Pengamat Bulu Tangkis Tyas Soemarto: APAKAH pernikahan akan menghambat karier seorang perempuan?

Ludus01

Foto/Istagram/Greogira Mariska Tunjung
Foto/Dokpri Tyas Soemarto/Dok.PBSI

Foto/Dokpri Tyas Soemarto/Dok.PBSI

Ternyata sejak tahun 1940-an, seperti yang diceritakan di buku The Jakarta Method by Vincent Bevins, Francisca seorang gadis Maluku sudah sejak belia merasa dirinya sebagai feminis karena tidak pernah berniat untuk menikah. Ia melihat, perempuan paling cemerlang sekalipun dan terdidik di masa itu, di masa Hindia Belanda, tak pernah punya kesempatan untuk memanfaatkan segala yang telah mereka pelajari setelah menikah.

Saya jadi teringat kalimat tersebut, setelah semalam melihat langkah pebulutangkis Gregoria Mariska Tunjung, yang nyaris tak bisa lagi memenangkan pertandingannya setelah menikah.

Meraih medali di Olimpiade lalu menikah, sepertinya sudah menjadi target akhir dari karier yang telah dijalaninya sejak usia lima tahun. Di usianya kini yang 26 tahun, berarti Jorji sudah 21 tahun memegang raket.

Hampir di seluruh usia Jorji dihabiskan bersama raket. Sebenarnya bisa dimaklumi kalau kini ia sedang merasa muak mendengar suara shuttle cock yang dipukul keras oleh raket, bau keringat, dan teriakan-teriakan kecil yang menggema di hall bulu tangkis.

Ia telah berupaya melakukan jeda pasca menikah. Tapi begitu kembali ke lapangan bulu tangkis, vertigo-nya langsung kambuh. Cukup lama pemulihannya secara fisik, tapi begitu kembali ke lapangan kondisinya juga tak pernah kembali prima. Masalahnya bukan pada fisik tapi psikis.

Jorji tentu tidak sendirian. Kenyataannya banyak perempuan yang setelah menikah kariernya seperti terhenti. Bahkan Francisca sejak 80 tahun yang lalu sudah ketakutan tak bisa berkarya jika menikah.

Saya termasuk yang mengalami kondisi seperti ini. Setelah menikah dengan status baru, sepertinya memang ada peran ganda yang tiba-tiba harus dijalankan. Jika ketika kecil, main rumah-rumahan menjadi permainan yang sangat menyenangkan. Nah itu yang terjadi di awal pernikahan, kami main rumah-rumahan ini menjadi hal yang sungguhan, ini sesuatu yang sangat membahagiakan ketika main rumah-rumahan berdua pasangan yang dicintai. Apalagi untuk atlet seperti Jorji yang selama 21 tahun hidupnya dari situ ke situ lagi.

Ketika harus kembali pada rutinitas seperti sebelum menikah, selalu ada hati yang tertinggal di rumah.

Seorang teman senior di kantor yang mampu mengatasi masalah seperti ini, dengan tetap berkarier baik walau sudah menikah, bilang,"Ketika kamu keluar rumah dan masuk ke mobil, hilangkan pikiran tentang rumah tapi fokus untuk kantor jika ingin tetap cemerlang." Dan saya gagal.

Ada orang yang bisa melakukannya, dan ada yang tidak bisa. Jorji termasuk yang tidak bisa. Saya tentu saja memakluminya, apalagi ia sudah begitu lama bergelut di bulu tangkis. Tentu juga tak mudah untuk meninggalkan bulu tangkis begitu saja, karena rasanya akan seperti melepas begitu saja kehidupan yang sudah dirintisnya sejak lama. Untuk itu ia butuh dukungan dan juga jeda. Butuh jeda yang bukan hanya sebulan, sampai kerinduannya pada bulu tangkis datang dan menggerogotinya.

Mungkin saja kerinduannya akan datang cepat, atau lambat setelah ia memiliki anak, misalnya. Seperti Dara Torres yang kembali membela tim renang AS di Olimpiade di usianya yang ke-41, dan beberapa atlet lainnya yang mampu mewujudkan kerinduan pada dunia yang pernah digelutinya.

Sekarang ini menjadi masa-masa yang begitu sulit untuk Jorji. Karena neninggalkan bulu tangkis baginya akan seperti mengakhiri kehidupan yang telah dibangun sekian lama, sementara ada satu kehidupan baru yang harus juga ia bangun. Tapi netizen tak mau tahu, segala kritik dan komentar 'menyakitkan' terus ditujukan padanya. Dalam hati kecil Jorji, pasti ia ingin berlari ke toilet setiap harus bertanding, dan menangis. Tapi PBSI tidak memberi jalan atau membantu masalah psikologis yang dialaminya.

Jorji ingin mengakhiri kariernya dengan dikenang sebagai peraih medali perunggu di Olimpiade, bukan dengan cara seperti ini.

Sementara, Francisca yang diceritakan di buku Vincent Bevins itu akhirnya menikah. Jatuh cinta telah meruntuhkan keinginan masa belianya. Ia menurunkan target hidupnya, karena masyarakat Indonesia ditinggalkan Belanda dalam keadaan hanya sekitar tiga persen yang tidak buta huruf, sisanya buta huruf. Ia mengajar membaca untuk orang-orang Indonesia. Tetap mulia...

Jorji juga akan tetap hebat dengan medali Olimpiade yang seperti membuka jalan dan memotivasi atlet-atlet dari cabang lain untuk juga merebutnya di kesempatan yang sama, pesta olahraga sedunia.

Tyas Soemarto, Wartawan Olahraga Senior/Pengamat Bulu Tangkis

*Tulisan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi ludus.id

Silakan kunjungi LUDUS Store untuk mendapatkan berbagai perlengkapan olahraga beladiri berkualitas dari sejumlah brand ternama.

Anda juga bisa mengunjungi media sosial dan market place LUDUS Store di Shopee (Ludus Store), Tokopedia (Ludus Store), TikTok (ludusstoreofficial), dan Instagram (@ludusstoreofficial).

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (1)

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

22 Oktober 2025 13.27

Sorry to say.saya badminton amatiran lebih lama dari jorjiain tepok bulu.ga ada bosennya.paling ngukur diri kemampuan makin terbatas.jprji dah habis.ga akan bisa menang dan juara lagi saatnya pensiun