Kalah Memang Menyakitkan, Tapi Waroeng Steak Ini Mengobati: Drama Bonus Sabar/Reza
Ludus01

LUDUS - Senin (9/6/25) sore, yang masih menyisakan gemuruh tepuk tangan dari Istora Senayan, dua pria muda duduk berdampingan. Peluh belum benar-benar kering dari perjuangan mereka menembus final Indonesia Open 2025. Sabar Karyaman Gutama dan Moh Reza Pahlevi Isfahani, pasangan ganda putra yang selama ini tak banyak jadi sorotan utama, baru saja mencatatkan prestasi terbesarnya: runner-up di turnamen level Super 1000. Bukan kemenangan, memang. Tapi ada semacam semangat baru yang mengalir dari kekalahan itu.

Partai final yang mereka lakoni pada 8 Juni lalu bukan sekadar pertandingan. Itu perang urat saraf, duel napas panjang, dan ujian keberanian. Ganda putra ranking delapan dunia tersebut harus mengakui keunggulan pasangan Korea Selatan, Kim Won Ho/Seo Seung Jae lewat pertarungan rubber game 21-18, 19-21, 12-21.
Juara Spain Masters 2024 tersebut mengaku kesulitan menghadapi tembok tebal pasangan Negeri Ginseng. Saat sudah unggul di gim pertama, Sabar/Reza kehilangan fokus sehingga harus menyerah dalam tempo 63 menit.
Dan hari itu, hanya berselang 24 jam sejak mereka turun podium, dua sosok itu kembali tampil. Bukan di lapangan, melainkan di atas panggung kecil yang disiapkan di Waroeng Steak and Shake, Bukit Duri. Di antara aroma daging panggang, acara Meet the Champion of Indonesia digelar dengan sederhana namun penuh makna.
Di sinilah drama kecil yang menghangatkan hati itu terjadi.

Sabar dan Reza, yang kini wajahnya mulai dikenali publik, disambut sorakan dari Badminton Lovers, yang sengaja datang, untuk merayakan kemenangan Sabar Reza. Puluhan remaja dan keluarga kecil tampak menyodorkan ponsel, berharap mendapat satu jepretan bersama sang idola baru. Sabar dan Reza adalah pahlawan yang membuat bulu kuduk merinding, meski tak naik di podium satu.

Di sebuah rumah makan yang berdiri dari semangat UMKM dan semangat anak muda, keduanya diberi kejutan. Waroeng Steak and Shake, yang sejak Januari 2024 telah menjadi sponsor utama pasangan ini, menggelar seremoni kecil yang hangat. Tak ada karpet merah. Hanya semangat dan ucapan terima kasih yang tulus.
“Kami tidak mau kalah dari sepak bola. Kalau Timnas dikasih jam tangan Rolex, ya kami kasih Casio saja,” ujar Jody Brotosuseno, CEO sekaligus pendiri Waroeng Steak, sembari tertawa lepas. Tentu, ia sedang becanda. Tapi menyembunyikan kesungguhan.

Jody Brotosuseno, CEO sekaligus pendiri Waroeng Steak, memberikan bonus kepada pasangan Sabar Karyaman Gutama/Moh Reza Pahlevi Isfahani dan sang pelatih Foto/Dokumentasi Waroeng Steak
Lalu diserahkanlah masing-masing Rp 50 juta untuk Sabar dan Reza. Pelatih mereka, legenda hidup bulu tangkis dunia, Hendra Setiawan, mendapat Rp 40 juta. Pelatih fisik Yansen Alpine pun tak dilupakan, Rp 20 juta menjadi tanda terima kasih atas peluh yang juga ia peras di pinggir lapangan. Sehari sebelumnya, Sabar Reza juga telah memegang papan hadiah. Sebagai runner-up Indonesia Open 2025, mereka berhak atas hadiah sebesar USD 50.750, atau setara hampir Rp827 juta. Sebuah angka yang memantul tak hanya dari papan hadiah, tetapi dari puluhan jam peluh dan ribuan repetisi latihan mereka selama bertahun-tahun.

Foto/PBSI
Apresiasi itu bukan soal angka. “Jangan dilihat dari besarnya. Tapi mudah-mudahan ini jadi semangat baru untuk kalian,” kata Jody.
Di bawah panggung kecil, pengunjung Waroeng Steak & Shake mulai meneriakkan nama Reza. Beberapa pengunjung meninggalkan mejanya hanya untuk meminta tanda tangan. Ada yang menyerahkan raket mini, ada pula yang membawa buku catatan dan kaos mereka. Momen itu, sederhana tapi mengharukan. Di negeri yang kadang pelit mengingat pahlawannya, ada satu rumah makan yang memilih untuk memberi ruang.

Sabar dan Reza pun bicara di hadapan para jurnalis.
“Target kami, tentu ingin bisa lolos ke Olimpiade 2028,” ucap Sabar. Reza menambahkan, “Kami ingin bisa menang di semua level. Bukan cuma runner-up. Kami ingin lengkap seperti Coach Hendra.”
Hendra Setiawan, di sisi lain, juga terlihat haru. Ini pengalaman pertamanya melatih sejak gantung raket. “Kami cuma pakai pola kami dulu. Di Indonesia Open, shuttlecock cepat, angin kencang. Jadi kami pakai strategi. Reza juga kemarin nggak fit sepenuhnya, jadi main harus cerdas.”
Sore beranjak malam, tapi antrean foto justru makin panjang. Di tengah gegap gempita sepak bola dan kemewahan bonus untuk bintang-bintang olahraga populer, kisah Sabar dan Reza terasa seperti pengingat: bahwa kerja keras, dedikasi, dan ketekunan masih punya tempat. Dan di Waroeng Steak yang akarnya tumbuh dari semangat kerakyatan, apresiasi itu diberikan dengan tangan terbuka. Bukan hanya karena mereka menang. Tapi karena mereka berani berjuang.

Hari itu, bonus yang diberikan mungkin tak mengubah status mereka di papan peringkat dunia. Tapi bisa jadi itulah awal dari perubahan dalam batin: bahwa kerja keras tak selalu dinilai dari medali, melainkan dari apresiasi yang datang tepat waktu.
Di antara suara piring dan gelak tawa kecil di Waroeng Steak & Shake Bukit Duri, Jakarta, tampak dua atlet yang tak hanya membawa raket, tapi juga harapan. Bukan hanya untuk mereka sendiri, tapi untuk negeri yang masih percaya bahwa bulu tangkis adalah urusan kebanggaan.
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!