Le Mans 1995 Punya Sekiya, Le Mans 2024 Punya Sato dan Sean Gelael: McLaren Ingin Ulang Takdir Kemenangan

Ludus01

LUDUS - Di antara deru sejarah dan gemuruh mesin yang tak pernah benar-benar tidur selama 24 jam penuh, Sean Gelael kembali ke Le Mans. Kali ini bersama tim United Autosports 95, ditemani dua nama dari dua benua: Marino Sato dari Jepang dan Darren Leung dari Inggris. Mereka datang bukan sekadar berlaga di ajang balap ketahanan paling bergengsi di muka bumi, tetapi membawa misi untuk mengulang sebuah sejarah yang telah berumur tiga dekade.

Sejak hari Jumat, 6 Juni, mereka telah melewati fase paling awal dari ritual 24 Hours of Le Mans: scrutineering, proses inspeksi teknis yang menjadi gerbang pembuka bagi seluruh mobil dan pebalap. Dua hari berselang, pada Minggu, mereka memasuki Test Day. Di sinilah cerita itu mulai tertulis, pelan-pelan, lap demi lap.

Ketiga pebalap ini bertekad untuk memberikan penampilan istimewa di balapan yang istimewa pula. Mereka pernah tampil bagus pada putaran pembuka FIA World Endurance Championship (WEC) di Qatar, tapi lalu tak bernasib baik di Imola (Italia) dan Spa-Francorchamps (Belgia). Le Mans menjadi titik balik yang mereka harapkan, ajang puncak untuk membuktikan bahwa semangat tak pernah luntur hanya karena nasib buruk semusim.

Le Mans memang tidak dimulai dengan start lamp. Ia dimulai dari ritual yang nyaris sakral: pemeriksaan teknis, simulasi pit stop, dan suara mesin yang menggeram bahkan sebelum dinyalakan. United Autosports 95 mengendarai McLaren 720S GT3 di kelas LMGT3, mobil ramping berwarna biru-merah yang memanggul ambisi masa lalu dan harapan masa kini.

Namun seperti kehidupan yang tak selalu rapi, sesi latihan pagi itu tidak berjalan ideal. Mobil belum siap sejak awal. Marino Sato baru bisa menorehkan lap time optimal justru menjelang akhir sesi: 3 menit 58,938 detik, cukup untuk menempatkan mereka di posisi ke-9. Di atas mereka, tim Akkodis ASP Team 87 tampil sebagai yang tercepat, mencetak waktu 3:57.109.

Sesi siang menjadi milik Sean. Ia memperbaiki catatan waktu tim menjadi 3:58.647. Lebih cepat dari Marino, namun posisi keseluruhan justru turun ke P13. Tim-tim lain memperuncing waktunya, dan Akkodis tetap tak tersentuh dengan 3:55.276.

Namun bila waktu tercepat adalah segalanya, maka Le Mans tak akan berdurasi sehari penuh. Justru karena panjangnya waktu, endurance menjadi kunci. United Autosports 95 tidak sedang mengejar satu-dua detik, mereka sedang membangun ritme: mencari konsistensi, menjaga suhu ban, menyusun strategi stint, dan membaca langit yang selalu bisa berubah.

Sean tahu betul bagaimana rasanya jatuh dan bangkit di sirkuit yang sama. “Kembali, saya datang ke Le Mans setelah melewati balapan yang diwarnai kecelakaan seperti tahun lalu. Dan kali ini pun kami ingin hasil terbaik seperti tahun lalu,” ujarnya.

Ada nada sejarah dalam ucapannya. Tepat 30 tahun lalu, pada 1995, McLaren mencetak kemenangan pertamanya di Le Mans bersama JJ Lehto, Yannick Dalmas, dan Masanori Sekiya. Tiga pebalap, tiga negara, dan satu kemenangan yang tak lekang dalam buku-buku balap. Dari antara mereka, nama Sekiya menjadi penting. Ia orang Jepang pertama yang menang di Le Mans. Dan tahun ini, McLaren kembali membawa pebalap Jepang dalam satu tim—Marino Sato.

“Apalagi terakhir kali mobil McLaren menang di Le Mans adalah bersama pebalap Jepang, di mana kami memilikinya tahun ini,” kata Sean, Brand Ambassador Pertamax Turbo. Ia bicara bukan sekadar soal kebangsaan, tapi tentang sirkularitas takdir.

Bila Sato bisa mengulang peran Sekiya, dan Sean bersama Darren menopang mimpi itu, maka kisah Le Mans 1995 bisa saja berulang. Kali ini dengan aksen Asia yang lebih kental.

Balapan 24 Hours of Le Mans akan dimulai Sabtu, 15 Juni, pukul 21.00 WIB. Di Le Mans, waktu tak sekadar bergerak, ia berputar dan mengulang. Mungkin, kisah dari 1995 sedang mengetuk kembali.

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!