PSIM Yogyakarta Tolak Jadi Pelengkap, Ambisi Tulis Kisah Panjang di Super League

Ilham Sigit Pratama

Skuad PSIM Yogyakarta pada laga pembukaan Super League 2025-2026 kontra Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jumat (8/8/2025). Foto/Instagram/@liga1match

LUDUS - Belasan tahun menunggu, terusir dari kasta teratas, PSIM Yogyakarta datang bukan untuk sekadar menjadi pelengkap. Laskar Mataram bertekad menulis kisah panjang di Super League 2025-2026.

PSIM Yogyakarta menolak disebut sebagai kuda hitam setelah menjungkalkan Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jumat (8/8/2025) malam WIB. Dengan tegas, pelatih PSIM, Jean-Paul Van Gastel menyatakan timnya enggan dicap sekadar hanya pembunuh raksasa.

Arsitek asal Belanda ini menegaskan anak asuhnya bisa bersaing di lima besar klasemen Super League musim ini. Tentu target tinggi untuk ukuran tim promosi.

Pelatih PSIM Yogyakarta, Jean-Paul Van Gastel memberi keterangan saat konferensi pers seusai laga lawan Persebaya. Foto/Ilham Sigit Pratama/LUDUS.id

Pelatih PSIM Yogyakarta, Jean-Paul Van Gastel memberi keterangan saat konferensi pers seusai laga lawan Persebaya. Foto/Ilham Sigit Pratama/LUDUS.id

“Seperti yang sudah saya bilang, ini juga musim pertama saya di Liga 1. Tapi kami bermain bagus. Saya harap kami bisa masuk 5 besar. Saya harap begitu, dan kami yakin," kata Van Gastel saat konferensi pseers usai laga kontra Persebaya.

Terlalu dini untuk memprediksi sejauh mana langkah PSIM musim ini. Satu pertandingan tentu tidak cukup untuk menggambarkan bagaimana perjalanan PSIM nantinya.

Baca juga: Kejutan PSIM Yogyakarta di Laga Pembukaan Super League 2025-2026, Kalahkan Persebaya di Gelora Bung Tomo

Terlebih lagi, PSIM menorehkan hasil kurang meyakinkan selama periode pramusim. Dalam enam laga persahabatan, PSIM keok empat kali menghadapi tim-tim yang sudah lebih dulu berkasta di Liga 1.

Reva Adi Utama dan kolega menelan kekalahan dari Persik Kediri, Persis Solo, Bali United dan Barito Putera. PSIM hanya mampu dua kali menang atas Madura United dan PSIS Semarang.

Namun menurut Van Gastel, hasil-hasil mimor pramusim tidak menggambarkan kondisi sebenarnya. Bagi PSIM, pramusim hanya untuk memanaskan mesin, sedangkan medan perang sesungguhnya adalah laga demi laga di Super League musim ini.

“Performa ini berbeda dengan yang saya lihat ketika pramusim. Tapi kami sudah tahu bahwa pramusim hanya untuk menjadi lebih bugar dan meningkatkan cara bermain kami,” kata Van Gastel.

Ezequiel Vidal menjadi pahlawan atas kemenangan PSIM Yogyakarta atas Persebaya Surabaya lewat gol tunggalnya pada masa perpanjangan waktu, Jumat (8/8/2025). Foto/Instagram/@psimjogja_official

Ezequiel Vidal menjadi pahlawan atas kemenangan PSIM Yogyakarta atas Persebaya Surabaya lewat gol tunggalnya pada masa perpanjangan waktu, Jumat (8/8/2025). Foto/Instagram/@psimjogja_official

Kini, skuad Laskar Mataram harus segera berpaling dari euforia di Surabaya dan menatap laga-laga berikutnya. Laga sepanjang bulan Agustus tidak akan mudah bagi PSIM.

Mereka sudah ditunggu laga kandang kontra Arema FC (16/8/2025), bertandang ke markas Persib Bandung (24/8/2025) dan Malut United (30/8/2025). Jika inkonsisten, mimpi cerita indah di Super League hanyalah angan.

