Kunci Olimpiade Berpindah Tangan: Dari Thomas Bach ke Kirsty Coventry, Sejarah Ditulis di Lausanne
Ludus01

Pada 23 Juni yang penuh cahaya di Lausanne, di Olympic House yang modern dan tenang, dua juara Olimpiade berdiri berhadapan. Thomas Bach, peraih medali emas Anggar Olimpiade Montreal 1976, dan Kirsty Coventry, peraih emas Olimpiade Athena 2004 dan Beijing 2008, berdiri di antara sejarah dan masa depan. Di antara mereka, sebuah kunci kecil dirancang oleh seniman Spanyol Andre Ricard, yang pernah menciptakan obor Olimpiade Barcelona 1992, berpindah tangan. Tak hanya simbol kepemimpinan, tapi simbol transisi zaman. Simbol bahwa sejarah tak selalu bergerak dalam garis lurus, melainkan dalam kurva harapan.

Foto/olympic.com
Thomas Bach menutup 12 tahun kepemimpinannya sebagai Presiden IOC dengan pidato yang bukan hanya formalitas, tapi juga puisi. Seperti yang dilansir dari olympic.com, ia menyebut hari itu sebagai “hari syukur, hari kepercayaan, hari kegembiraan.” Di tengah dunia yang terpecah, Bach memilih untuk mundur bukan karena tak mampu, tapi karena percaya: “zaman baru butuh kepemimpinan baru.”
Dan kepemimpinan itu kini berada di tangan Kirsty Coventry, perempuan pertama, orang Afrika pertama, dan presiden termuda IOC sejak Baron Pierre de Coubertin. Ia bukan hanya pemegang gelar, ia adalah simbol zaman.

Foto/olympic.com
Dalam riwayatnya yang telah melewati tiga abad, Komite Olimpiade Internasional hanya pernah dipimpin oleh segelintir nama. Dimulai dari Demetrius Vikelas (1894–1896), Yunani, presiden pertama yang menjadi jembatan antara Olimpia kuno dan dunia modern. Kemudian diteruskan oleh Pierre de Coubertin (1896–1925), sang pendiri gerakan, yang membangun semangat Citius, Altius, Fortius di atas puing-puing Eropa yang bergolak.
Sejak itu, tongkat estafet kepemimpinan berpindah dari Henri de Baillet-Latour (1925–1942), J. Sigfrid Edström (1942–1952), lalu ke era pascaperang yang diwarnai ketegangan Perang Dingin lewat kepemimpinan Avery Brundage (1952–1972). Setelahnya, Lord Killanin (1972–1980) menavigasi era boikot, dan Juan Antonio Samaranch (1980–2001) membangun kembali citra global Olimpiade dari reruntuhan politik dan ekonomi. Jacques Rogge (2001–2013) menghadirkan stabilitas, sebelum Thomas Bach mengarungi tantangan terbesar: pandemi dan transformasi digital olahraga.

