

LUDUS - Hujan turun tanpa henti di Circuit of The Americas (COTA), membasahi aspal dan menambah ketegangan di putaran keenam FIA World Endurance Championship (WEC), Minggu (7/9) atau Senin dini hari WIB. Di tengah derasnya hujan, satu nama berhasil menyalakan semangat para penggemar motorsport Indonesia: Sean Gelael.

Kemenangan ini bukan sekadar angka di papan hasil. Bagi Sean dan tim United Autosports 95, ini adalah penantian panjang yang akhirnya terwujud. Balapan enam jam Lone Star Le Mans berubah menjadi drama berlapis, dengan safety car (SC) yang menuntun para pebalap di lintasan basah hampir satu jam penuh sebelum race sempat dihentikan sementara, red flag, oleh Race Director WEC, Eduardo Freitas.
Darren Leung, pebalap yang memulai balapan dari P3, tiba-tiba mendapati dirinya di posisi P1 saat red flag. Taktik sederhana namun cerdas: dua pebalap di depannya masuk pit saat SC berada di trek, sementara Darren memanfaatkan bahan bakar yang bisa dihemat, sekaligus menyelesaikan jatah menyetirnya. Posisi ini menjadi modal penting bagi Sean dan Marino Sato untuk melanjutkan strategi tim.

Ketika Sean mengambil alih setir, dia menjaga posisi di tiga besar, kecuali saat ada pebalap dengan strategi berbeda yang sempat melintas. Namun puncak ketegangan muncul saat Marino Sato berada di belakang kemudi. Posisi nyaman yang semula ada di P2 atau P3 berubah-ubah karena SC yang keluar berulang kali akibat insiden di lintasan basah. Posisi yang aman kadang menjauh, kadang mendekat, membangun ketegangan yang nyaris terasa di dada penonton.

Sato pun mengambil risiko besar: menggunakan ban kering di trek yang sebagian masih basah tapi cenderung mengering. “Saya meminta ke tim dan berdiskusi lama di radio. Bahkan rasanya lebih lama ngobrol di radio ketimbang mengemudi. Pakai ban kering akan pelan di awal, namun nanti cepat menjelang finis,” ujar Sato.
BACA JUGA: Lintasan Sulit, Sean Gelael Tetap Kompetitif dan Start dari P3 di Lone Star Le Mans COTA
Keputusannya terbukti jitu. Posisi semula turun hingga P6, tapi perlahan Sato menyalip beberapa mobil sekaligus dan langsung merangsek ke P2. Drama belum berhenti: tim AF Corse 54 dengan David Rigon terkena penalti lima detik akibat pelanggaran di Tikungan 11, hanya tujuh menit sebelum finis. Dengan selisih 2,3 detik antara Rigon dan Sato, penalti itu membuat Sato akhirnya meraih kemenangan di atas trek, sementara Rigon dan AF Corse 54 finis di P3, kalah dari Team WRT 46.

Bagi Sean, ini adalah kemenangan kelima di WEC, atau kedua di kelas LMGT3. Rekam jejaknya sebelumnya mencatat kemenangan di Spa-Francorchamps (Belgia), Fuji (Jepang), dan Bahrain di kelas LMP2 pada 2022, lalu menang di Imola pada 2024 di kelas LMGT3.

“Semua punya peran besar untuk kemenangan ini. Darren di awal sangat bagus, memastikan mobil aman di P1. Marino melakukan apa pun yang dia bisa di tengah kondisi sulit dan membawa mobil hingga finis. Ini bukti dari hasil kerja kami selama ini, seberapa berat pun pekerjaan itu,” kata Sean.
Darren menambahkan, “Saya sepertinya tak banyak bertarung, hanya menjaga mobil tetap di posisi bagus saat SC. Tapi strategi tiap tim berbeda dan harus diakui kami memiliki yang tepat. Terima kasih untuk tim, juga Sean dan Marino. Ini kemenangan kita semua.”

Sekarang mata tim United Autosports 95 tertuju pada putaran ketujuh WEC di Fuji, Jepang, kandang Marino Sato, pada 27 September 2025. Setelah kemenangan dramatis di COTA, Sato tentu ingin mengulang kesuksesan itu di depan publik sendiri.

APA KAMU SUKA DENGAN ARTIKEL INI ?
MULAI BAGIKAN
Response (0)
Login untuk berkomentar
Silakan login untuk berkomentar pada artikel ini.
No comments yet. Be the first to comment!