Skuad Menjanjikan

Skuad PSIM Yogyakarta pada laga pembukaan Super League 2025-2026 kontra Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jumat (8/8/2025). Foto/Instagram/@liga1match

Skuad PSIM Yogyakarta pada laga pembukaan Super League 2025-2026 kontra Persebaya Surabaya di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jumat (8/8/2025). Foto/Instagram/@liga1match

PSIM enggan menjadikan mimpi bersaing di papan atas Super League menjadi sekadar isapan jempol. Untuk itu, manajemen klub berjuluk Laskar Mataram tampak serius memboyong amunisi mumpuni.

Komposisi skuad disusun dengan sangat matang. Satu yang disorot adalah Reva Adi Utama. Didatangkan dari Dewa United, bek berusia 28 tahun ini langsung menancapkan luka untuk mantan klubnya, Persebaya di laga perdana.

Baca juga: Regulasi Pemain Asing Direvisi, Tetap 11 Orang dengan Kombinasi 7 Main dan 9 DSP

Rekrutan lain adalah Ze Valente, yang menariknya juga merupakan mantan pemain Persebaya. Sebelumnya, gelandang asal Portugal ini bolak-balik dipinjamkan ke Persik Kediri.

Valente turut menggorekan perih untuk klub yang ikut membesarkan namanya di kancah sepak bola tanah air. Kembali ke lini belakang, PSIM mengamankan jasa Rahmatshoh Rakhmatzoda, bek asal Tajikistan yang sebelumnya tampil apik di Liga 2 bersama Persijap Jepara.

Adapun di lini serang, PSIM mengandalkan duet pemain asing Deri Corfe dan Nermin Haljeta. Corfe adalah bomber asal Inggris yang sebelumnya memperkuat Persiraja Banda Aceh.

Sementara Nermin adalah striker mematikan yang musim lalu mencetak 12 gol dalam 29 penampilan bersama PSM Makassar. Meski gagal mencetak gol di laga debut bersama PSIM, Van Gastel mengaku cukup puas dengan performa pemain asal Slovenia tersebut.

Ezequiel Vidal berselebrasi setelah mencetak gol ke gawang Persebaya Surabaya. Foto/Instagram/@psimjogja_official

Ezequiel Vidal berselebrasi setelah mencetak gol ke gawang Persebaya Surabaya. Foto/Instagram/@psimjogja_official

“Saya sangat puas dengan penampilan Nermin. Dia adalah contoh bagaimana kami harus bermain, dan dia memberikan begitu banyak energi. Jadi bagi saya, itulah alasan dia bermain,” tutur Van Gastel.

Kemudian yang terakhir ada Ezequiel Vidal. Nama yang tidak asing bagi pencinta sepak bola tanah air. Gelandang asal Argentina ini pernah membela Persita Tangerang selama dua musim, pada 2022-2023.

Kemudian gelandang eksplosif ini merantau ke Liga Super India bersama Punjab FC. Namun kiprahnya di Negeri Sejuta Dewa hanya bertahan semusim.

"Saya harap kami bisa masuk 5 besar. Saya harap begitu, dan kami yakin." Pelatih PSIM Yogyakarta, Jean-Paul Van Gastel.

PSIM merekrut kembali Vidal sebagai kepingan puzzle kuota pemain asing musim ini. Pemain berusia 30 tahun ini menyapa kembali publik sepak bola tanah air lewat tandukannya ke gawang Persebaya pada laga perdana bersama PSIM.

Dari deretan nama legiun asing tersebut, PSIM masih memberi ruang kepada pemain muda. Deretan talenta muda di skuad PSIM tak kalah mentereng.

Raka Cahyana dan penjaga gawang Cahya Supriadi merupakan dua pemain berlabel timnas Indonesia kelompok usia yang kini menghuni skuad Laskar Mataram.

