Komunitas Ahooy Geboy di Tengah Deru: Ketika Mesin Jadi Bahasa Persaudaraan

Ludus01

LUDUS - Di jalanan lengang pedalaman Jawa, di antara hening pagi dan bunyi deru yang bergetar dari knalpot, ada komunitas kecil yang tak bising, tapi tetap meninggalkan jejak. Namanya Ahooy Geboy. Bukan sekadar komunitas motor biasa yang mengisi akhir pekan dengan konvoi, tetapi ruang di mana mesin menjadi bahasa, persaudaraan jadi bahan bakar, dan perjalanan adalah ibadah kecil pada kemanusiaan.

Gunawan Wardani atau dikenal dengan Dani Boy, Ketua Komunitas Ahooy Geboy yang dibentuk tahun 2014. Foto/Dok.Ahooy Geboy

Gunawan Wardani atau dikenal dengan Dani Boy, Ketua Komunitas Ahooy Geboy yang dibentuk tahun 2014. Foto/Dok.Ahooy Geboy

Komunitas ini dibentuk tahun 2014 oleh sekelompok sahabat yang tidak sekadar ingin mengisi bensin dan memacu adrenalin. Gunawan Wardani atau lebih dikenal dengan panggilan Dani Boy, adalah salah satu pendirinya. Hobi adventurenya bukan soal pamer motor atau foto di tikungan curam. Ia ingin lebih dari itu: menemukan Indonesia, memahami wajah-wajahnya, menyusuri jalan-jalan yang tak ada di peta, dan bersua dengan orang-orang yang tak akan ditemui di perempatan kota besar.

“Berawal ikut komunitas karena hobi adventure main motor, tapi bukan main motor di dalam kota, yah. Keluar kota ke pelosok-pelosok, terutama desa-desa,” ujar Dani.

Itulah awal dari Ahooy Geboy. Komunitas ini tidak dibangun di atas sponsor atau jargon besar. Ia tumbuh karena kedekatan, karena pertemuan yang konsisten, karena perasaan nyaman, karena motor bukan cuma kendaraan, tapi alasan untuk bertemu.

Anggota komunitas Ahooy Geboy setiap tahun melakukan touring keliling Indonesia. Foto/Dokumentasi Ahooy Geboy

Anggota komunitas Ahooy Geboy setiap tahun melakukan touring keliling Indonesia. Foto/Dokumentasi Ahooy Geboy

Uniknya, komunitas ini tidak mengikat lewat jenis motor atau struktur organisasi yang kaku. Semua jenis tunggangan diterima. Justru kekayaan komunitas ini terletak pada keberagaman anggotanya. Dari komedian hingga polisi, dari musisi rock hingga manajer universitas, dari bankers hingga pengusaha kebun, dari penyiar televisi hingga anggota TNI. Bahkan ada nama yang sudah dikenal publik seperti komedian Edwin dan Djody. Tak hanya mencintai motor, mereka juga membawa kisah dan warna masing-masing dalam setiap deru yang mereka tinggalkan di aspal.

Ahooy Geboy hanya punya 19 anggota inti, dan Dani tak pernah berniat menambah. “Kalau ada yang mau gabung, kita bentuk ‘Ahooy Geboy and Friends’. Di situ banyak banget yang tergabung. Tapi yang inti biarlah tetap. Biar nggak ribet,” katanya. Uniknya, jenis motor tidak pernah dibatasi. Semua boleh bergabung, selama punya semangat serupa.

Di Balik Helm: Cerita, Luka, dan Tawa

Dalam perjalanan komunitas ini, banyak kisah yang lebih dari sekadar touring. Ada luka, ada kecewa, tapi juga ada cinta dan tawa yang hanya bisa lahir dari kebersamaan yang jujur.

“Yang menyenangkan itu ketika bisa pergi touring. Komunitas itu bisa jalan bareng aja sudah langka, karena susah waktu dan komitmennya. Tapi di situlah esensinya,” kata Dani dengan mata yang berbinar.

Tapi komunitas bukan dunia yang steril. Dani tak menutupi bahwa kadang karakter yang berbeda membuat persaudaraan retak. “Yang bikin sedih itu kalau ada yang curang, atau bawaannya negatif, karena itu bisa memutuskan pertemanan. Padahal kan yang kita jaga ini bukan hanya kebersamaan di jalan, tapi juga nilai,” ujarnya pelan.

