Naomi Osaka vs Coco Gauff: Dari Air Mata 2019 ke Duel Ulangan di US Open 2025

Ludus01

Foto/usopen.org

LUDUS - Kesempatan kadang datang seperti gema. Enam tahun lalu, di panggung megah US Open 2019, seorang remaja berusia lima belas tahun bernama Coco Gauff menatap layar besar di Arthur Ashe Stadium dengan mata basah. Ia baru saja kalah telak dari sang juara bertahan, Naomi Osaka: 6-3, 6-0. Namun publik tidak mengingat skor itu semata; yang membekas justru ketika Osaka, dengan sikap yang jarang terlihat dari seorang juara dunia, menggamit tangan lawannya yang jauh lebih muda, lalu mengajaknya berbagi mikrofon di depan puluhan ribu penonton.

Foto/Olympic.com/Ishika Samant/Getty Images 2025

Foto/Olympic.com/Ishika Samant/Getty Images 2025

Gauff menangis, mengatakan ia ingin menangis di ruang ganti saja. Osaka menenangkannya, berkata dunia harus tahu betapa besar talenta gadis itu. “Kamu tidak perlu menangis di sini. Orang-orang harus tahu betapa luar biasanya kamu,” ucap Osaka malam itu, dengan mata berkaca-kaca. Di sisi lain, Gauff, dengan suara terputus-putus, berkata, "Saya berterima kasih pada Naomi. Dia bermain luar biasa. Saya belajar banyak hari ini."

Publik menyebutnya malam air mata, malam persaudaraan di antara dua generasi tenis. Osaka tampil sebagai juara, Gauff dipandang sebagai calon bintang masa depan.

Momen itu melintas melampaui olahraga: ia menjelma simbol sportivitas, solidaritas lintas generasi, dan keanggunan yang jarang dalam kompetisi sekeras tenis.

Hari itu, Osaka masih dalam puncak kejayaan, unggulan nomor satu, juara bertahan, baru saja melewati tahun-tahun penuh sorotan setelah merebut Grand Slam. Gauff sebaliknya, masih seumur belasan, sekadar wildcard yang sedang memupuk mimpi. Namun Flushing Meadows menjadi saksi: sejarah telah mempertemukan mereka.

Foto/ lemonde.fr/KIRSTY WIGGLESWORTH/AP

Foto/ lemonde.fr/KIRSTY WIGGLESWORTH/AP

Lompatan waktu membawa kita ke US Open 2025. Arthur Ashe kembali riuh. Kali ini, konstelasi sudah bergeser. Gauff hadir sebagai unggulan ketiga, juara bertahan US Open 2023, dan wajah baru tenis Amerika. Osaka, justru datang dari babak lain kehidupan: ia baru saja kembali dari cuti melahirkan, menggendong nama seorang putri kecil, Shai, yang lahir pada 2023.

“Senang sekali bisa kembali di lapangan ini, menikmati tenis lagi. Saya ingat tahun 2023 menonton Coco juara dari tribun sambil menggendong bayi saya. Hari ini, rasanya seperti lingkaran yang lengkap,” kata Osaka, mengenang perjalanan emosionalnya.

Foto/Instagram/Coco Gauff

Foto/Instagram/Coco Gauff

Sementara itu, Gauff tak mencari alasan. “Naomi memang pantas menang. Dia menunjukkan kelasnya. Saya kecewa kalah, tapi saya juga senang melihatnya kembali bermain di level setinggi ini,” ucap Gauff, dengan nada sportif sekaligus menghormati lawan yang pernah menjadi teladan baginya.

Namun sejarah rupanya senang mengulang dirinya. Pertemuan itu terajut lagi di babak keempat. Osaka tampil seperti bayangan lamanya yang hilang: percaya diri, agresif, dan bersinar. Skornya pun kembali mencolok—6-3, 6-2—menutup perlawanan Gauff hanya dalam 64 menit.

Foto/Instagram/Naomi Osaka

Foto/Instagram/Naomi Osaka

Perbedaannya ada pada nuansa emosi. Seusai laga, Osaka bukan lagi juara dunia muda yang menjulang, melainkan seorang ibu yang kembali menemukan dirinya di lapangan tenis. Ia mengenang saat duduk di tribun Flushing Meadows dua tahun lalu, menyaksikan Gauff juara US Open, tak lama setelah dirinya melahirkan. “Senang sekali bisa kembali bermain di lapangan ini, menikmatinya lagi,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Jika 2019 menyingkap sisi manusiawi Osaka, sportivitas dan kelembutan terhadap lawan mudanya, maka 2025 menyingkap ketangguhan lain: kemampuan untuk kembali dari ketiadaan, dari tubuh yang berubah, dari status baru sebagai seorang ibu.

Foto/Instagram/Coco Gauff

Foto/Instagram/Coco Gauff

Sementara Gauff, yang dulu disebut anak ajaib, kini menjadi sosok matang yang membawa beban ekspektasi publik. Kekalahan itu menyisakan kekecewaan. Ia mengaku “discombobulated”, bingung, tak stabil, bahkan sempat “kind of broke down” usai pertandingan. Namun di situlah justru sisi manusia Gauff hadir: juara juga bisa rapuh, bahkan ketika dunia sudah menobatkan namanya.

