Langkah Remis, Blunder, dan Harapan Baru: Catatan dari Abu Dhabi International Chess Festival 2025

Ludus01

LUDUS - Di sebuah ballroom mewah Hotel St. Regis dan Radisson Blu, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, denting jam catur kembali menutup cerita. Minggu (24/8), 31st Abu Dhabi International Chess Festival resmi berakhir. Dari puluhan meja dengan papan hitam-putih, ada tiga nama muda Indonesia yang mencoba menorehkan jejaknya di kelompok Master. Namun, seperti perjalanan panjang yang penuh liku, hasilnya tidak seragam.

Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

IM Azarya Jodi Setyaki (2331) pulang dengan satu titik terang: remis melawan pecatur muda Filipina, IM Michael Concio Jr (2421). Partai itu berlangsung ketat hingga langkah ke-41, lewat jalur klasik pertahanan Italia, variasi Knight Attack. Bukan kemenangan, memang. Tapi dalam catur, menahan lawan yang lebih berpengalaman kadang punya makna tersendiri.

Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Tidak seberuntung Jodi, dua rekannya justru tersandung. IM Nayaka Budhidharma (2389) dipaksa menyerah oleh IM Svyatoslav Bazakutsa (2481, Ukraina) setelah 46 langkah di pertahanan Hindia Raja. Di papan lain, IM Aditya Bagus Arfan (2391) harus mengakui keunggulan FM Sergey Sklokin (2323, Rusia) pada langkah ke-36, lewat pertahanan Caro-Kann, variasi Advance.

Bagi Adit, kekalahan itu terasa pahit. Ia tahu sebenarnya ada jalan menuju hasil remis. “Sebetulnya saya melihat lanjutan remis 30…Mc4, tapi karena merasa unggul saya mau lebih. Ternyata langkah 30…Rg7?? malah blunder besar,” ucapnya lirih, penuh penyesalan.
Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Kekecewaan itu membekas. Sesampainya di hotel, ia lebih banyak berdiam diri. Diam yang panjang, seakan masih mendengar gema langkah ke-30 itu. Baru saat makan malam di Restoran Panda, Marina Mall, Adit bisa meluapkan kebingungannya. Sambil menatap meja, ia berkata:

“Saya bingung sendiri padahal saya menyadari jika 30…Mc4 terpaksa dijawab 31.Mb5 karena ada ancaman mati di f1 dan h1. Saya korban Kuda yang tidak bisa diambil karena ada ancaman mat, 31…Ke3+ 32.Rh2 Kg4+ dan skak abadi. Yang saya tidak bisa mengerti bahwa saya tahu 31…Rg7 itu salah, kok tetap saya jalankan itu. Kondisi semacam ini sudah sering terjadi, tapi tetap saja saya jalankan.”

Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Itu bukan sekadar kesalahan teknis. Ada beban psikologis, ada mentalitas yang masih perlu dibentuk. Catur, sebagaimana hidup, kadang lebih sering ditentukan oleh kontrol emosi ketimbang hafalan langkah.

Manajer tim, yang juga Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB Percasi Kristianus Liem, memberi catatan reflektif:

“Di balik setiap kekalahan, ada cermin. Anak-anak muda ini sedang belajar menghadapi diri mereka sendiri, bukan hanya lawan di papan. Kesalahan seperti Adit adalah bagian dari perjalanan, luka yang justru akan menebalkan kulitnya di masa depan. Yang terpenting, jangan berhenti melangkah.”

Ia lalu menambahkan tentang dimensi lain yang sering terlupakan dalam catur:

“Di level ini, persoalannya bukan lagi sekadar teori pembukaan atau strategi akhir. Semua pemain sudah paham itu. Yang membedakan hanyalah mental: keberanian mengambil keputusan dalam tekanan, kemampuan menahan diri ketika merasa unggul, dan kejernihan pikiran di saat panik. Itulah medan tempur sesungguhnya.”

Hasil akhirnya, ketiga pecatur Indonesia berada di papan tengah ke bawah. Jodi menutup festival di peringkat 79 dengan 4,5 poin, sekaligus menambah 14,10 poin rating. Nayaka, dengan poin sama, finis di peringkat 82 dan membawa pulang tambahan 7,60 poin rating. Sementara Adit harus rela berada di peringkat 119 dari total 201 peserta asal 45 negara, ratingnya justru berkurang 7,60 poin.

Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Turnamen ini hanya satu babak dari perjalanan panjang. Bagi Jodi, Abu Dhabi adalah penutup, ia memilih pulang ke Indonesia demi menyelesaikan tesis S2. Namun bagi Nayaka dan Adit, kisah berlanjut. Mereka masih akan menguji diri di 1st Fujairah Global Chess Championship, Fujairah, UEA, 25 Agustus–2 September 2025.

Foto/Kristianus Liem

Foto/Kristianus Liem

Festival Abu Dhabi telah berakhir, tapi papan catur tak pernah benar-benar tutup. Setiap kesalahan, setiap langkah, adalah bekal untuk turnamen berikutnya. Dan di sana, di Fujairah, dua pecatur muda ini akan kembali mencoba menulis ulang takdirnya. (**)

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!