australia dan Jepang.
Dan yang paling ia garis-bawahi adalah satu nama yang terus berdenyut dalam pengamatannya: Chanatip Deeman, pemain nomor enam Thailand, gelandang yang kuat dan teknis, yang bergerak seperti pusat gravitasi permainan timnya. Indonesia berniat menutup jalurnya, mengebiri pergerakannya, membuat detak jantung permainan Thailand tersengal-sengal.

Foto/NPC Indonesia
Tapi, sepak bola cerebral palsy selalu menyimpan lapisan kerumitan lain: transisi. Dalam laga melawan Jepang sebelumnya, Indonesia terlalu lambat mengubah arus permainan, dan Yanuar menjadikannya catatan tebal. Maka dua hari istirahat menjadi modal penting, bukan hanya bagi tubuh Hafthah Wicaksono dan rekan-rekannya, tetapi juga bagi benak mereka yang memerlukan ruang untuk kembali lapang. Waktu yang lebih panjang dibanding Thailand itu diperlakukan seperti hadiah kecil yang ingin dimaksimalkan.
Di balik semua itu, ada sesuatu yang bergerak lebih dalam: motivasi untuk menembus World Cup 2026. Dua finalis otomatis berangkat ke Amerika Serikat, dan bagi Indonesia, semifinal melawan Thailand ini sudah terasa seperti final kecil yang menentukan arah masa depan.

“Pertandingan finalnya ya melawan Thailand ini. Kita akan mati-matian demi mendapatkan tiket lolos ke World Cup,” ucap Yanuar. Kalimat yang sederhana, namun diucapkan dengan tensi yang membuatnya seperti janji, dan janji selalu membawa beban sendiri.
Tapi, tak satu pun dari ini berjalan searah. Thailand pun datang dengan nalar yang sama. Saat Indonesia melawan Australia, pelatih Thailand hadir bersama para pemainnya, mengamati dengan kesabaran pemburu tua. Ketika Indonesia menghadapi Jepang, Thailand mengirim stafnya. Di titik tertentu, kegiatan saling mengintip ini terasa seperti koreografi: kedua tim bergerak mengelilingi satu sama lain, mencari sedikit saja kelebihan yang bisa menentukan nasib.

Kapten Thailand, Phonpipat Nampaksa, memandang laga semifinal ini sebagai kesempatan yang mengikat tekad seluruh timnya. Ia bicara dengan nada yang tenang, seperti seseorang yang sudah sering melewati ruang-ruang tekanan. Mereka hanya memiliki satu hari istirahat, tetapi itu cukup bagi mereka untuk mengisi ulang tenaga setelah tiga pertandingan beruntun. Di baliknya, staf pelatih sudah menyajikan analisis lengkap tentang Indonesia, pengamatan yang kemudian dipindahkan menjadi instruksi dan peringatan di ruang ganti.
"Kami akan mencoba untuk bermain maksimal untuk mendapatkan tiket ke babak final," tegas Phonpipat.

Maka semifinal ini tumbuh menjadi sesuatu yang lebih dari jadwal turnamen. Ia menjelma menjadi cermin dua tim yang saling menjaga rahasia, saling membaca, saling menyusun jebakan. Indonesia dengan ritme yang baru ditempa, Thailand dengan pengalaman yang mengalir tenang. Dalam lapangan yang tampak sederhana itu, dua perjalanan menjelang final bertemu pada garis yang sama, garis yang hanya bisa dilewati satu tim.
"Tim pelatih menganalisis permainan Indonesia untuk mendapatkan poin-poin yang kemudian disampaikan kepada para pemain tentang bagaimana cara bermain melawan Indonesia," tutur Phonpipat.

Foto/NPC Indonesia
Dari sanalah cerita ini akan bergerak. Dari semangat yang disesap para pemain Indonesia, dari kecermatan yang disiapkan Thailand, dan dari rumput Sriwedari yang selalu menyimpan gema langkah-langkah para pemain yang pada Kamis (20/11/25) pukul 15.00 WIB, akan menentukan arah takdir masing-masing.
Tidak ada yang benar-benar tahu siapa yang lebih siap, tetapi semua tahu satu hal: laga ini akan mengguncang sesuatu dalam diri mereka: keberanian, ketakutan, atau mungkin keduanya sekaligus.

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.
Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!