Jatuh Bangun Pendiri PSSI

Skuad PSIM Yogyakarta kala finis di peringkat 4 Divisi I Perserikatan edisi 1989-1990 sehingga gagal promosi. Foto/Instagram/@sepakragamataram

Skuad PSIM Yogyakarta kala finis di peringkat 4 Divisi I Perserikatan edisi 1989-1990 sehingga gagal promosi. Foto/Instagram/@sepakragamataram

PSIM Yogyakarta adalah salah satu klub yang sudah berdiri sebelum Indonesia merdeka. Klub ini dibentuk pada 5 September 1929 dengan nama Persatuan Sepak Raga Mataram (PSM).

Dulunya, klub ini mewakili Kerajaan Mataram. Klub ini juga punya keterkaitan erat dengan lahirnya PSSI yang dipimpin Soeratin Sosrosugondo.

Enam tahun setelah klub ini lahir, PSSI terbentuk, tepatnya pada tahun 1930 di tempat kelahiran klub itu sendiri, yakni Yogyakarta.

Saat itu, terbentuknya PSSI turut diinisiasi klub-klub tradisional lain seperti Persija Jakarta, Persis Solo, Persib Bandung, PSM Madiun, PPSM Magelang dan Persebaya Surabaya.

Setiap perwakilan klub, yang pada era Hindia Belanda disebut Bond, menyumbangkan ide dan gagasan. Hingga kini, monumen PSSI atau Wisma Soeratin masih berdiri tegap di Jalan Mawar, Yogyakarta, tak jauh dari Stadion Mandala Krida.

Perihal prestasi, PSIM merupakan kampiun di era awal kompetisi berformat Perserikatan, tepatnya pada edisi 1932. PSIM membekuk Persija pada laga final edisi itu.

Namun sayang, trofi tersebut merupakan satu-satunya gelar yang didapat PSIM pada era Perserikatan. Sisanya, PSIM lebih sering menjadi runner-up, yakni pada edisi 1939, 1940, 1941, 1943, dan 1948.

Sempat perkasa di awal era sepak bola tanah air, PSIM justru seret prestasi mulai tahun 1970. Bahkan pada musim 1994-1995, PSIM sempat terdegradasi.

PSIM kembali berhasil promosi dua musim berikutnya, namun masih belum mampu bersaing. Tiga musim di Divisi Utama, PSIM kembali terdegradasi ke Divisi I pada musim 1999-2000.

Skuad dan ofisial PSIM Yogyakarta kala menjuarai Divisi I edisi 2005 dan promosi ke Liga Indonesia. Foto/Instagram/@sepakragamataram

Skuad dan ofisial PSIM Yogyakarta kala menjuarai Divisi I edisi 2005 dan promosi ke Liga Indonesia. Foto/Instagram/@sepakragamataram

PSIM baru berhasil promosi kembali pada tahun 2005 dengan status juara Divisi I. Kebijakan PSSI menggambungkan wilayah kompetisi dengan format ISL pada tahun 2008 turut menghambat laju PSIM.

PSIM pun terengah-engah dalam upaya promosi kembali ke kasta tertinggi. Bersamaan dengan itu, rival regional PSIM seperti Persiba Bantul dan PSS Sleman lantas mencuri panggung.

Persiba Bantul menjuarai Divisi Utama pada tahun 2010, sedangkan PSS Sleman menjuarai Liga 2 edisi 2018. Selain itu, klub berjuluk Super Elang Jawa itu juga awet berkasta di Liga 1.

Sejak promosi pada tahun 2018, PSS Sleman terus berkasta di Liga 1 selama lima musim. Namun kini, roda pun berputar.

Pada musim lalu, giliran PSS Sleman yang harus merasakan pahit degradasi. Sementara PSIM, di bawah tangan dingin Erwan Hendarwanto, mewujudkan mimpi kembali ke kasta teratas setelah 18 tahun lamanya. (*)

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?

MULAI BAGIKAN

Response (0)

John Doe

Login untuk berkomentar

Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.

No comments yet. Be the first to comment!