Di tengah skor dan angka, terselip narasi lain: betapa olahraga adalah cermin kehidupan. Ada generasi yang sedang naik, ada yang sedang bertahan, ada pula yang kembali dari senyap.

Foto/Instagram/Naomi Osaka

Foto/Instagram/Naomi Osaka

Osaka menambahkan warna lain di luar lapangan. Boneka Labubu berhias kristal yang ia bawa, diberi nama “Althea Glitterson” untuk menghormati Althea Gibson, menjadi simbol kebebasannya mengekspresikan diri. Detail kecil ini seolah mengisyaratkan: tenis baginya bukan lagi sekadar pekerjaan, melainkan panggung bermain, ruang bersenang-senang.

Gauff, meski kalah, tetap menjadi inspirasi muda Amerika. Kalah di lapangan bukanlah akhir cerita; ia pernah mengalami hal serupa enam tahun lalu, justru dari lawan yang sama. Dan dari reruntuhan itulah ia tumbuh menjadi juara Grand Slam. Mungkin kali ini pun demikian: kekalahan dari Osaka akan menjadi api baru.

Perjalanan “inspiratif” Gauff di usia 21 tahun berakhir lebih cepat di Flushing Meadows. Tiga kali ace tak cukup untuk menahan gempuran Osaka, dan pertandingan hanya berlangsung satu jam lima menit di Arthur Ashe Stadium. Osaka menang straight set, 6-3, 6-2, sekaligus menghentikan harapan Gauff meraih gelar tunggal putri keduanya di turnamen ini.

Foto/Instagram/Coco Gauff

Foto/Instagram/Coco Gauff

Kesalahan sendiri ditambah masalah pada servis menjadi titik lemah Gauff. Perjalanannya yang sempat menginspirasi banyak orang – termasuk juara senam artistik Olimpiade tujuh kali Simone Biles – harus berakhir lebih awal, meski tetap terhormat.

“Ini mengecewakan. Tentu saja ini bukan level permainan yang ingin saya tunjukkan, tapi saya merasa ini adalah langkah ke arah yang benar,” kata Gauff di konferensi pers setelah pertandingan. Ia mengaku menaruh terlalu banyak tekanan pada dirinya sendiri. “Saya berusaha tetap positif di depan kalian. Saya janji saat ini saya tidak merasa begitu, tapi saya tidak akan membiarkan ini menghancurkan saya. Saya menatap ke depan dan ingin terus berkembang. Semoga tahun depan saya bisa tumbuh lebih banyak, baik sebagai pemain maupun pribadi.”

Osaka sendiri tampil dominan, menunjukkan performa seperti masa kejayaannya. “Saya benar-benar sangat fokus. Saya sangat menikmati bermain di sini,” ujarnya. Osaka melesat dengan keunggulan dua game sejak awal set pertama dan tak pernah melepaskan kendali pertandingan, mengingatkan publik pada perjalanannya saat merebut gelar US Open 2020.

Foto/Instagram/Naomi Osaka

Foto/Instagram/Naomi Osaka

“Saya hanya benar-benar menginginkan kesempatan untuk datang ke sini dan bermain. Ini adalah lapangan favorit saya di dunia, dan kembali ke sini sangat berarti bagi saya,” tambah Osaka dalam wawancara usai laga.

Untuk pertama kalinya sejak 2020, Osaka kembali ke perempat final. Unggulan ke-23 ini selanjutnya akan menghadapi Karolína Muchová dari Ceko, dengan tiket semifinal sebagai taruhannya.

Di Flushing Meadows, sejarah terasa berputar. 2019, Osaka menggenggam tangan seorang remaja, memperlihatkan dunia betapa besar masa depan Gauff. 2025, Osaka kembali dari jeda panjang, justru menggenggam kembali bagian dirinya yang sempat hilang.

Foto/usopen.org

Foto/usopen.org

Di antara keduanya, tenis menemukan dua cermin: cermin seorang anak muda yang tumbuh di bawah sorotan, dan cermin seorang juara yang kembali dari keheningan. Dan kita, para penonton, belajar bahwa olahraga tak hanya tentang menang atau kalah, tapi juga tentang keberanian untuk jatuh dan berdiri lagi.

Foto/Instagram/Naomi Osaka

Foto/Instagram/Naomi Osaka

“Segala sesuatu lahir dalam kesunyian, dan segalanya dibentuk dalam perjuangan,” tulis Albert Camus. Di lapangan tenis, kalimat itu seolah menemukan wujudnya: di tangis Gauff, di tawa Osaka, di riuh yang selalu datang setiap kali raket bertemu bola di New York.

Seperti gema, kesempatan datang lagi. Bedanya, kali ini kita tahu: gema itu bukan sekadar ulangan, melainkan bab baru yang membuat legenda semakin lengkap. (**)

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!