Kiromal Katibin Nomor Satu Dunia: Dari Alun-Alun Batang Menuju Mimpi Emas Olimpiade
Ludus01

“Seakan menggemakan semangat Nietzsche tentang keberanian dan pendakian hidup, setiap dinding yang menjulang bukanlah penghalang, melainkan jalan pulang bagi keberanian.”

Foto/theworldgames.org
LUDUS - Kabar gembira itu datang dari Batang, sebuah kota kecil di pesisir Jawa Tengah. Dari alun-alunnya yang sederhana, seorang anak pernah terpaku pada dinding buatan yang menjulang, menyaksikan orang-orang berlari di atas vertikal, seolah gravitasi hanyalah permainan kecil. Anak itu bernama Kiromal Katibin. Tahun 2007, ia jatuh cinta pada pandangan pertama kepada olahraga panjat tebing. Sebelas tahun kemudian, cinta itu membawanya ke Asian Games. Dan kini, cinta yang sama mengantarnya menjadi nomor satu dunia, pemanjat tercepat di muka bumi.
Ranking pertama IFSC nomor speed putra yang kini ia duduki, bukan sekadar angka di papan. Itu adalah penanda bahwa dari sudut kecil Indonesia, lahir atlet yang mampu menaklukkan detik. Ia mengumpulkan 4.255 poin, jauh melampaui Samuel Watson dari Amerika Serikat, peraih rekor tercepat Olimpiade Paris 2024 yang harus puas dengan 3.684 poin. Di bawah mereka, nama-nama lain berjajar: Amir Maimuratov dari Kazakhstan, Jianguo Long dari Tiongkok, Ryo Omasa dari Jepang. Namun di puncak, berdiri anak Batang yang dulu hanya ingin punya banyak teman.

Foto/FPTI
Kepada LUDUS.ID, ia menanggapi dengan tenang soal gelar ranking satu dunia.
"Soal ranking 1 dunia itu saya kurang tahu hitung-hitungannya. Yang saya tahu, setiap Agustus peringkat itu akan berubah. Tapi untuk perebutan posisi overall World Cup Series, penentuan sebenarnya ada di seri terakhir, di Guiyang, September nanti."

Belum lama ini, kabar segar juga datang dari Chengdu, China. Kiromal menorehkan prestasi gemilang di ajang World Games dengan merebut medali perak pada nomor speed putra. Catatan waktunya, 4,81 detik, hanya terpaut tipis dari atlet tuan rumah Jianguo Long yang meraih emas dengan 4,74 detik. Sebuah podium yang kembali mengukuhkan posisi Indonesia sebagai negeri penguasa speed climbing, meski emas kali ini harus lepas ke tangan lawan.

Foto/theworldgames.org
Yang membuat catatan itu kian bermakna adalah fakta bahwa Kiromal masih memegang rekor dunia dengan waktu 5,00 detik, rekor yang ia torehkan di ajang Piala Dunia IFSC. Waktu itu dianggap sebagai batas nyaris mustahil bagi manusia di lintasan vertikal. Dengan rekor tersebut, dunia sepakat menyebutnya sebagai manusia tercepat di dinding.

Kisah Kiromal bermula sederhana. Tahun 2009, ia mulai ikut berlatih serius bersama kakaknya. “Dulu cuma seneng, banyak temen,” kenangnya. Tak ada target, tak ada bayangan prestasi. Hanya rasa riang anak-anak yang menemukan dunia baru. Namun begitu ia mulai merasakan atmosfer lomba, semacam percikan ambisi menyala. Dari Kejurda Karanganyar hingga Kejurnas di Yogyakarta, jalannya terbuka. Emas pertamanya datang di Kejurnas 2011 untuk nomor lead. Tahun 2016 ia merebut emas nomor speed di Bangka Belitung, setahun kemudian emas lagi di Padang. Medali demi medali, pengalaman demi pengalaman, semua ia kumpulkan dengan kesabaran.