Bersama BARKO (Komunitas Motor Broadcaster) saat ekspedisi hari kemerdekaan dari Jakarta Blitar, dari makam Bung Hatta ke makam Bung Karno. Foto/Dokumentasi Barko

Bersama BARKO (Komunitas Motor Broadcaster) saat ekspedisi hari kemerdekaan dari Jakarta Blitar, dari makam Bung Hatta ke makam Bung Karno. Foto/Dokumentasi Barko

Salah satu momen paling berkesan adalah ketika mereka menggelar touring 17 Agustus dari Jakarta ke Blitar, dengan konsep ziarah ke makam proklamator. Mereka memulai dari makam Mohammad Hatta di Tanah Kusir, dan mengakhiri di makam Bung Karno di Blitar. Ia, tak hanya bersama Ahooy geboy, tapi juga dilakukan bersama komunitas lain, yaitu BARKO, Komunitas Motor Broadcaster, yang anggotanya adalah para pekerja televisi.

“Selama ini orang touring cuma touring. Nggak ada maknanya. Nah ini touring-nya ada konsep dan manfaatnya. Kita jadi tahu sejarah,” ucap Dani bangga.

Mesin, Makna, dan Tren yang Mengalir

Ahooy Geboy berdiri sebagai simpul kecil dalam semesta besar komunitas motor di Indonesia, sebuah lanskap sosial yang terus tumbuh. Menurut data Kementerian Perhubungan dan komunitas otomotif, jumlah komunitas motor di Indonesia terus naik signifikan sejak 2010. Ada ribuan komunitas, dari yang berbasis merek (seperti Honda Tiger Club Indonesia, Yamaha NMAX Club, Vespa Lovers), hingga komunitas berbasis hobi atau tujuan sosial.

Misalnya, Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) dan Bikers Brotherhood MC (BBMC), dua komunitas besar yang bukan hanya dikenal karena touring-nya, tapi juga aksi sosial: donor darah, penanaman pohon, hingga penggalangan bantuan bencana. Bahkan di ranah motor klasik seperti Vespa, Indonesia menempati urutan dua komunitas terbesar dunia.

Di Jabodetabek, hampir 90 komunitas ikut serta dalam kampanye “safety riding” bersama kepolisian. Artinya, komunitas motor bukan lagi soal gaya hidup jalanan, tapi mulai menjadi bagian dari ekosistem sosial yang menyumbang nilai positif.

Dan, dari ribuan komunitas itu, tak banyak yang menolak ekspansi seperti Ahooy Geboy. Mereka memilih kecil, tapi lekat. Mereka tak perlu ribuan stiker tempel atau jaket seragam. Yang mereka perlukan hanyalah motor yang menyala, jalan yang terbuka, dan teman yang jujur.

Turun ke Jalan, Menemukan Diri

Dani menutup percakapan dengan satu kalimat yang mungkin terdengar sederhana, tapi sebenarnya sangat dalam:

“Saya nggak pernah berharap komunitas ini jadi besar. Cukup bisa touring tiap tahun. Karena naik motor bareng dua-tiga hari itu beda. Di situlah kita kenal siapa kawan kita, apa kekurangannya, apa lebihnya. Itu yang kita dapat, bukan cuma jarak tempuh.”

Ada romantisme di balik suara mesin. Ada persaudaraan di balik deru. Dalam dunia yang makin hiruk dan cepat berubah, Ahooy Geboy seperti mengajak kita untuk memperlambat, menoleh, dan menyapa sesama manusia di tengah jalan.

Karena terkadang, jalan terindah bukan yang tercepat menuju tujuan. Tapi yang membuat kita merasa pulang, bahkan saat kita sedang pergi.

Komunitas Ahooy Geboy adalah ironi yang berjalan di atas aspal. Sebuah kelompok motor yang tidak mengejar status, tidak berisik dengan logo dan jaket seragam, tapi membentuk ruang yang intim bagi 19 orang untuk tetap berjalan bersama, tanpa perlu saling mendahului.

Mereka mungkin tidak membuat sejarah nasional. Tapi mereka telah menciptakan sejarah kecil—tentang bagaimana sebuah motor bisa menyampaikan bahasa yang lebih dalam dari sekadar suara knalpot: bahasa persaudaraan.

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!