Foto/olympic.com
Dan kini, untuk pertama kalinya dalam sejarah IOC yang berusia 131 tahun, seorang perempuan berdiri di puncaknya: Kirsty Coventry, Presiden ke-10 IOC sejak berdirinya.
Dalam sambutannya, Coventry membuka dengan terima kasih yang tulus:
"Presiden Bach, selama 12 tahun Anda telah mengabdi pada Gerakan ini dengan semangat dan tujuan yang tulus. Anda telah menjaga kami tetap bersatu melewati masa-masa paling penuh gejolak."
Suara Coventry tak menggelegar, tapi menyentuh. Ia mengingatkan pada momen pertamanya bersama Bach, saat masih menjadi anggota baru Komisi Atlet IOC. Bach, katanya, menyambut mereka dengan kata-kata: "Meskipun kalian akan duduk di barisan paling belakang, saya ingin melihat tangan kalian terangkat, dan saya ingin mendengar suara kalian."
Itu bukan sekadar kalimat, tapi fondasi. Tentang suara yang diangkat dari barisan paling belakang. Tentang keberanian untuk mendengar mereka yang kerap dilupakan.
Kirsty melanjutkan pidatonya dengan cerita yang sangat manusiawi. Tentang teman-teman yang bahkan tak tahu perlombaan apa yang ia ikuti. Tentang ibunya, neneknya, dan para perempuan kuat yang membesarkannya. Tentang pelatihnya, Kim, yang membawa bayi tujuh bulan ke Olimpiade Athena, dan kini, anak Kirsty juga berusia tujuh bulan.
"Kau mengajarkanku bukan hanya untuk menjadi atlet yang hebat, tapi juga menjadi seorang ibu dan istri yang hebat."
Ia menatap suami dan anak-anaknya, dan berkata: "Kalian adalah sandaranku, inspirasiku, pengingat abadi mengapa gerakan ini begitu bermakna." Dan kepada orang tuanya, ia mengingatkan bahwa jalan menuju podium dimulai dari “ratusan kue dan ribuan burger” yang mereka jual demi mengirim putri mereka ke ajang internasional.
Coventry juga mengingatkan peran besar para orang tua di seluruh dunia, yang sabar, gigih, dan diam-diam membiayai mimpi anak-anaknya: “Siapa sangka, dari hasil menjual burger dan kue kecil, seorang anak bisa berdiri di podium, bahkan kini memegang kendali IOC.”
Pidato Kirsty tidak hanya menyentuh, tapi penuh arah. Ia menyebut Olympic Movement sebagai jaring laba-laba, kompleks, indah, dan kuat, tapi juga rapuh bila satu bagian rusak. “Kita semua adalah jaring itu,” katanya. “Dan kita hanya kuat bila kita bersatu.”
Ia mengingatkan bahwa Gerakan Olimpiade bukan hanya ajang multi-olahraga, tapi platform yang mengubah hidup, memberi harapan, dan menginspirasi generasi baru.
“Para anggota IOC adalah penjaga Gerakan ini,” katanya. “Dan saya merasa terhormat bisa menjalani perjalanan ini bersama kalian semua.”

Foto/olympic.com
Di pagi harinya, Bach dan Coventry juga menyempatkan diri ke pemakaman Lausanne. Di sana, mereka meletakkan karangan bunga di makam Pierre de Coubertin, pendiri IOC yang jantungnya dimakamkan di Olympia, tempat kelahiran mimpi ini. Dari sana, mereka berjalan menuju masa depan.
Dalam setiap transisi, selalu ada rasa canggung antara yang lama dan yang baru. Tapi tidak di Lausanne. Tidak hari itu. Karena apa yang berpindah tangan bukan hanya kunci fisik, tetapi juga keyakinan: bahwa Gerakan Olimpiade, betapapun dunia berubah, masih punya daya untuk menyatukan.

Foto/olympic.com
Bach menyerahkan kunci dengan damai. Coventry menerimanya dengan rendah hati. Dan dunia, untuk sejenak, berhenti untuk menyaksikan: bahwa bahkan dalam dunia yang gaduh, masih ada kepemimpinan yang lahir dari pengalaman, kasih, dan keberanian.

Foto/Instagram/Olympic
Berikut adalah daftar lengkap Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) dari masa ke masa:
- 1894-1896: Demetrius Vikelas (Yunani)
- 1896-1925: Pierre de Coubertin (Pendiri Gerakan Olimpiade Modern)
- 1925-1942: Henri de Baillet-Latour (Belgia)
- 1942-1946: J. Sigfrid Edström (Wakil Presiden dan Pelaksana Presiden dari Swedia)
- 1946-1952: J. Sigfrid Edström
- 1952-1972: Avery Brundage (Amerika Serikat)
- 1972-1980: Lord Killanin (Irlandia)
- 1980-2001: Juan Antonio Samaranch (Spanyol)
- 2001-2013: Jacques Rogge (Belgia)
- 2013-2025: Thomas Bach (Jerman)
- 2025 - : Kirsty Coventry (Zimbabwe)
(Dari Berbagai Sumber)
APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
John Doe
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!