Foto/FPTI
Perjalanan itu tidak mulus. Debut internasional di Asian Youth Singapura ia jalani dengan pulang tanpa medali. “Itu karena mental saya belum kuat,” akunya. Tapi justru dari situlah ia belajar: bahwa otot bisa ditempa, tapi jiwa harus digembleng. Dukungan orang tua yang memberi kebebasan penuh menjadi pondasi kuat. “Yang penting bahagia,” kata mereka. Kebebasan itu tak menjadikannya liar, justru mengajarinya kemandirian.

Foto/theworldgames.org
Hari ini, ia tidak hanya berdiri di puncak dunia, tapi juga meneguhkan dominasi Indonesia di cabang olahraga yang baru pertama kali masuk Olimpiade pada Tokyo 2020. Raharjati Nursamsa berada di peringkat delapan dunia, Veddriq Leonardo, peraih medali emas Olimpiade Paris 2024 di posisi dua belas. Sebuah bukti bahwa merah putih bukan sekadar peserta, tapi penguasa lintasan vertikal.

Foto/FPTI
Namun di balik catatan rekor, ada filosofi yang jernih dalam kalimat-kalimat Kiromal.
“Kemenangan adalah menampilkan yang terbaik dari apa yang sudah kita latih,” katanya.
“Perjuangan adalah berlatih terus menerus untuk mengejar target yang diimpikan.” Sukses baginya sederhana: punya target, lalu mencapainya. Ia tidak pernah menatap lawan ketika bersiap memanjat. “Saya hanya berpikir menampilkan yang terbaik sesuai kapasitas saya.” Dan ketika gagal? “Saya akan berlatih lagi, memotivasi diri untuk bangkit.”

Foto/FPTI
Mimpi terbesarnya adalah medali emas Olimpiade. Bukan semata demi namanya, tetapi demi orang tua. “Untuk membahagiakan mereka,” ujarnya.
Ada sesuatu yang puitis di sana: dari alun-alun Batang hingga puncak dunia, dari dinding beton kecil hingga podium internasional, langkahnya selalu kembali kepada rumah.

Foto/theworldgames.org
Panjat tebing speed, bila kita renungkan, adalah metafora hidup. Dua orang berlari pada dinding vertikal, berpacu dengan waktu, berkejaran dengan jatuh. Kemenangan sejati bukanlah mengalahkan lawan di sebelah, melainkan menaklukkan diri sendiri, rasa takut, rasa lelah, rasa ingin menyerah.
Nietzsche pernah menulis bahwa manusia adalah makhluk yang mesti belajar menaklukkan dirinya sendiri sebelum menaklukkan dunia. Dan di lintasan itu, Kiromal membuktikannya: bahwa manusia bisa melampaui gravitasi, melampaui keterbatasan, melampaui dirinya sendiri.

Grafis/Pipis Fahrurizal/LUDUS.id
Ia, Kiromal Katibin, anak Batang yang dulu hanya ingin punya teman baru di dinding panjat, kini memanjat secepat cahaya menuju sejarah. Dan kita, bangsa ini, menyaksikan bagaimana mimpi sederhana bisa menaklukkan langit.

Foto/theworldgames.org
Lima Belas Besar Peringkat Panjat Dinding Speed Putra IFSC:
- Kiromal Katibin (Indonesia): 4.255 poin
- Samuel Watson (Amerika Serikat): 3.684 poin
- Amir Maimuratov (Kazakhstan): 3.080 poin
- Jianguo Long (China): 2.852 poin
- Ryo Omasa (Jepang): 2.810 poin
- Zach Hammer (Amerika Serikat): 2.646 poin
- Matteo Zurloni (Italia): 2.460 poin
- Raharjati Nursamsa (Indonesia): 2.310 poin
- Shouhong Chu (China): 2.119 poin
- Erik Noya Cardona (Spanyol): 1.796 poin
- Yaroslav Tkach (Ukraina): 1.745 poin
- Veddriq Leonardo (Indonesia): 1.640 poin
- Hryoharii Ilchyshyn (Ukraina): 1.520 poin
- Leander Carmanns (Jerman): 1.384 poin
- Rishat Khaibullin (Kazakhstan): 1.319 poin.
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!